Kegaduhan Kasus Pelindo Dinilai Bersumber dari Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Kegaduhan yang timbul dari pengusutan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan mobile crane di Pelindo II dinilai bersumber dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pakar Komunikasi Politik Lely Aryanie berpendapat, awal kegaduhan itu yakni kemarahan Presiden Jokowi ketika sidak ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu 17 Juni 2015.
Saat itu, Jokowi marah karena tak ada perubahan sejak pertama kali dia datang ke pelabuhan itu terkait waktu tunggu dan bongkar muat barang atau dwelling time.
"Hingar bingar Pelindo itu berawal Pak Jokowi, bapak kedua Pak Ruhut, setelah SBY," kata Lely dalam diskusi polemik SINDO Trijaya Network bertajuk 'Pelindo Dibongkar, Siapa Disasar?' di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (12/9/2015).
Namun, menurut dia, kemarahan Presiden Jokowi saat itu membawa hal positif. Sebab, Bareskrim menindaklanjuti kemarahan Presiden Jokowi itu dengan mengusut dugaan korupsi pengadaan mobil crane.
"Saat itu Pak Presiden Jokowi menyatakan sebentar lagi ada pejabat yang diganti. Setelah Pak Jokowi marah, banyak yang cari panggung," tuturnya.
Kemudian, lanjut dia, kegaduhan itu semakin merajalela ketika Direktur Utama Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino menelepon Kepala Bappenas Sofyan Djalil. Lino menelepon Sofyan karena tak terima kantornya digeledah Bareskrim Polri.
RJ Lino pun meminta agar Sofyan melaporkan mengenai penggeledahan itu kepada Presiden Jokowi. Bahkan, Lino mengancam mundur dari jabatannya, saat menelepon Sofyan.
Lalu, mutasi Komjen Pol Budi Waseso dari Kabareskrim menjadi Kepala BNN dinilai ada dalam rangkaian kegaduhan itu. "Penggeledahan itu tidak heboh jika RJ Lino tidak menelepon (Sofyan Djalil)," katanya.
Selain itu, lanjut dia, wacana DPR membentuk panitia khusus (Pansus) Pelindo II ikut membuat gaduh. "Semua seperti mencari moment sebagai ajang bersih-bersih," ungkapnya.
PILIHAN:
Jokowi Utus Menag Kunjungi Korban Tragedi Masjidilharam
Ruhut: Kalau Tuhan Pakai HP, Mungkin RJ Lino Telepon
Pakar Komunikasi Politik Lely Aryanie berpendapat, awal kegaduhan itu yakni kemarahan Presiden Jokowi ketika sidak ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu 17 Juni 2015.
Saat itu, Jokowi marah karena tak ada perubahan sejak pertama kali dia datang ke pelabuhan itu terkait waktu tunggu dan bongkar muat barang atau dwelling time.
"Hingar bingar Pelindo itu berawal Pak Jokowi, bapak kedua Pak Ruhut, setelah SBY," kata Lely dalam diskusi polemik SINDO Trijaya Network bertajuk 'Pelindo Dibongkar, Siapa Disasar?' di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (12/9/2015).
Namun, menurut dia, kemarahan Presiden Jokowi saat itu membawa hal positif. Sebab, Bareskrim menindaklanjuti kemarahan Presiden Jokowi itu dengan mengusut dugaan korupsi pengadaan mobil crane.
"Saat itu Pak Presiden Jokowi menyatakan sebentar lagi ada pejabat yang diganti. Setelah Pak Jokowi marah, banyak yang cari panggung," tuturnya.
Kemudian, lanjut dia, kegaduhan itu semakin merajalela ketika Direktur Utama Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino menelepon Kepala Bappenas Sofyan Djalil. Lino menelepon Sofyan karena tak terima kantornya digeledah Bareskrim Polri.
RJ Lino pun meminta agar Sofyan melaporkan mengenai penggeledahan itu kepada Presiden Jokowi. Bahkan, Lino mengancam mundur dari jabatannya, saat menelepon Sofyan.
Lalu, mutasi Komjen Pol Budi Waseso dari Kabareskrim menjadi Kepala BNN dinilai ada dalam rangkaian kegaduhan itu. "Penggeledahan itu tidak heboh jika RJ Lino tidak menelepon (Sofyan Djalil)," katanya.
Selain itu, lanjut dia, wacana DPR membentuk panitia khusus (Pansus) Pelindo II ikut membuat gaduh. "Semua seperti mencari moment sebagai ajang bersih-bersih," ungkapnya.
PILIHAN:
Jokowi Utus Menag Kunjungi Korban Tragedi Masjidilharam
Ruhut: Kalau Tuhan Pakai HP, Mungkin RJ Lino Telepon
(kri)