Menhan Tunda Pembuatan Pesawat Tempur KFX/IFX dengan Korsel
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu memutuskan untuk menunda kerja sama pembuatan pesawat tempur KFX/IFX antara Indonesia dengan Korea Selatan.
"Oh ya itu tidak prioritas, itu kita tunda dulu, kapal selam kan sudah dibuat. Mungkin duitnya bisa untuk yang lain-lain. Kitakan bisa geser yang nggak perlu, kita tunda untuk beli yang lain," ujarnya saat mengunjungi Ksatrian Kopaska, Pondok Dayung, Jakarta Utara, Selasa (7/9/2015).
Meski tidak prioritas, namun Ryamizard berharap ke depan Indonesia harus bisa membeli pesawat sendiri. "Jadi bukan batal, tapi ditunda. Kan banyak kegiatan, banyak yang lebih penting. Kalau pesawat terbang kan nggak terlalu penting, kita bisa beli sewaktu-waktu, bisa diundurlah. Tapi kemudian hari kita harus bisa buat pesawat. Masak kita beli terus," jelasnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini menepis anggapan penundaan tersebut karena kebijakan dan kondisi politik di Negeri Ginseng tersebut. "Oh enggak, bukan. Ya itu ditunda. Sementara uang yang ada kita gunakan untuk prioritas seperti sekarang ini (pengadaan alutsista) yang kecil-kecil," katanya.
Ryamizard menambahkan, ketersediaan anggaran itu nantinya digeser ke pengadaan dan perbaikan alutsista yang lain, seperti pengadaan senjata ataupun alat-alat selam yang dimiliki Pasukan Komando Pasukan Katak (Kopaska). Berbeda dengan pesawat tempur yang bisa menghabiskan dana yang cukup besar, untuk pengadaan senjata dapat dilakukan dengan dana yang lebih sedikit.
"Kan ditunda. Jadi tidak hilang, hanya ditunda. Sementara uang yang ada saat ini bisa digunakan untuk prioritas yang lain," ucap Ryamizard.
Seperti diketahui, dalam proyek kerja sama ini, Indonesia telah mengucurkan dana sebesar Rp600 miliar rupiah untuk kepentingan riset dan pengembangan awal pesawat tempur yang disebut-sebut berada di generasi 4,5 atau levelnya berada di atas pesawat tempur F-16 buatan Amerika Serikat.
Senada, Direktur Jenderal Rencana Pertahanan (Dirjen Renhan) Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Marsekal Muda M Syaugi mengatakan, penundaan pembuatan pesawat tempur tersebut karena dinilai belum prioritas. Sehingga anggaran yang ada akan dialokasikan untuk pengadaan alutsista yang lain.
"Itu anggaran dalam rangka program sharing antara Indonesia dengan Korea dalam rangka pengadaan, KFX/IFX karena tadi beliau bilang ditunda, belum penting sekarang sehingga itu (anggaran) digunakan untuk peralatan-peralatan apa yang diperlukan, nah itu yang akan diadakan," ujarnya.
Syaugi menjelaskan, dalam berbagai kunjungannya ke tiga matra baik Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU), Menhan menemukan banyak alutsista yang perlu diperbaiki dan diganti.
"Banyak peralatan-peralatan senapan, alat-alat intelijen, yang begitu-begitu (rusak dan perlu diperbaiki), Nah, itu akan didukung dengan anggaran itu," katanya.
Karenanya, Syaugi menyangkal, bila penundaan tersebut karena Korea Selatan enggan melanjutkan kerja sama dengan Indonesia terkait dengan transfer of technology (TOT). "Bukan enggak mau bagi, tadikan sudah disampaikan sama beliau (Ryamizard), itu ditunda karena situasi belum terlalu penting, sehingga dialihkan ke hal-hal yang urgen, makanya beliau meninjau terus dari AD, AU, AL seperti itu," paparnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dalam kunjungannya ke Korea Selatan, menyatakan bila pembuatan pesawat tempur generasi 4,5 itu ditunda. Dalam proyek kerjasama ini, Indonesia telah mengucurkan dana sebesar Rp600 miliar untuk kepentingan riset dan pengembangan pesawat tempur tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya mempertanyakan alasan penundaan, mengingat Indonesia sudah menanamkan investasi dalam kerja sama tersebut. Mengirimkan pilot untuk dan ahli untuk kerja sama tersebut.
"Kita belum bahas dengan Menhan. Sepanjang sepengetahuan saya masih kerja sama pesawat tempur dan kapal selam," paparnya.
