Dana Desa Macet di Kabupaten/Kota
A
A
A
JAKARTA - Sebagian dana desa terhenti di tingkat kabupaten/ kota sehingga belum sampai ke desa yang berhak menerimanya. Akibatnya, program pemerintah untuk percepatan pembangunan pun terkendala.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes) Marwan Jafar mengungkapkan, problem penyaluran dana desa bukan di pusat lagi, melainkan sudah di daerah. Pihaknya sudah berulang kali berkoordinasi dan melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk memastikan pendistribusian dana desa.
“Dana Desa itu dari pusat sudah 100% sampai ke kabupaten/ kota. Sekarang problemnya dari kabupaten/kota ke desa-desa. Kami sudah ubekubek, bahkan pekan ini akan ada lagi pertemuan nasional lagi. Mereka ini tim verifikasinya terlalu berbelit-belit sehingga tidak segera disalurkan,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Rumitnya aturan ini membuat Mendes sedang melakukan harmonisasi untuk penyederhanaan, di antaranya membuat surat keputusan bersama (SKB) antara menteri keuangan (menkeu), mendes, danmenteridalam negeri (mendagri). SKB itu juga dalam rangka memperpendek birokrasi di desa-desa itu mengingat penyaluran dana itu merupakan yang pertama.
Menurut dia, tidakmudahmengurusdesadesa di seluruh Indonesia yang berjumlah 74.093 desa. Jika desa diminta membuat RPJMNDes, RKPDes, APBDes, pasti akan lama dan tidak selesai- selesai sehingga pihaknya mendorong agar lebih sederhana. “Kita buat satu lembar saja. Saya sudah sosialisasikan saat kunjungan ke daerah sejak pekan kemarin,” tukasnya.
Bagi Marwan, yang penting penggunaan dana desa bisa dipertanggungjawabkan. Adapun isi SKB tentang penanganan penyaluran sekaligus prioritas penggunaan dana desa. Masing-masing menteri sudah punya peraturan menteri, namun perlu disederhanakan. Dia berharap dalam pekan ini dana desa dapat tersalur hingga desa100%.“KalaudiJawarelatif terkontrol, di luar Jawa yang agak lambat,” pungkasnya.
Diduga Sengaja Diperlambat
Dana desa dinilai rawan dipolitisasi menjelang pilkada serentak Desember mendatang. Apalagi, dana desa merupakan salah satu pos anggaran yang hingga kini penyerapannya rendah. “Hal tersebut sangat mungkin digunakan oleh petahana untuk memperoleh dukungan. Makanya ditahan-tahan,” ujar sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito kemarin.
Dia mengatakan, pemanfaatan anggaran untuk kepentingan memperoleh dukungan merupakan pola yang sudah lama dilakukan. Sebelum adanya dana desa dari APBN, elite daerah sering memolitisasi alokasi dana desa (ADD) yang berasal dari APBD. Sebenarnya adanya anggaran desa yang bersumber dari APBN untuk meminimalisasi politisasi tersebut, sebab daerah hanya menyalurkan.
“Semangat undang-undang yang baru kan untuk mengurangi itu, karena uang negara langsung ke desa. Bukan seperti ADD yang tergantung kepala daerah,” bebernya. Dia mendesak pemerintah pusat memberikan sanksi bagi daerah yang sengaja menundanunda penyaluran. Terlambatnya anggaran karena kapasitas aparat desa dalam membuat regulasi harus diselesaikan.
Benar jika disebut bahwa ada desa yang belum siap. Nah, tugas mendagri, menteri desa, dan menkeu untuk mempersiapkannya. Menanggapi adanya dugaan politisasi, Mendagri Tjahjo Kumolo menilai terhambatnya pencairan dana desa lebih karena kehati-hatian kepala daerah semata. “Saya berpikir positif. Kepala daerah memang memiliki kepentingan politik, tapi semata-mata ini faktor kehati-hatian,” katanya.
Di samping itu, ada kepala daerah yang kurang mengerti tentang UU Desa. Terbukti ada satu kepala daerah yang mengembalikan dana desa, yakni wali kota Batu, Jawa Timur. Alasannya, takut terjerat masalah hukum. Menurut politikus PDIP ini, penolakan tersebut telah melanggar UU karena dana itu merupakan hak masyarakat desa. Tjahjo mengungkapkan telah melakukan rapat bersama menkeu dan mendes untuk mencari penyebab lambatnya penyaluran dana desa.
