KPK Telaah Laporan Dugaan Gratifikasi RJ Lino ke Rini Soemarno
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melakukan telaah terhadap laporan dugaan pemberian gratifikasi Direktur Utama Pelindo II RJ Lino kepada Menteri BUMN Rini M Soemarno.
Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengaku belum mengetahui laporan yang disampaikan Politikus PDIP Masinton Pasaribu. Biasanya, kata dia, laporan tersebut lebih dulu diterima oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas).
Di Dumas, laporan tersebut akan ditelaah apakah memenuhi unsur gratifikasi atau tidak. "Jadi ditelaah-lah itu sama pengaduan masyarakat," kata Giri saat dihubungi SINDO, Selasa 22 September 2015 malam.
Bila memenuhi unsur, laporan dugaan pemberian gratifikasi RJ Lino ke Rini Soemarno akan diteruskan ke Direktorat Gratifikasi. Di internal Direktorat Gratifikasi akan dilakukan telaah lanjutan.
"Ya pasti ditelaah lah (oleh Direktorat Gratifikasi setelah dari Dumas). Mekanismenya ya sesuai SOP itu, telaah. Cuma aku belum bisa berkomentar lebih jauh karena belum ada informasi," tandasnya.
Sebelumnya, inisiator Panitia Khusus (Pansus) PT Pelindo II (persero) Masinton Pasaribu melaporkan kasus dugaan pemberian gratifikasi Direktur Utama Pelindo II RJ Lino ke KPK. Masinton meluncur dan tiba di Gedung KPK sekitar pukul 11.00 WIB, Selasa 22 September 2015.
Laporan tersebut disampaikan Masinton karena sudah memperoleh dan menerima data dokumen terkait serah terima gratifikasi tersebut. Dalam dokumen tersebut, tertera dugaan pemberian gratifikasi berupa perabotan rumah tangga senilai Rp200 juta dari RJ Lino ke Menteri BUMN Rini M Soemarno.
"Barang itu perabotan rumah, dokumennya lengkap di sini. Nilainya Rp200 juta. Ini masih 'paket hemat'. Belum lagi paket lain, paket 'Rinso' (Rini Soemarno) yang pasti ada dugaan pemberian dalam kapasitas jumbo," tegas Masinton.
Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP ini belum mengetahui alasan dan tujuan pemberian gratifikasi tersebut. Menurut Masinton, KPK yang punya kapasitas untuk menilai laporan tersebut.
Termasuk memastikan apakah perabotan rumah tangga itu masuk dalam kategori gratifikasi sesuai Pasal 12B Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau tidak atau masuk kategori pasal lainnya.
Masinton membeberkan, dari data yang dimilikinya penyerahan perabotan terjadi pada Maret 2015. Artinya saat itu RJ Lino adalah Direktur Utama Pelindo II sekaligus penyelenggara negara dan Rini Soemarno merupakan Menteri BUMN yang juga penyelenggara negara.
"Laporannya tanggal 16 Maret 2015 soal pengadaan perabotan di rumah Menteri BUMN," tegasnya.
Dalam dokumen yang dimiliki Masinton, tertera daftar perabotan yang dibeli dalam Rencana Penggunaan Dana Uang Muka PT Pelindo II. Untuk pembelian ursi sofa tiga dudukan senilai Rp35 juta, dua unit kursi sofa satu dudukan masing-masing Rp25 juta, satu unit meja sofa Rp10 juta, enam unit kursi makan masing-masing Rp3,5 juta, satu unit meja makan Rp25 juta, dan satu set perlengkapan ruang kerja seharga Rp59 juta.
Keseluruhan dananya kata dia, berasal dari uang kas PT Pelindo II. Di dalam dokumen juga terdapat nota dinas yang ditujukan RJ Lino ke Asisten Manajer Umum dan Rumah Tangga Pelindo bernama Dawud. Dalam nota dinas itu tertuang permintaan RJ Lino selaku Dirut Pelindo II untuk keperluan pengadaan rumah dinas Menteri BUMN.
"Nanti biar disidik (KPK). Saya meneruskan informasi ini. Kita pegang surat fotokopi, makanya minta klarifikasi (ke KPK) tentang informasi dan data ini berkaitan dengan apa. Saya tidak tahu (tujuan pemberiannya) tapi yang jelas UU Tindak Pidana Korupsi (menyebutkan) penyelenggara negara, PNS, tidak boleh memberi atau menerima," tegasnya.
Lebih lanjut soal 'paket jumbo' dugaan pemberian gratifikasi RJ Lino belum bisa diungkap Masinton secara detail. Baik bentuk barangnya maupun nominalnya. Hanya saja dia memastikan daftar pemberian gratifikasi tersebut sudah di genggamannya.
"Nantilah satu-satu kita keluarkan," tandasnya.