Menurut Tantowi, bila ingin dialihkan sebaiknya ke matra laut dan udara bukan ke darat, sebab pemerintah saat ini tengah fokus pada pengembangan dan pengamanan di laut, dalam rangka mewujudkan program Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
"Oh ya itu tidak prioritas, itu kita tunda dulu, kapal selam kan sudah dibuat. Mungkin duitnya bisa untuk yang lain-lain. Kitakan bisa geser yang nggak perlu, kita tunda untuk beli yang lain," ujarnya saat mengunjungi Ksatrian Kopaska, Pondok Dayung, Jakarta Utara, Selasa (7/9/2015).
Meski tidak prioritas, namun Ryamizard berharap ke depan Indonesia harus bisa membeli pesawat sendiri. "Jadi bukan batal, tapi ditunda. Kan banyak kegiatan, banyak yang lebih penting. Kalau pesawat terbang kan nggak terlalu penting, kita bisa beli sewaktu-waktu, bisa diundurlah. Tapi kemudian hari kita harus bisa buat pesawat. Masak kita beli terus," jelasnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini menepis anggapan penundaan tersebut karena kebijakan dan kondisi politik di Negeri Ginseng tersebut. "Oh enggak, bukan. Ya itu ditunda. Sementara uang yang ada kita gunakan untuk prioritas seperti sekarang ini (pengadaan alutsista) yang kecil-kecil," katanya.
Ryamizard menambahkan, ketersediaan anggaran itu nantinya digeser ke pengadaan dan perbaikan alutsista yang lain, seperti pengadaan senjata ataupun alat-alat selam yang dimiliki Pasukan Komando Pasukan Katak (Kopaska). Berbeda dengan pesawat tempur yang bisa menghabiskan dana yang cukup besar, untuk pengadaan senjata dapat dilakukan dengan dana yang lebih sedikit.
"Kan ditunda. Jadi tidak hilang, hanya ditunda. Sementara uang yang ada saat ini bisa digunakan untuk prioritas yang lain," ucap Ryamizard.
Seperti diketahui, dalam proyek kerja sama ini, Indonesia telah mengucurkan dana sebesar Rp600 miliar rupiah untuk kepentingan riset dan pengembangan awal pesawat tempur yang disebut-sebut berada di generasi 4,5 atau levelnya berada di atas pesawat tempur F-16 buatan Amerika Serikat.
Senada, Direktur Jenderal Rencana Pertahanan (Dirjen Renhan) Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Marsekal Muda M Syaugi mengatakan, penundaan pembuatan pesawat tempur tersebut karena dinilai belum prioritas. Sehingga anggaran yang ada akan dialokasikan untuk pengadaan alutsista yang lain.
"Itu anggaran dalam rangka program sharing antara Indonesia dengan Korea dalam rangka pengadaan, KFX/IFX karena tadi beliau bilang ditunda, belum penting sekarang sehingga itu (anggaran) digunakan untuk peralatan-peralatan apa yang diperlukan, nah itu yang akan diadakan," ujarnya.
Syaugi menjelaskan, dalam berbagai kunjungannya ke tiga matra baik Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU), Menhan menemukan banyak alutsista yang perlu diperbaiki dan diganti.
"Banyak peralatan-peralatan senapan, alat-alat intelijen, yang begitu-begitu (rusak dan perlu diperbaiki), Nah, itu akan didukung dengan anggaran itu," katanya.
Karenanya, Syaugi menyangkal, bila penundaan tersebut karena Korea Selatan enggan melanjutkan kerja sama dengan Indonesia terkait dengan transfer of technology (TOT). "Bukan enggak mau bagi, tadikan sudah disampaikan sama beliau (Ryamizard), itu ditunda karena situasi belum terlalu penting, sehingga dialihkan ke hal-hal yang urgen, makanya beliau meninjau terus dari AD, AU, AL seperti itu," paparnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dalam kunjungannya ke Korea Selatan, menyatakan bila pembuatan pesawat tempur generasi 4,5 itu ditunda. Dalam proyek kerjasama ini, Indonesia telah mengucurkan dana sebesar Rp600 miliar untuk kepentingan riset dan pengembangan pesawat tempur tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya mempertanyakan alasan penundaan, mengingat Indonesia sudah menanamkan investasi dalam kerja sama tersebut. Mengirimkan pilot untuk dan ahli untuk kerja sama tersebut.
"Kita belum bahas dengan Menhan. Sepanjang sepengetahuan saya masih kerja sama pesawat tempur dan kapal selam," paparnya.
Menurut Tantowi, bila ingin dialihkan sebaiknya ke matra laut dan udara bukan ke darat, sebab pemerintah saat ini tengah fokus pada pengembangan dan pengamanan di laut, dalam rangka mewujudkan program Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
(kri)