Dari rapat tersebut disepakati adanya surat bersama untuk percepatan penyaluran anggaran desa. Dana desa hanya difokuskan untuk pembangunaninfrastruktur, irigasi, dan sosial kemasyarakatan.
Dita angga/ant
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes) Marwan Jafar mengungkapkan, problem penyaluran dana desa bukan di pusat lagi, melainkan sudah di daerah. Pihaknya sudah berulang kali berkoordinasi dan melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk memastikan pendistribusian dana desa.
“Dana Desa itu dari pusat sudah 100% sampai ke kabupaten/ kota. Sekarang problemnya dari kabupaten/kota ke desa-desa. Kami sudah ubekubek, bahkan pekan ini akan ada lagi pertemuan nasional lagi. Mereka ini tim verifikasinya terlalu berbelit-belit sehingga tidak segera disalurkan,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Rumitnya aturan ini membuat Mendes sedang melakukan harmonisasi untuk penyederhanaan, di antaranya membuat surat keputusan bersama (SKB) antara menteri keuangan (menkeu), mendes, danmenteridalam negeri (mendagri). SKB itu juga dalam rangka memperpendek birokrasi di desa-desa itu mengingat penyaluran dana itu merupakan yang pertama.
Menurut dia, tidakmudahmengurusdesadesa di seluruh Indonesia yang berjumlah 74.093 desa. Jika desa diminta membuat RPJMNDes, RKPDes, APBDes, pasti akan lama dan tidak selesai- selesai sehingga pihaknya mendorong agar lebih sederhana. “Kita buat satu lembar saja. Saya sudah sosialisasikan saat kunjungan ke daerah sejak pekan kemarin,” tukasnya.
Bagi Marwan, yang penting penggunaan dana desa bisa dipertanggungjawabkan. Adapun isi SKB tentang penanganan penyaluran sekaligus prioritas penggunaan dana desa. Masing-masing menteri sudah punya peraturan menteri, namun perlu disederhanakan. Dia berharap dalam pekan ini dana desa dapat tersalur hingga desa100%.“KalaudiJawarelatif terkontrol, di luar Jawa yang agak lambat,” pungkasnya.
Diduga Sengaja Diperlambat
Dana desa dinilai rawan dipolitisasi menjelang pilkada serentak Desember mendatang. Apalagi, dana desa merupakan salah satu pos anggaran yang hingga kini penyerapannya rendah. “Hal tersebut sangat mungkin digunakan oleh petahana untuk memperoleh dukungan. Makanya ditahan-tahan,” ujar sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito kemarin.
Dia mengatakan, pemanfaatan anggaran untuk kepentingan memperoleh dukungan merupakan pola yang sudah lama dilakukan. Sebelum adanya dana desa dari APBN, elite daerah sering memolitisasi alokasi dana desa (ADD) yang berasal dari APBD. Sebenarnya adanya anggaran desa yang bersumber dari APBN untuk meminimalisasi politisasi tersebut, sebab daerah hanya menyalurkan.
“Semangat undang-undang yang baru kan untuk mengurangi itu, karena uang negara langsung ke desa. Bukan seperti ADD yang tergantung kepala daerah,” bebernya. Dia mendesak pemerintah pusat memberikan sanksi bagi daerah yang sengaja menundanunda penyaluran. Terlambatnya anggaran karena kapasitas aparat desa dalam membuat regulasi harus diselesaikan.
Benar jika disebut bahwa ada desa yang belum siap. Nah, tugas mendagri, menteri desa, dan menkeu untuk mempersiapkannya. Menanggapi adanya dugaan politisasi, Mendagri Tjahjo Kumolo menilai terhambatnya pencairan dana desa lebih karena kehati-hatian kepala daerah semata. “Saya berpikir positif. Kepala daerah memang memiliki kepentingan politik, tapi semata-mata ini faktor kehati-hatian,” katanya.
Di samping itu, ada kepala daerah yang kurang mengerti tentang UU Desa. Terbukti ada satu kepala daerah yang mengembalikan dana desa, yakni wali kota Batu, Jawa Timur. Alasannya, takut terjerat masalah hukum. Menurut politikus PDIP ini, penolakan tersebut telah melanggar UU karena dana itu merupakan hak masyarakat desa. Tjahjo mengungkapkan telah melakukan rapat bersama menkeu dan mendes untuk mencari penyebab lambatnya penyaluran dana desa.
Dari rapat tersebut disepakati adanya surat bersama untuk percepatan penyaluran anggaran desa. Dana desa hanya difokuskan untuk pembangunaninfrastruktur, irigasi, dan sosial kemasyarakatan.
Dita angga/ant
(ars)