Belanja Pemerintah Harus Dipercepat

Kamis, 03 September 2015 - 09:18 WIB
Belanja Pemerintah Harus Dipercepat
Belanja Pemerintah Harus Dipercepat
A A A
JAKARTA - Pemerintah didesak segera merealisasi penyerapan anggaran untuk menstimulasi perekonomian nasional yang melambat. Percepatan itu juga sebagai salah satu langkah mencegah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sejauh ini telah menimpa lebih dari 26.000 pekerja.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati memperkirakan angka PHK yang dirilis pemerintah tidak mencerminkan situasi sebenarnya karena hanya berdasarkan pada laporan perusahaan formal. ”Yang tidak melapor pasti lebih banyak lagi. Perusahaanperusahaan kecil biasanya lebih banyak (pekerja terkena PHK),” ujarnya di Jakarta kemarin.

Dia mengingatkan, meningkatnya jumlah pekerja yang dirumahkan seharusnya menjadi peringatan dini bagi pemerintah agar tidak menganggap kondisi sekarang ini baik-baik saja. Merujuk data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah PHK mencapai 26.000 pekerja dari potensi 30.000 pekerja. Namun serikat pekerja memaparkan, potensi PHK mencapai 100.000 pekerja.

”Pemerintah harus mengoptimalisasi penyerapan tenaga kerja dari berbagai proyek pemerintah dan mempercepat pemberian stimulus fiskal kepada industri,” katanya. AnggotaKomisiIIDPRD Jawa Barat Yunandar Eka Perwira menegaskan, pemerintah perlu lebih banyak mengeluarkan programprogram prorakyat, terutama yang bersifat padat karya. Percepatan ini penting karena sejumlah perusahaan mengaku sulit menghindari PHK.

”Diperlukan kebijakan yang mampu mengatasi persoalan itu, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek, pemerintah daerah harus mempercepat belanja,” kata dia. Ada pun untuk jangka panjang, ke depan harus ada perubahan arah dalam menggeliatkan perekonomian masyarakat. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, PHK dilakukan pada 36.000 karyawan di industri tekstil terhitung hingga Agustus 2015.

Kebijakan itu terpaksa ditempuh karena sektor ini paling terpukul dari anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Haryanto menyebutkan ancaman PHK lanjutan semakin nyata karena sejumlah perusahaan, terutama pabrik-pabrik yang mengandalkan bahan baku impor dari luarnegeri, mulaimengalami kesulitan berproduksi.

Paket Kebijakan

Pemerintah kemarin memastikan akan menerbitkan paket kebijakan sebagai respons atas perlambatan ekonomi. Paket kebijakan terdiri atas empat kelompok, yakni fiskal dan keuangan, deregulasi peraturan terkait investasi dalam sektor industri dan perdagangan, insentif untuk percepatan pembangunan smelter, serta penanganan masalah pangan.

”Paket kebijakan terkait fiskal dan keuangan terdiri atas enam atau tujuh poin yang di antaranya memuat aturan mengenai kepemilikan asing di sektor properti hingga pengaturan rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio ),” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta kemarin.

Menurut dia, inti dari penerbitan kebijakan deregulasi peraturan adalah untuk mereviu peraturan yang selama ini masih menghambat investasi dalam bidang industri dan perdagangan, termasuk sektor energi. ”Ada yang diubah sebagian, ada yang diperbaiki,” ujarnya. Darmin menambahkan, pemerintah segera mengumumkan paket kebijakan kelompok dua paling lambat pekan depan.

Rahmat fiansyah/ oktiani endarwati/ arief setiadi/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6958 seconds (0.1#10.140)