DPR Panggil Kapolri Tanya Soal Salim Kancil
A
A
A
JAKARTA - Komisi III DPR akan memanggil Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti untuk menanyakan tentang kasus kematian Salim Kancil.
Permintaan keterangan Badrodin menyusul hasil investigasi Komisi III DPR yang menyatakan Salim pernah meminta perlindungan Polsek Irisan, Lumajang, Jawa Timur tapi tidak diindahkan.
Permintaan tersebut berasal dari sejumlah warga Desa Selok Awar-awar atas ancaman dan intimidasi dari kepala desanya, Haryono, beserta 12 anak buahnya pada 10 September 2015. (Baca: Kapolri Jawab Petisi Kasus Salim Kancil)
Anggota Komisi III DPR Akbar Faizal menyebut Polri paling bertanggung jawab atas tewasnya Salim Kancil dan terlukanya Tosan.
"Dari hasil investigasi kami, salah satu rekomendasinya adalah memanggil Kapolri untuk menanyai perihal pembiaran yang dilakukan oleh Polres setempat," ujar Akbar melalui siaran pers yang diterima Sindonews, Selasa (6/10/2015).
Akbar menilai, ada pembiaran dari dua instansi terkait kekerasan yang berujung pada kasus pembunuhan tersebut.
Pertama, kata dia, pembiaran oleh pemerintah daerah karena membiarkan penambangan tanpa izin yang dilakukan oleh Haryono dan 12 antek-anteknya.
Kemudian yang kedua, ada pembiaran oleh aparat kepolisian setempat terhadap segala bentuk penganiayaan dan intimidasi oleh para pelaku yang telah berlangsung beberapa bulan sebelumnya.
Akbar menilai, jika saja Polsek setempat responsif terhadap pengaduan masyarakat yang meminta perlindungan, tidak akan terjadi penganiayaan yang berujung tewasnya Salim Tosan pada 29 September 2015 itu.
"Hal ini bukan hanya masalah tambang tapi sudah pada taraf kemanusiaan. Pembiarannya dilakukan oleh Pemerintah daerahnya dan Kepolisian," ucapnya.
Sejak kasus tewasnya aktivis tambang Kancil Salim muncul ke permukaan, Akbar mengaku menerima banyak SMS dan telepon dari berbagai daerah yang mengalami hal yang serupa.
"Oleh karena itu tugas Komisi III selanjutnya adalah menginventarisasi seluruh area penambangan ilegal yang mempunyai potensi konflik yang tinggi," tutur Akbar.
Menurut dia, tidak menutup kemungkinan anggota Komisi III lainnya dalam waktu terdekat akan terjun ke berbagai lokasi untuk melihat secara langsung konflik pertambangan di tengah masyarakat.
"Saya telah menerima banyak pesan, telepon dan WA (WhatsApp) dari berbagai daerah seperti dari Banten, Bogor dan daerah lainnya yang mengalami hal serupa," tandas Akbar.
PILIHAN:
PBNU dan 13 Ormas Siap Rayakan Hari Santri Nasional
Permintaan keterangan Badrodin menyusul hasil investigasi Komisi III DPR yang menyatakan Salim pernah meminta perlindungan Polsek Irisan, Lumajang, Jawa Timur tapi tidak diindahkan.
Permintaan tersebut berasal dari sejumlah warga Desa Selok Awar-awar atas ancaman dan intimidasi dari kepala desanya, Haryono, beserta 12 anak buahnya pada 10 September 2015. (Baca: Kapolri Jawab Petisi Kasus Salim Kancil)
Anggota Komisi III DPR Akbar Faizal menyebut Polri paling bertanggung jawab atas tewasnya Salim Kancil dan terlukanya Tosan.
"Dari hasil investigasi kami, salah satu rekomendasinya adalah memanggil Kapolri untuk menanyai perihal pembiaran yang dilakukan oleh Polres setempat," ujar Akbar melalui siaran pers yang diterima Sindonews, Selasa (6/10/2015).
Akbar menilai, ada pembiaran dari dua instansi terkait kekerasan yang berujung pada kasus pembunuhan tersebut.
Pertama, kata dia, pembiaran oleh pemerintah daerah karena membiarkan penambangan tanpa izin yang dilakukan oleh Haryono dan 12 antek-anteknya.
Kemudian yang kedua, ada pembiaran oleh aparat kepolisian setempat terhadap segala bentuk penganiayaan dan intimidasi oleh para pelaku yang telah berlangsung beberapa bulan sebelumnya.
Akbar menilai, jika saja Polsek setempat responsif terhadap pengaduan masyarakat yang meminta perlindungan, tidak akan terjadi penganiayaan yang berujung tewasnya Salim Tosan pada 29 September 2015 itu.
"Hal ini bukan hanya masalah tambang tapi sudah pada taraf kemanusiaan. Pembiarannya dilakukan oleh Pemerintah daerahnya dan Kepolisian," ucapnya.
Sejak kasus tewasnya aktivis tambang Kancil Salim muncul ke permukaan, Akbar mengaku menerima banyak SMS dan telepon dari berbagai daerah yang mengalami hal yang serupa.
"Oleh karena itu tugas Komisi III selanjutnya adalah menginventarisasi seluruh area penambangan ilegal yang mempunyai potensi konflik yang tinggi," tutur Akbar.
Menurut dia, tidak menutup kemungkinan anggota Komisi III lainnya dalam waktu terdekat akan terjun ke berbagai lokasi untuk melihat secara langsung konflik pertambangan di tengah masyarakat.
"Saya telah menerima banyak pesan, telepon dan WA (WhatsApp) dari berbagai daerah seperti dari Banten, Bogor dan daerah lainnya yang mengalami hal serupa," tandas Akbar.
PILIHAN:
PBNU dan 13 Ormas Siap Rayakan Hari Santri Nasional
(dam)