Kapolsek Kuta Jadi Tersangka
A
A
A
DENPASAR - Kapolsek Kuta Kompol Ida Bagus Dedy Januarta ditetapkan sebagai tersangka bersama tujuh anggotanya dalam kasus dugaan pemerasan rombongan wisatawan Australia saat berlibur di Bali beberapa waktu lalu.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Hery Wiyanto mengatakan, delapan personel tersebut kini menunggu persidangan untuk menentukan sanksi yang akan dikenakan. ”Kita tunggu saja hasil sidang nanti,” katanya di Denpasar, Bali, kemarin. Hery menjelaskan, dalam pemeriksaan tim yang terdiri dari Propam, Reserse, dan Intelijen, Kapolsek Kuta, dan tujuh anggotanya mengakui telah menerima uang dari rombongan turis Negeri Kanguru itu.
Namun, mengenai jumlahnya, Hery mengaku ada di kisaran Rp20 juta. Jumlah yang diterima setiap anggota nilainya variatif, termasuk yang diterima Kapolsek. Menurut Hery, meski ikut menerima uang, kemungkinan Kapolsek hanya menjadi korban ulah anak buahnya. Apalagi, Kapolsek saat itu baru menjabat sekitar empat hari. ”Tapi dia tetap kena karena ikut menerima,” tandasnya.
Sementara itu, inisiator dari kasus itu adalah Kanit Reskrim Polsek Kuta AKP Dewa Tagel Wijasa. ”Dia untuk sementara sudah kami non-job -kan sambil menunggu proses sidang digelar,” tegas Hery. Pekan lalu, kedelapan polisi yang berstatus terperiksa itu juga telah dijemur saat apel pagi di halaman Polda Bali. Hal itu juga sebagai peringatan kepada anggota lain agar mereka tidak melakukan pelanggaran saat bertugas.
”(Hukuman ) ini diterapkan agar anggota lain tahu bahwa mereka telah melakukan pelanggaran. Biar mereka malu,” beber Hery. Sebelum itu, Kapolsek Dedy membantah anggotanya telah melakukan pemerasan. Bahkan, dia bahkan menunjukkan surat pernyataan yang dibuat para turis Australia tersebut lengkap dengan tanda tangan di atas meterai. ”Di surat itu mereka menyatakan tidak membayar apa pun kepada polisi. Mereka juga minta maaf atas kejadian itu,” kata Dedy.
Dugaan pemerasan yang menimpa rombongan wisatawan Australia itu sebenarnya sudah cukup lama, tepatnya Februari lalu. Kasus itu baru mencuat ke publik pada Juni lalu setelah muncul pemberitaan media-media di Australia, kemudian disusul permintaan klarifikasi dari Kedutaan Besar Indonesia di Negeri Kanguru kepada Polda Bali, Agustus lalu. Kasus itu berawal saat rombongan turis Australia itu menggelar pesta tarian telanjang dengan menyewa tempat sebuah kafe di kawasan Seminyak, Kuta.
Polisi yang menerima laporan itu lalu mendatangi lokasi dan kemudian membawa bule-bule tersebut ke Polsek Kuta untuk diperiksa. Dugaan pemerasan uang senilai 250.000 dolar Australia pun muncul dalam proses hukum tersebut. Hery menambahkan, untuk menentukan derajat kesalahan, setiap anggota harus menunggu hasil sidang. ”Yang pasti, Polda Bali akan bertindak tegas dalam kasus ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wakapolda Bali Brigjen Pol Nyoman Suryasta juga menyatakan bahwa hasil penyelidikan kasus pemerasan turis asing yang membikin malu institusinya itu juga telah disampaikan kepada Kapolri. Menurutnya, kasus tersebut sudah merusak citra institusi, khususnya Polda Bali.
Miftahul chusna
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Hery Wiyanto mengatakan, delapan personel tersebut kini menunggu persidangan untuk menentukan sanksi yang akan dikenakan. ”Kita tunggu saja hasil sidang nanti,” katanya di Denpasar, Bali, kemarin. Hery menjelaskan, dalam pemeriksaan tim yang terdiri dari Propam, Reserse, dan Intelijen, Kapolsek Kuta, dan tujuh anggotanya mengakui telah menerima uang dari rombongan turis Negeri Kanguru itu.
Namun, mengenai jumlahnya, Hery mengaku ada di kisaran Rp20 juta. Jumlah yang diterima setiap anggota nilainya variatif, termasuk yang diterima Kapolsek. Menurut Hery, meski ikut menerima uang, kemungkinan Kapolsek hanya menjadi korban ulah anak buahnya. Apalagi, Kapolsek saat itu baru menjabat sekitar empat hari. ”Tapi dia tetap kena karena ikut menerima,” tandasnya.
Sementara itu, inisiator dari kasus itu adalah Kanit Reskrim Polsek Kuta AKP Dewa Tagel Wijasa. ”Dia untuk sementara sudah kami non-job -kan sambil menunggu proses sidang digelar,” tegas Hery. Pekan lalu, kedelapan polisi yang berstatus terperiksa itu juga telah dijemur saat apel pagi di halaman Polda Bali. Hal itu juga sebagai peringatan kepada anggota lain agar mereka tidak melakukan pelanggaran saat bertugas.
”(Hukuman ) ini diterapkan agar anggota lain tahu bahwa mereka telah melakukan pelanggaran. Biar mereka malu,” beber Hery. Sebelum itu, Kapolsek Dedy membantah anggotanya telah melakukan pemerasan. Bahkan, dia bahkan menunjukkan surat pernyataan yang dibuat para turis Australia tersebut lengkap dengan tanda tangan di atas meterai. ”Di surat itu mereka menyatakan tidak membayar apa pun kepada polisi. Mereka juga minta maaf atas kejadian itu,” kata Dedy.
Dugaan pemerasan yang menimpa rombongan wisatawan Australia itu sebenarnya sudah cukup lama, tepatnya Februari lalu. Kasus itu baru mencuat ke publik pada Juni lalu setelah muncul pemberitaan media-media di Australia, kemudian disusul permintaan klarifikasi dari Kedutaan Besar Indonesia di Negeri Kanguru kepada Polda Bali, Agustus lalu. Kasus itu berawal saat rombongan turis Australia itu menggelar pesta tarian telanjang dengan menyewa tempat sebuah kafe di kawasan Seminyak, Kuta.
Polisi yang menerima laporan itu lalu mendatangi lokasi dan kemudian membawa bule-bule tersebut ke Polsek Kuta untuk diperiksa. Dugaan pemerasan uang senilai 250.000 dolar Australia pun muncul dalam proses hukum tersebut. Hery menambahkan, untuk menentukan derajat kesalahan, setiap anggota harus menunggu hasil sidang. ”Yang pasti, Polda Bali akan bertindak tegas dalam kasus ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wakapolda Bali Brigjen Pol Nyoman Suryasta juga menyatakan bahwa hasil penyelidikan kasus pemerasan turis asing yang membikin malu institusinya itu juga telah disampaikan kepada Kapolri. Menurutnya, kasus tersebut sudah merusak citra institusi, khususnya Polda Bali.
Miftahul chusna
(ars)