Politisasi Penegakan Hukum Calon Kepala Daerah Harus Dicegah
A
A
A
JAKARTA - Komisi III DPR sependapat dengan pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo yang meminta jajarannya menunda sementara proses hukum bagi calon kepala daerah (cakada) yang tersangkut kasus korupsi, hingga pelaksanaan Pilkada Serentak 2015 usai.
DPR berpandangan, hal ini harus dilihat secara jernih dengan mengutamakan suksesnya pesta demokrasi, dan mencegah politisasi penegakan hukum yang seringkali dimanfaatkan lawan politik yang bersangkutan dan menimbulkan kegaduhan pilkada.
"Kalau kepala daerah tersebut mencalonkan kembali sebagai kepala daerah agar tidak ada kesan penegakan hukum itu ada politisasi, memang sebaiknya dilaksanakan setelah proses pilkada selesai," kata Anggota Komisi III DPR, Aditya Mufti Ariffin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 1 Oktober 2015.
Aditya berpandangan, proses penegakan hukum bagi calon kepala daerah baik itu sebagai saksi maupun tersangka, tidak bisa disamakan dengan kepala daerah yang tidak ada kaitannya dengan proses demokrasi.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. "Calon kepala daerah tersebut juga belum pasti bersalah sampai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," jelas politikus PPP itu.
Karena itu lanjut Aditya, semua pihak harus melihat hal ini dari kepentingan yang lebih besar dalam memperbaiki pandangan masyarakat terhadap penegak hukum yang kerap kali di politisasi dalam proses pencalonan Pilkada selama ini.
"Intinya selama waktu pencalonan tidak ada penetapan status disertai pemeriksaan dan penahanan. Hal itu untuk menghindari citra politisasi pada saat penegakan hukum," tegas Anggota Baleg DPR itu.
Pilihan:
Istana Gerah Jokowi Diisukan Reuni dengan Keluarga PKI
Hashtag #ImpeachJokowiJK Vs #SupportPresidenRI Ramaikan Twitter
DPR berpandangan, hal ini harus dilihat secara jernih dengan mengutamakan suksesnya pesta demokrasi, dan mencegah politisasi penegakan hukum yang seringkali dimanfaatkan lawan politik yang bersangkutan dan menimbulkan kegaduhan pilkada.
"Kalau kepala daerah tersebut mencalonkan kembali sebagai kepala daerah agar tidak ada kesan penegakan hukum itu ada politisasi, memang sebaiknya dilaksanakan setelah proses pilkada selesai," kata Anggota Komisi III DPR, Aditya Mufti Ariffin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 1 Oktober 2015.
Aditya berpandangan, proses penegakan hukum bagi calon kepala daerah baik itu sebagai saksi maupun tersangka, tidak bisa disamakan dengan kepala daerah yang tidak ada kaitannya dengan proses demokrasi.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. "Calon kepala daerah tersebut juga belum pasti bersalah sampai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," jelas politikus PPP itu.
Karena itu lanjut Aditya, semua pihak harus melihat hal ini dari kepentingan yang lebih besar dalam memperbaiki pandangan masyarakat terhadap penegak hukum yang kerap kali di politisasi dalam proses pencalonan Pilkada selama ini.
"Intinya selama waktu pencalonan tidak ada penetapan status disertai pemeriksaan dan penahanan. Hal itu untuk menghindari citra politisasi pada saat penegakan hukum," tegas Anggota Baleg DPR itu.
Pilihan:
Istana Gerah Jokowi Diisukan Reuni dengan Keluarga PKI
Hashtag #ImpeachJokowiJK Vs #SupportPresidenRI Ramaikan Twitter
(maf)