Panglima TNI Perintahkan Usir Pesawat Singapura

Jum'at, 11 September 2015 - 10:56 WIB
Panglima TNI Perintahkan...
Panglima TNI Perintahkan Usir Pesawat Singapura
A A A
JAKARTA - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memerintahkan TNI Angkatan Udara (AU) untuk mengusir pesawat tempur Singapura yang melanggar batas wilayah udara Indonesia.

Pernyataan Panglima TNI ini dilontarkan atas keluhan Komandan Landasan Udara (Danlanud) Tanjung Pinang Letkol Pnb I Ketut Wahyu Sanjaya. Sebelumnya, I Ketut mengaku pesawat militer milik Singapura kerap masuk ke wilayah Indonesia.

Menurut I Ketut, banyaknya pelanggaran batas wilayah udara oleh Singapura itu tidak lepas dari perjanjian antara Indonesia-Singapura pada 1995 silam mengenai military training area (MTA). MTA 1 ada di atas Sumatera, sedangkan MTA 2 di utara Pulau Bintan. Jadi karena Singapura tidak memiliki ruang udara, ungkap I Ketut, mereka tanda tangani perjanjian itu. Namun dalam lima tahun berjalan lebih banyak merugikan Indonesia sehingga pada 2000 tidak diperpanjang.

Meski sudah tidak diperpanjang, kata Ketut, Singapura tetap berusaha memperpanjang bahkan menyatakan daerah tersebut berbahaya. Panglima pun mengaku pada 1995 pemerintah memang memberikan kewenangan kepada Singapura dalam mengendalikan flight information region (FIR) yang berkaitan dengan operasional navigasi dan keselamatan. Hal ini juga diperbolehkan dan diatur dalam Annex 11.

”Itu (FIR) diminta kapan pun bisa. Tapi untuk mempersiapkan semuanya (fasilitas) kita membutuhkan waktu 2-3 tahun kemudian dan Singapura pasti memberikannya,” ungkap Gatot di Jakarta kemarin. Pada 2007, lanjut Gatot, MTA ditandatangani. Namun masa perjanjian ini sudah berakhir dan digantikan dengan defence cooperation agreement (DCA).

Dalam DCA itu, ujarnya, wilayah udara di Kepulauan Riau dan sekitar Kalimantan Utara dibagi-bagi berdasarkan wilayah, yaitu Alpha 1, Alpha 2, dan Bravo. Kesepakatan itu pada 2009 sudah ditandatangani menteri pertahanan pada saat itu. Namun peraturannya menyatakan bahwa perjanjian internasional itu harus diratifikasi oleh DPR. Terkait dengan hal ini, DPR belum meratifikasi atau tidak setuju sehingga perjanjian itu belum berlaku.

”Tapi sebagian menara Singapura sudah merasa itu daerah dia, kadang-kadang kita lewat diingatkan ini adalah wilayah DCA, tidak boleh lewat. Karena saya tahu aturan ini, saya tekankan pada TNI AU bahwa itu benar-benar wilayah dan kedaulatan kita,” tandasnya. Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu menegaskan, tindakan Singapura yang memberi peringatan tersebut tidak melanggar, tetapi hanya mengingatkan bahwa itu merupakan wilayah DCA.

Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Dwi Badarmanto mengungkapkan, maraknya pesawat tempur Singapura yang terbang di wilayah Kepulauan Riau disebabkan kurangnya komunikasi dan diplomasi yang lemah dengan pihak otoritas militer Singapura.

”Harusnya diplomasi kita juga kuat untuk bisa mengatakan perjanjian itu belum sah,” ujarnya. Lantaran belum diratifikasi DPR, perjanjian DCA itu belum berlaku sepenuhnya.

Sucipto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6179 seconds (0.1#10.140)