Paket Ekonomi Belum Berpihak ke UMKM

Sabtu, 12 September 2015 - 10:38 WIB
Paket Ekonomi Belum...
Paket Ekonomi Belum Berpihak ke UMKM
A A A
JAKARTA - Kalangan pelaku usaha menilai paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah, Rabu lalu (9/9), belum berpihak ke usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Mereka berharap kepentingan UMKM bisa lebih diakomodasi pada paket kebijakan berikutnya.

Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Nita Yudi menilai paket kebijakan ekonomi tahap I secara umum baik untuk membangkitkan semangat di tengah kondisi perekonomian yang tengah lesu. Namun dia menyayangkan kurangnya keberpihakan terhadap UMKM.

Dia mencontohkan pemangkasan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 22% menjadi 12% yang belum sesuai dengan harapan pelaku UMKM. ”Kami berharap bukan dua digit, tapi satu digit. Kalau bisa 6%,” ujarnya saat berkunjung ke Gedung SINDO di Jakarta kemarin. Nita berharap paket kebijakan ekonomi tahap II bisa mengakomodasikepentinganUMKM dengan lebih baik.

Selain penurunan bunga KUR, Iwapi juga meminta pajak UMKM yang besarnya 1% tidak dihitung dari omzet penjualan, melainkan dari laba. Selain itu diperlukan kemudahan dan penyederhanaan izin bagi UMKM seperti mengenai domisili dan izin usaha. ”Kami sangat tidak familierdengan paperwork yang sebanyak itu. Kami juga minta dukungan terutama untuk perempuan pelaku UMKM yang siap ekspor agar paperwork-nya juga disederhanakan,” tandasnya.

Presiden Jokowi, Rabu (9/9), mengumumkan paket kebijakan ekonomi sebagai upaya mendorong perekonomian nasional. Paket Kebijakan Tahap I September 2015 itu mencakup upaya mendorong daya saing industri nasional, percepatan proyek strategis nasional, dan meningkatkan investasi di sektor properti.

Saat mengumumkan paket kebijakan tersebut, Presiden juga menyampaikan langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk melindungi masyarakat dan menggerakkan ekonomi perdesaan. Langkah dimaksud di antaranya memberdayakan UMKM melalui penyaluran KUR dengan suku bunga 12%, turun dibandingkan sebelumnya yang 22-23%. Sementara itu ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi menuturkan, para pelaku pasar menanti langkah konkret dan realisasi dari paket kebijakan ekonomi.

”Mungkin ada beberapa reaksi positif secara spontan di pasar, tetapi pemerintah harus menunjukkan benar-benar dapat melakukan perubahan di mana tahap implementasi selama ini kerap menjadi masalah,” ujarnya. Dia menuturkan, prioritas otoritas moneter harus bertujuan memperbaiki nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Prioritas ini menjadi kunci untuk mengangkat kepercayaan dunia usaha demi memulihkan daya ekspansinya.

”Beradaptasi dengan fase normal baru akan sulit jika nilai tukar rupiah terus bergejolak. Ini juga menyebabkan pertumbuhan investasi bisa melambat,” kata dia. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan pemerintah akan mempercepat proses administrasi deregulasi peraturan yang termasuk dalam paket kebijakan ekonomi dengan membuka posko di Kantor Menko Perekonomian.

”Ini pekerjaan luar biasa, kami bicarakan bagaimana merancang mekanisme luar biasa agar cepat. Maka Kemenko Perekonomian jadi posko, jadi lalu lintas drafting UU,” ujar Pratikno. Pratikno menyebutkan posko tersebut akan memudahkan tiap pejabat eselon satu kementerian terkait untuk saling berkoordinasi dalam melakukan proses administrasi deregulasi peraturan yang memakan waktu lama.

Dengan demikian, proses administrasi dari deregulasi peraturan akan selesai bersamaan dan sesuai dengan komitmen pemerintah untuk membenahi berbagai masalah yang masih menghambat kinerja perekonomian. Menko Perekonomian Darmin Nasution mengakui berbagai deregulasi yang masuk dalam paket kebijakan memang tidak serta-merta langsung bisa diimplementasikan. Ini lantaran draf peraturan tersebut paling cepat baru bisa diselesaikan akhir September atau awal Oktober.

Dia mencontohkan, deregulasi soal pengembangan kawasan industri yang formatnya masuk dalam draf peraturan pemerintah tentang sarana penunjang pengembangan industri di kawasan industri. Peraturan tersebut paling cepat diselesaikan pada pekan kedua bulan ini atau sekitar 19 September 2015. ”Kenapa? Karena kan Presiden hari ini berangkat ke Timur Tengah dan baru kembali 15 September. Jadi kira-kira ditambah tiga hari, dengan demikian peraturan pemerintah dan peraturan presidennya baru rampung pada 19 September,” ungkapnya.

Saat ini draf peraturan tersebut sebagian ada yang sudah masuk di Kantor Sekretariat Negara ataupun di Kemenkumham. Implementasi serta pemantauan pelaksanaannya baru bisa dilakukan pada pekan ketiga September 2015. Di bagian lain, Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong menyatakan paket deregulasi ekspor-impor di Kemendag dipercepat untuk meningkatkan daya saing di sektor industri dan membuka peluang bisnis yang lebih luas.

Paket deregulasi diharapkan menciptakan efisiensi rantai pasok sehingga akan menyelesaikan kelangkaan barang di berbagai daerah, menurunkan disparitas harga barang dan menurunkan inflasi, serta akan membuka peluang kerja yang lebih banyak.

”Paket deregulasi dan debirokratisasi Kementerian Perdagangan meliputi ekspor dan impor dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing di sektor industri yang mencakup pengadaan impor bahan baku untuk keperluan industri dan kelancaran arus barang serta membuka peluang bisnis yang lebih luas,” ujar Mendag.

Inda susanti/ oktiani endarwati/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7626 seconds (0.1#10.140)