Geledek Datang, Jamaah pun Bertakbir dan Angkat Tangan
A
A
A
MEKKAH - Peristiwa ambruknya crane di Masjidilharam masih membekas di ingatan Doni Wahidul Akbar, 26, mahasiswa semester akhir Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir yang menjadi petugas haji.
Dia salah satu warga Indonesia yang menjadi saksi sekaligus yang pertama kali mengevakuasi para korban yang berjatuhan dalam tragedi pada Jumat (11/9). Dia tiba di Mekkah pada Kamis (10/9) atau sehari sebelum kejadian. Sehari seusai kedatangan, Doni berniat umrah bersama teman-temannya. Dengan hati mantap dan berpakaian ihram, dia berangkat ke Masjidilharam.
”Saya datang pukul 16.45 waktu Arab Saudi (WAS), kemudian salat asar berjamaah dengan tiga teman saya. Selanjutnya sekitar pukul 17.00 saya ke tempat tawaf. Cuaca masih baik. Jamaah Indonesia banyak yang di pinggir tempat tawaf,” katanya memulai pembicaraan dengan wartawan di Mekkah kemarin.
Saat dia mendekati lampu hijau untuk memulai tawaf, debu mulai muncul. Sekitar 2 menit kemudian angin kencang bertiup kencang dan sekitar pukul 17.10 terjadi hujan. Berselang tiga menit, petir menggelegar. ”Saat terjadi petir, hampir semua jamaah mengangkat tangan dan berteriak Allah Akbar,” tuturnya.
Warga Tanahabang, Jakarta ini menuturkan, hujan deras dan petir tak menyurutkan para jamaah untuk melakukan tawaf. Dengan kain ihram yang basah, mereka khusyuk mengelilingi Kakbah. Doni masih ingat di sekitar lokasi tempat bandul crane jatuh relatif sepi dari jamaah. Posisinya saat itu sekitar 50 meter dari lokasi. ”Lintasan ketiga lurus dengan maqam (tempat berdiri) Nabi Ibrahim masih sepi, tapi ada beberapa jamaah yang di situ,” imbuh dia.
Ternyata belakangan diketahui saat hujan deras disertai debu dan badai crane sudah mulai goyang. Doni dan puluhan ribu jamaah yang berada di dalam area tawaf maupun yang ada di tempat sai tak menyadari bahaya mengancam. Tak lama kemudian crane ambruk disertai suara menggelegar, bruakkk . Lengan katrol yang panjang jatuh menimpa atap bangunan lantai 4 yang sedang dibangun.
Prakkk , atapnya beton jebol sampai ke lantai tiga menimpa jamaah yang sedang melaksanakan sai. Pecahan beton, keramik pun berhamburan menimpa jamaah. Dalam sepersekian detik, korban pun berjatuhan. Peristiwa belum usai karena ternyata bandul di ujung crane terlepas saat lengan crane membentur pinggir atap lantai 4. Bandul jatuh dalam posisi seperti diayunkan.
”Bandulnya sebesar lemari, warnanya merah. Getarannya begitu kuat sampai tembok banyak yang bolong,” ungkapnya. Melihat peristiwa itu, Doni beserta tiga temannya shock . Saat dia menoleh, seorang pria yang berdiri di dekatnya sudah bersimbah darah. Kepalanya terluka.
Seketika, Doni terketuk untuk menyelamatkan jamaah yang terluka. ”Saat saya melangkah, saya melihat korban yang tergeletak di lantai. Kondisinya sudah meninggal. Sepertinya berasal dari negara Eropa bagian timur,” bebernya. (bersambung)
SUNU HASTORO F
Dia salah satu warga Indonesia yang menjadi saksi sekaligus yang pertama kali mengevakuasi para korban yang berjatuhan dalam tragedi pada Jumat (11/9). Dia tiba di Mekkah pada Kamis (10/9) atau sehari sebelum kejadian. Sehari seusai kedatangan, Doni berniat umrah bersama teman-temannya. Dengan hati mantap dan berpakaian ihram, dia berangkat ke Masjidilharam.
”Saya datang pukul 16.45 waktu Arab Saudi (WAS), kemudian salat asar berjamaah dengan tiga teman saya. Selanjutnya sekitar pukul 17.00 saya ke tempat tawaf. Cuaca masih baik. Jamaah Indonesia banyak yang di pinggir tempat tawaf,” katanya memulai pembicaraan dengan wartawan di Mekkah kemarin.
Saat dia mendekati lampu hijau untuk memulai tawaf, debu mulai muncul. Sekitar 2 menit kemudian angin kencang bertiup kencang dan sekitar pukul 17.10 terjadi hujan. Berselang tiga menit, petir menggelegar. ”Saat terjadi petir, hampir semua jamaah mengangkat tangan dan berteriak Allah Akbar,” tuturnya.
Warga Tanahabang, Jakarta ini menuturkan, hujan deras dan petir tak menyurutkan para jamaah untuk melakukan tawaf. Dengan kain ihram yang basah, mereka khusyuk mengelilingi Kakbah. Doni masih ingat di sekitar lokasi tempat bandul crane jatuh relatif sepi dari jamaah. Posisinya saat itu sekitar 50 meter dari lokasi. ”Lintasan ketiga lurus dengan maqam (tempat berdiri) Nabi Ibrahim masih sepi, tapi ada beberapa jamaah yang di situ,” imbuh dia.
Ternyata belakangan diketahui saat hujan deras disertai debu dan badai crane sudah mulai goyang. Doni dan puluhan ribu jamaah yang berada di dalam area tawaf maupun yang ada di tempat sai tak menyadari bahaya mengancam. Tak lama kemudian crane ambruk disertai suara menggelegar, bruakkk . Lengan katrol yang panjang jatuh menimpa atap bangunan lantai 4 yang sedang dibangun.
Prakkk , atapnya beton jebol sampai ke lantai tiga menimpa jamaah yang sedang melaksanakan sai. Pecahan beton, keramik pun berhamburan menimpa jamaah. Dalam sepersekian detik, korban pun berjatuhan. Peristiwa belum usai karena ternyata bandul di ujung crane terlepas saat lengan crane membentur pinggir atap lantai 4. Bandul jatuh dalam posisi seperti diayunkan.
”Bandulnya sebesar lemari, warnanya merah. Getarannya begitu kuat sampai tembok banyak yang bolong,” ungkapnya. Melihat peristiwa itu, Doni beserta tiga temannya shock . Saat dia menoleh, seorang pria yang berdiri di dekatnya sudah bersimbah darah. Kepalanya terluka.
Seketika, Doni terketuk untuk menyelamatkan jamaah yang terluka. ”Saat saya melangkah, saya melihat korban yang tergeletak di lantai. Kondisinya sudah meninggal. Sepertinya berasal dari negara Eropa bagian timur,” bebernya. (bersambung)
SUNU HASTORO F
(ftr)