Jumlah Rakyat Miskin Melonjak

Rabu, 16 September 2015 - 10:06 WIB
Jumlah Rakyat Miskin...
Jumlah Rakyat Miskin Melonjak
A A A
JAKARTA - Jumlah penduduk miskin Indonesia melonjak 860.000 orang hanya dalam kurun enam bulan. Mengacu pada kondisi ekonomi yang masih mengalami perlambatan, dikhawatirkan angka ini bisa kembali membengkak jika pemerintah tak bertindak serius.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penduduk miskin pada Maret 2015 sebesar 28,59 juta orang atau 11,22% dari total penduduk Indonesia. Angka ini mengalami kenaikan 0,26% bila dibandingkan dengan September 2014 yang sebanyak 27,73 juta penduduk miskin. ”Terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi peningkatan jumlah penduduk miskin, antara lain inflasi dan kenaikan harga beras,” ujar Kepala BPS Suryamin di Jakarta kemarin.

Berdasarkan data BPS, pada periode September 2104-Maret 2015 terjadi inflasi sebesar 4,03%. Adapun harga beras rata-rata secara nasional mengalami kenaikan 14,48% dari Rp11.433/kg pada September 2014 menjadi 13.089/kg pada Maret 2015. Faktor pemicu lain adalah penurunan upah buruh dan inflasi perdesaan. Suryamin menjelaskan, persentase jumlah penduduk miskin sejak 2009 hingga Maret 2015 selalu di atas 10%.

Paling rendah terjadi pada September 2014, yaitu 10,96% dari populasi atau sebanyak 27,73 juta jiwa. Adapun tertinggi pada 2009, yaitu 14,15% atau sebanyak 32,53 juta jiwa (selengkapnya lihat infografis ). ”Memang sulit untuk menekan hingga di bawah 10%. Tidak hanya di Indonesia, negara lain juga sama,” katanya.

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Menurut BPS, selama September 2014-Maret 2015, garis kemiskinan naik 5,91% dari Rp312.328 per kapita per bulan pada September 2014 menjadi Rp330.776 per kapita per bulan pada Maret 2015. Suryamin menuturkan, peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan peranan komoditas bukan makanan .

Pada Maret 2015, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,23%. Sementara itu berdasarkan sebaran, populasi penduduk miskin terbanyak berada di Pulau Jawa, yakni 15,45 juta orang. ”Adapun jumlah penduduk miskin terendah berada di Pulau Kalimantan sebanyak 0,98 juta orang,” katanya.

Lebih lanjut BPS juga mencatat Indeks Kedalaman Kemiskinan yang mengindikasikan rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauhi garis kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan yang mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Disebutkan bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 1,75 pada Maret 2014 menjadi 1,97 pada Maret 2015. Indeks Keparahan Kemiskinan juga naik dari 0,44 menjadi 0,54 pada periode yang sama. ”Tapi peningkatan jumlah penduduk miskin tidak selalu paralel dengan peningkatan indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan,” sebut Suryamin.

Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengingatkan pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan programprogram jangkan pendek untuk mengentas kemiskinan. ”Perlu sistem jangka panjang. Jangan cuma memberikan program yang bersifat instan dan temporal seperti Program Keluarga Sejahtera yang hanya menyumbang uang secara berkala selama tiga bulan,” ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate menilai salah satu penyebab kenaikan jumlah penduduk miskin adalah melemahnya daya beli masyarakat. Atas dasar ini, pemerintah perlu menjalankan paket kebijakan ekonomi yang beberapa waktu lalu diumumkan, terutama penambahan jatah beras untuk rakyat miskin (raskin).

”Sementara dalam jangka panjang, pemerintah perlu mendorong kualitas pertumbuhan ekonomi nasional dengan cara meningkatkan rasio pertumbuhan ekonomi terhadap serapan tenaga kerja,” katanya.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, ada dua penyebab penduduk jatuh ke bawah garis kemiskinan. Pertama , kenaikan harga yang berdampak ke pengeluaran. Kedua , hilangnya sumber pendapatan akibat ketiadaan pekerjaan. ”Nah, bagaimana caranya mengatasi ini? Ya yang miskin harus langsung dikasih ikan dan yang produsen harus dikasih kail,” kata dia.