PILIHAN:
Ini Bantahan Tuduhan Gratifikasi Rini Soemarno
Rini Soemarno Tertawa Tanggapi Laporan Gratifikasi
Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengaku belum mengetahui laporan yang disampaikan Politikus PDIP Masinton Pasaribu. Biasanya, kata dia, laporan tersebut lebih dulu diterima oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas).
Di Dumas, laporan tersebut akan ditelaah apakah memenuhi unsur gratifikasi atau tidak. "Jadi ditelaah-lah itu sama pengaduan masyarakat," kata Giri saat dihubungi SINDO, Selasa 22 September 2015 malam.
Bila memenuhi unsur, laporan dugaan pemberian gratifikasi RJ Lino ke Rini Soemarno akan diteruskan ke Direktorat Gratifikasi. Di internal Direktorat Gratifikasi akan dilakukan telaah lanjutan.
"Ya pasti ditelaah lah (oleh Direktorat Gratifikasi setelah dari Dumas). Mekanismenya ya sesuai SOP itu, telaah. Cuma aku belum bisa berkomentar lebih jauh karena belum ada informasi," tandasnya.
Sebelumnya, inisiator Panitia Khusus (Pansus) PT Pelindo II (persero) Masinton Pasaribu melaporkan kasus dugaan pemberian gratifikasi Direktur Utama Pelindo II RJ Lino ke KPK. Masinton meluncur dan tiba di Gedung KPK sekitar pukul 11.00 WIB, Selasa 22 September 2015.
Laporan tersebut disampaikan Masinton karena sudah memperoleh dan menerima data dokumen terkait serah terima gratifikasi tersebut. Dalam dokumen tersebut, tertera dugaan pemberian gratifikasi berupa perabotan rumah tangga senilai Rp200 juta dari RJ Lino ke Menteri BUMN Rini M Soemarno.
"Barang itu perabotan rumah, dokumennya lengkap di sini. Nilainya Rp200 juta. Ini masih 'paket hemat'. Belum lagi paket lain, paket 'Rinso' (Rini Soemarno) yang pasti ada dugaan pemberian dalam kapasitas jumbo," tegas Masinton.
Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP ini belum mengetahui alasan dan tujuan pemberian gratifikasi tersebut. Menurut Masinton, KPK yang punya kapasitas untuk menilai laporan tersebut.
Termasuk memastikan apakah perabotan rumah tangga itu masuk dalam kategori gratifikasi sesuai Pasal 12B Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau tidak atau masuk kategori pasal lainnya.
Masinton membeberkan, dari data yang dimilikinya penyerahan perabotan terjadi pada Maret 2015. Artinya saat itu RJ Lino adalah Direktur Utama Pelindo II sekaligus penyelenggara negara dan Rini Soemarno merupakan Menteri BUMN yang juga penyelenggara negara.
"Laporannya tanggal 16 Maret 2015 soal pengadaan perabotan di rumah Menteri BUMN," tegasnya.
Dalam dokumen yang dimiliki Masinton, tertera daftar perabotan yang dibeli dalam Rencana Penggunaan Dana Uang Muka PT Pelindo II. Untuk pembelian ursi sofa tiga dudukan senilai Rp35 juta, dua unit kursi sofa satu dudukan masing-masing Rp25 juta, satu unit meja sofa Rp10 juta, enam unit kursi makan masing-masing Rp3,5 juta, satu unit meja makan Rp25 juta, dan satu set perlengkapan ruang kerja seharga Rp59 juta.
Keseluruhan dananya kata dia, berasal dari uang kas PT Pelindo II. Di dalam dokumen juga terdapat nota dinas yang ditujukan RJ Lino ke Asisten Manajer Umum dan Rumah Tangga Pelindo bernama Dawud. Dalam nota dinas itu tertuang permintaan RJ Lino selaku Dirut Pelindo II untuk keperluan pengadaan rumah dinas Menteri BUMN.
"Nanti biar disidik (KPK). Saya meneruskan informasi ini. Kita pegang surat fotokopi, makanya minta klarifikasi (ke KPK) tentang informasi dan data ini berkaitan dengan apa. Saya tidak tahu (tujuan pemberiannya) tapi yang jelas UU Tindak Pidana Korupsi (menyebutkan) penyelenggara negara, PNS, tidak boleh memberi atau menerima," tegasnya.
Lebih lanjut soal 'paket jumbo' dugaan pemberian gratifikasi RJ Lino belum bisa diungkap Masinton secara detail. Baik bentuk barangnya maupun nominalnya. Hanya saja dia memastikan daftar pemberian gratifikasi tersebut sudah di genggamannya.
"Nantilah satu-satu kita keluarkan," tandasnya.
PILIHAN:
Ini Bantahan Tuduhan Gratifikasi Rini Soemarno
Rini Soemarno Tertawa Tanggapi Laporan Gratifikasi
(kri)