India Lolos dari Penderitaan Pasar Negara Berkembang

Senin, 14 September 2015 - 10:32 WIB
India Lolos dari Penderitaan Pasar Negara Berkembang
India Lolos dari Penderitaan Pasar Negara Berkembang
A A A
Tiga tahun silam, India terpuruk dalam kelompok lemah negara-negara berkembang dengan kondisi politik yang stagnan dan harus berjuang untuk pertumbuhan ekonomi.

Meski demikian, saat kondisi muram dialami negara-negara berkembang lainnya sekarang, India menikmati momen di bawah sinar matahari yang cerah. Brasil dan Rusia terpuruk dalam resesi dan Afrika Selatan berada di tepi jurang krisis ekonomi akibat merosotnya permintaan bahan mentah. Selain itu, alarm telah berbunyi terkait kekhawatiran terus melambatnya perekonomian China.

India yang dulu pernah disebut bagian yang rusak dari kelompok BRIC, kini menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi paling cepat di G20. Negara itu menorehkan pertumbuhan 7% didorong oleh harga minyak dunia yang murah. ”Jika Anda melihat angka pertumbuhan, India jelas melakukan lebih baik dibandingkan negara-negara lain,” ujar Kunal Kundu, ekonom di Societe Generale, Bangalore, India, kepada kantor berita AFP .

”China dalam kondisi melemah, Brasil dan Rusia bermasalah karena mereka tergantung pada ekspor komoditas. Kita melihat India kini menonjol.” Memang, semua data tidak seluruhnya bagus. Dengan harga minyak yang rendah dan cara baru menghitung pertumbuhan ekonomi semakin memperbaiki data produk domestik bruto (PDB) India, ekspor negara itu masih buruk dan kinerja Bursa Saham Bombay melemah 5% dari tahun lalu.

Para ekonom memperingatkan pertumbuhan ekonomi masih rentan. Berbagai pertanyaan pun muncul terkait rekalkulasi data yang menunjukkan tingkat pertumbuhan India bersaing dengan China. Kendati demikian, saat pasar global terguncang pada musim panas ini hingga membuat dana triliunan dolar menguap akibat perubahan nilai tukar mata uang dan banyak investor meninggalkan negara-negara berkembang, India berhasil selamat tanpa cedera.

”India terlihat seperti oase stabilitas pada momen tersebut. Ini gambaran sangat berbeda dari dua tahun lalu saat India ada di depan semua kekhawatiran,” ujar Mark Williams, kepala ekonom Asia di Capital Economics, London.

Sebelumnya, China terus melaju dua digit, dengan pembangunan jalan raya dan gedung pencakar langit, jalur kereta dan pusat perbelanjaan, negara itu menyerap bahan mentah dalam jumlah besar seperti minyak, batu bara, bijih besi untuk membuat baja dan semen. Kini China sebagai mesin pertumbuhan ekonomi global itu terpuruk dengan membukukan PDB terburuk sejak 1990.

Bahkan, para pengamat menyatakan, fakta sebenarnya mungkin lebih buruk. Saat nafsu makan China berkurang, dampaknya dirasakan Brasil yang sangat bergantung pada penjualan komoditas ke Kerajaan Tengah tersebut dan konsumen besar lainnya.

Harga berbagai komoditas pun anjlok, dengan Indeks Komoditas Bloomberg yang melacak 22 bahan mentah turun ke level terendah dalam 16 tahun pada Agustus lalu. Tidak hanya harganya yang rendah, tidak seorang pun berminat membeli seperti sebelumnya.

”Brasil sangat terpengaruh, melebihi negara-negara berkembang lainnya, khususnya setelah yang terjadi kemarin,” papar Alex Agostini, kepala ekonom di Austin Rating di Sao Paulo, merujuk pada keputusan lembaga pemeringkat Standard & Poor’s memangkas peringkat kredit Brasil menjadi ”junk”.

Kondisi hampir mirip juga dialami Rusia dan Afrika Selatan. ”India dalam posisi jauh lebih baik. Kami tidak memiliki beberapa masalah yang dimiliki negara lain. Tidak hanya itu, kami mungkin menuju percepatan pertumbuhan yang sangat langka sekarang,” ujar Arya Sen dari bank investasi Jefferies di Mumbai, India.

SYARIFUDIN
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6345 seconds (0.1#10.140)