Target Tidak Terpenuhi Perencanaan Prolegnas Direvisi
A
A
A
JAKARTA - Pencapaian Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dari tahun ke tahun dan dari periode ke periode selalu meleset dari target.
Meski secara kuantitas targetnya sudah diturunkan dan seleksi penyusunan Prolegnas sudah diperketat berdasarkan urgensinya, tetap saja fungsi legislasi DPR dan pemerintah terus kedodoran dan menjadi sasaran kritik publik. Atas kondisi itu, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengusulkan agar dilakukan desain ulang dalam penyusunan Prolegnas, khususnya untuk prioritas per tahun sidang.
”Perdebatan tentang capaian aspek kuantitas ataupun persoalan lemahnya kinerja legislasi tidak semata disebabkan oleh DPR, sudah harus digeser kepada identifikasi paling fundamental penyebab kinerja legislasi selalu bermasalah,” kata Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK Ronald Rofiandri di Jakarta kemarin.
Menurut dia, kebutuhan mendasar dari persoalan Prolegnas adalah desain perencanaan. Karena itu, PSHK mengajak DPR dan pemerintah untuk fokus pada kebutuhan mendesain ulang Prolegnas sebagai instrumen perencanaan legislasi. ”Desain yang selama ini digunakan oleh DPR dan pemerintah justru mengerangkeng dan menempatkan DPR dan pemerintah pada kegagalan kinerja legislasi,” ucapnya.
Untuk mendesain ulang perencanaan Prolegnas, lanjutnya, DPR dalam hal ini Badan Legislasi (Baleg) dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), KementerianKeuangan, danSekretariat Negara harus duduk bersama.
Kepentingannya, untuk menjajaki kemungkinan desain ulang melalui perubahan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dari sisi DPR, lanjutnya, Baleg harus bisa memberikan rekomendasi pada forum Badan Musyawarah (Bamus) dan pimpinan DPR agar RUU yang diprioritaskan untuk dibahas adalah yang sudah masuk dalam tahap pembicaraan tingkat pertama.
Sementara RUU yang masih dalam tahap persiapan bisa dihentikan. Wakil Ketua Baleg DPR Firman Subagyo mengakui target Prolegnas selalu menjadi sorotan publik. Apalagi, pada tahun pertama DPR periode 2014-2019 di bidang legislasi memang kedodoran yang mengakibatkan Baleg mendapat getah buruknya. Padahal, Baleg tidak dalam kapasitas merevisi maupun membahas RUU, melainkan hanya melakukan harmonisasi.
”Prolegnas ini memang menjadi keprihatinan kami dan Baleg yang menerima getahnya. Padahal, sekarang ini seluruh pembahasan UU dan revisi diserahkan kepada komisi,” ungkapnya. Dia pun mengaku dibutuhkan strategi untuk mengatasi capaian target legislasi.
Misalnya, dalam satu kali masa sidang selama satu bulan masa kerja, satu minggu disisihkan khusus untuk pembahasan RUU. ”Kalau dari legislasi yang diprioritaskan harinya, ditetapkan harinya, ini semua komisi-komisi, kemudian juga Baleg diberikan slot, insya Allah itu semua akan tercapai,” ucap Firman.
Strategi lain dengan memberikan kewenangan kepada Baleg untuk membahas RUU. Menurut Firman, dengan anggota Baleg yang berjumlah 74 orang cukup berpengalaman dalam penyusunan dan pembahasan RUU tentu akan sangat membantu dalam pencapaian target Prolegnas. Terkait dengan Prolegnas Prioritas 2016, pihaknya sudah mendapatkan masukan dari berbagai pihak.
Rahmat sahid
Meski secara kuantitas targetnya sudah diturunkan dan seleksi penyusunan Prolegnas sudah diperketat berdasarkan urgensinya, tetap saja fungsi legislasi DPR dan pemerintah terus kedodoran dan menjadi sasaran kritik publik. Atas kondisi itu, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengusulkan agar dilakukan desain ulang dalam penyusunan Prolegnas, khususnya untuk prioritas per tahun sidang.
”Perdebatan tentang capaian aspek kuantitas ataupun persoalan lemahnya kinerja legislasi tidak semata disebabkan oleh DPR, sudah harus digeser kepada identifikasi paling fundamental penyebab kinerja legislasi selalu bermasalah,” kata Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK Ronald Rofiandri di Jakarta kemarin.
Menurut dia, kebutuhan mendasar dari persoalan Prolegnas adalah desain perencanaan. Karena itu, PSHK mengajak DPR dan pemerintah untuk fokus pada kebutuhan mendesain ulang Prolegnas sebagai instrumen perencanaan legislasi. ”Desain yang selama ini digunakan oleh DPR dan pemerintah justru mengerangkeng dan menempatkan DPR dan pemerintah pada kegagalan kinerja legislasi,” ucapnya.
Untuk mendesain ulang perencanaan Prolegnas, lanjutnya, DPR dalam hal ini Badan Legislasi (Baleg) dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), KementerianKeuangan, danSekretariat Negara harus duduk bersama.
Kepentingannya, untuk menjajaki kemungkinan desain ulang melalui perubahan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dari sisi DPR, lanjutnya, Baleg harus bisa memberikan rekomendasi pada forum Badan Musyawarah (Bamus) dan pimpinan DPR agar RUU yang diprioritaskan untuk dibahas adalah yang sudah masuk dalam tahap pembicaraan tingkat pertama.
Sementara RUU yang masih dalam tahap persiapan bisa dihentikan. Wakil Ketua Baleg DPR Firman Subagyo mengakui target Prolegnas selalu menjadi sorotan publik. Apalagi, pada tahun pertama DPR periode 2014-2019 di bidang legislasi memang kedodoran yang mengakibatkan Baleg mendapat getah buruknya. Padahal, Baleg tidak dalam kapasitas merevisi maupun membahas RUU, melainkan hanya melakukan harmonisasi.
”Prolegnas ini memang menjadi keprihatinan kami dan Baleg yang menerima getahnya. Padahal, sekarang ini seluruh pembahasan UU dan revisi diserahkan kepada komisi,” ungkapnya. Dia pun mengaku dibutuhkan strategi untuk mengatasi capaian target legislasi.
Misalnya, dalam satu kali masa sidang selama satu bulan masa kerja, satu minggu disisihkan khusus untuk pembahasan RUU. ”Kalau dari legislasi yang diprioritaskan harinya, ditetapkan harinya, ini semua komisi-komisi, kemudian juga Baleg diberikan slot, insya Allah itu semua akan tercapai,” ucap Firman.
Strategi lain dengan memberikan kewenangan kepada Baleg untuk membahas RUU. Menurut Firman, dengan anggota Baleg yang berjumlah 74 orang cukup berpengalaman dalam penyusunan dan pembahasan RUU tentu akan sangat membantu dalam pencapaian target Prolegnas. Terkait dengan Prolegnas Prioritas 2016, pihaknya sudah mendapatkan masukan dari berbagai pihak.
Rahmat sahid
(ftr)