Enny menegaskan, tugas utama pemerintah untuk mengatasi persoalan ini dalam jangka pendek adalah menjaga stabilitas harga pangan. Hal tersebut, menurut dia, bisa dilakukan dengan menjaga pasokan pangan lewat pembangunan infrastruktur pertanian yang tepat sasaran ke petani. ”Tapi itu saja tidak cukup. Pola tata niaganya juga harus dibenahi,” imbuhnya.

Selain itu, Enny berpendapat pemerintah juga harus segera menekan laju pemutusan hubungan kerja (PHK). Banyak instrumen kebijakan yang dapat diberikan sebagai ”kail” bagi produsen seperti pemberian insentif fiskal bagi industri existing, terutama padat karya, subsidi bunga KUR dan memberikan akses pasar.

Surplus Perdagangan Anjlok

Di bagian lain, BPS kemarin mencatat selama Agustus 2015 surplus perdagangan mencapai USD433,8 juta. Angka ini jauh lebih kecil dibanding bulan sebelumnya yang mencatat surplus USD1,33 miliar. Suryamin menyebutkan, ekspor pada Agustus senilai USD12,7 miliar dan impor USD12,27 miliar.

Ekspor Agustus 2015 meningkat 10,79% bila dibandingkan dengan Juli 2015 (month to month/ mtm ), tapi menurun12,28% dibandingkan Agustus 2014 (year on year/yoy ). Adapun impor Agustus 2015 naik 21,69%(mtm), tapiturun17,06% (yoy).Surplus neraca perdagangan dipicu surplus disektor non migas senilai USD 1,01miliar, sementara migas defisit USD 0,58 miliar.

Kepala BPS Suryamin mengatakan, ekspor nonmigas pada Agustus 2015 mencapai USD11,17 miliar, naik 11,23% (mtm), tetapi turun 5,99% (yoy). ”Beberapa produk nonmigas yang mendongkrak ekspor di antaranya perhiasan dan permata yang naik 121,75%, karet dan barang dari karet naik 16,75%, mesin dan pesawat mekanik naik 37,26%, kopi, teh, rempah naik 49,06%, kendaraan dan bagiannya naik 41,04%,” paparnya

Sementara itu jika dilihat dari negara mitra dagang, neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara ASEAN pada Agustus masih surplus sekitar USD73 juta. Demikian halnya dengan Uni Eropa masih surplus USD191,3 juta. Namun perdagangan Indonesia dengan negara utama lainnya mengalami defisit USD176,7 juta.

Hal itu terutama disebabkan defisit dengan China yang mencapai USD1,4 miliar. ”Dengan China ini harus diantisipasi supaya defisitnya tidak tinggi,” tuturnya. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, secara kumulatif Januari-Agustus 2015 perdagangan Indonesia dengan China mengalami defisit sangat tinggi, yaitu lebih dari USD10 miliar.

Untuk mengejar keseimbangan perdagangan, kata Sasmito, Indonesia jangan hanya mengandalkan ekspor barang-barang tradisional dan komoditas seperti batubara dan CPO. ”China itu kan banyak orang kaya baru, jadi kita perlu mengekspor produk-produk yang sifatnya high end . Apalagi pasar mereka besar,” katanya.

Mengenai penurunan surplus perdagangan, Sasmito mengatakan Agustus merupakan surplus terendah selama delapan bulan terakhir ini. Dia berharap ekspor akan terus menanjak melampaui kenaikan impor. ”Biasanya bulanbulan terakhir itu kecenderungan naik baik ekspor maupun impor, tinggal kita lihat mana yang lebih cepat dan tinggi kenaikannya,” ujarnya.

Dia menambahkan, kebijakan China mendevaluasi mata uangnya memang menyebabkan barang dari negara itu menjadi lebih murah sehingga bisa membanjiri Tanah Air. Namun, dampak devaluasi yuan belum muncul pada Agustus. ”Saya kira September mulai terlihat dampaknya,” sebut dia.

Inda susanti/Rahmat fiansyah/Mula akmal
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0712 seconds (0.1#10.140)