Terdakwa Mengaku Korban Rekayasa
A
A
A
JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan penggelapan tas merek Hermes senilai Rp850 juta kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kemarin.
Sidang kali ini dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa Devita Priska, 25. Dia terpaksa duduk di kursi pesakitan setelah Margareth Vivi melaporkan Devita karena diduga telah melakukan penipuan dan penggelapan tas Hermes. Kasus tersebut terjadi pada Februari 2013.
Sebelum sidang dimulai, Devita mengaku jadi korban rekayasa hukum lantaran dirinya tidak memiliki banyak uang. Dia hanya berperan sebagai perantara pembelian tas Hermes antara Dewi Ayu Dewanti alias Devina dan Margareth Vivi. Menurut pengakuan Devita, Margareth baru membayar Rp400 juta melalui Novela dengan cara mentransfer.
Kemudian, tanpa sepengetahuan dirinya, Margareth langsung mengirim Rp150 juta kepada pemilik tas Hermes yakni Devina. Meskipun kurang, Devita meminta Devina agar segera menyerahkan tas dengan jaminan dirinya sendiri. ”Karena saya percaya Margareth akan melunasi dan Devina percaya sama saya, akhirnya meskipun belum lunas, tas diberikan kepada Margareth,” ujar Devita.
amun, karena tiga bulan Margareth tidak melunasi kekurangannya, Devita memutar otak untuk bisa mengembalikan tas tersebut kepada Devina. Akhirnya disepakati tas dikembalikan dan uang Margareth yang sudah diterima sebesar Rp550 juta dikembalikan hanya Rp500 juta.
Tak terima penarikan tas tersebut, Margareth melaporkan Devina, namun Devina bisa lolos dari jerat hukum, sedangkan Devita yang harus menanggung. ”Saya ini hanya perantara dan dikorbankan oleh orang-orang yang memiliki uang,” tuturnya. Saat dimintai keterangan oleh majelis hakim, Devita memberikan keterangan berbeda dengan berkas dakwaan.
Hakim mengingatkan Devita agar jujur dan tidak memberikan keterangan palsu atau berbelitbelit. Devita juga diminta tidak mengaitkan orang-orang yang tidak berhubungan dengan kasus tersebut. Namun, Devita tampak kesal karena merasa hakim memojokkan dirinya.
Sidang itu sempat terjadi kegaduhan ketika orang tua terdakwa merasa majelis hakim terus menyudutkan terdakwa dengan pertanyaannya. ”Ibu jika membuat gaduh suasana sidang lebih baik keluar atau saya periksa karena mengganggu jalannya persidangan,” kata ketua majelis hakim Budi.
Kuasa hukum Devita, Anda Hakim mengatakan, kliennya adalah korban rekayasa hukum. Salah satu bukti ini rekayasa ketika Devita menandatangani dua kuitansi, di mana satu kuitansi berisi tanda terima uang sebesar Rp400 juta, kemudian satu kuitansi lagi kosong.
Menanggapi tudingan Devita, Margareth menegaskan kasus ini bukan rekayasa hukum. ”Terserah dia mau ngomong apa. Kalau dia benar, tentu tidak akan dihukum,” ujarnya.
Ridwansyah
Sidang kali ini dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa Devita Priska, 25. Dia terpaksa duduk di kursi pesakitan setelah Margareth Vivi melaporkan Devita karena diduga telah melakukan penipuan dan penggelapan tas Hermes. Kasus tersebut terjadi pada Februari 2013.
Sebelum sidang dimulai, Devita mengaku jadi korban rekayasa hukum lantaran dirinya tidak memiliki banyak uang. Dia hanya berperan sebagai perantara pembelian tas Hermes antara Dewi Ayu Dewanti alias Devina dan Margareth Vivi. Menurut pengakuan Devita, Margareth baru membayar Rp400 juta melalui Novela dengan cara mentransfer.
Kemudian, tanpa sepengetahuan dirinya, Margareth langsung mengirim Rp150 juta kepada pemilik tas Hermes yakni Devina. Meskipun kurang, Devita meminta Devina agar segera menyerahkan tas dengan jaminan dirinya sendiri. ”Karena saya percaya Margareth akan melunasi dan Devina percaya sama saya, akhirnya meskipun belum lunas, tas diberikan kepada Margareth,” ujar Devita.
amun, karena tiga bulan Margareth tidak melunasi kekurangannya, Devita memutar otak untuk bisa mengembalikan tas tersebut kepada Devina. Akhirnya disepakati tas dikembalikan dan uang Margareth yang sudah diterima sebesar Rp550 juta dikembalikan hanya Rp500 juta.
Tak terima penarikan tas tersebut, Margareth melaporkan Devina, namun Devina bisa lolos dari jerat hukum, sedangkan Devita yang harus menanggung. ”Saya ini hanya perantara dan dikorbankan oleh orang-orang yang memiliki uang,” tuturnya. Saat dimintai keterangan oleh majelis hakim, Devita memberikan keterangan berbeda dengan berkas dakwaan.
Hakim mengingatkan Devita agar jujur dan tidak memberikan keterangan palsu atau berbelitbelit. Devita juga diminta tidak mengaitkan orang-orang yang tidak berhubungan dengan kasus tersebut. Namun, Devita tampak kesal karena merasa hakim memojokkan dirinya.
Sidang itu sempat terjadi kegaduhan ketika orang tua terdakwa merasa majelis hakim terus menyudutkan terdakwa dengan pertanyaannya. ”Ibu jika membuat gaduh suasana sidang lebih baik keluar atau saya periksa karena mengganggu jalannya persidangan,” kata ketua majelis hakim Budi.
Kuasa hukum Devita, Anda Hakim mengatakan, kliennya adalah korban rekayasa hukum. Salah satu bukti ini rekayasa ketika Devita menandatangani dua kuitansi, di mana satu kuitansi berisi tanda terima uang sebesar Rp400 juta, kemudian satu kuitansi lagi kosong.
Menanggapi tudingan Devita, Margareth menegaskan kasus ini bukan rekayasa hukum. ”Terserah dia mau ngomong apa. Kalau dia benar, tentu tidak akan dihukum,” ujarnya.
Ridwansyah
(ftr)