Spirit Maraton, Tantangan Menaklukkan Diri Sendiri
A
A
A
Jangan lagi menengok ke belakang, teruslah berlari mencari garis finis! Kalimat penyemangat tersebut diteriakkan Willy Sanjaya, founder komunitas lari Run for Indonesia (RFI), kepada anggotanya yang siap berlari pada saat menjelang start di BII Maybank Bali Marathon (BMBM) 2015, Minggu (30/8) di Gianyar, Bali.
Tahun ini, 200 anggota komunitas lari tersebut berangkat bersama. Sebanyak 75 di antaranya mendaftar untuk lari maraton atau full marathon (FM), sisanya 100 pelari mengikuti half marathon (HM) dan 25 lainnya berpartisipasi pada kategori 10K. ”Setengah dari peserta FM RFI adalah virgin marathon,” ujar Willy. Virgin marathon adalah istilah bagi pelari yang baru pertama kali melakukan lari maraton.
Di antara 1.200 peserta FM, dari total 5.500 pelari semua kategori, terdapat sejumlah pelari yang menjadikan BMBM 2015 sebagai ajang virgin marathon dengan berbagai alasan. Di antaranya karena pemandangan yang cantik dan sambutan masyarakat yang meriah dan bersahabat pada lintasan lari yang dilalui sepanjang jarak 42,195 km tersebut.
”Pokoknya saya harus ambil FM saya di sini,” ujar Reiner, pelari dari Jakarta. Sekarang ini, spirit berlari terus bertumbuh, bahkan pada beberapa orang terjadi secara ekstrem. Timur Sukirno, pengacara dari Jakarta, juga terjangkiti spirit tersebut. Dia baru mulai berlari beberapa bulan saja, tetapi sudah mengambil kategori HM di BMBM dan sudah pula mendaftar untuk kategori FM di Chicago Marathon. Tantangan olahraga ini sebenarnya adalah diri sendiri.
Pada kilometer ke-25 biasanya pelari akan diserang rasa bosan dan lelah. ”Hanya diri sendirilah yang bisa menangkalnya,” ujar Andre Ismangun, co-founder RFI. Pendampingan kawan lari tentu akan sangat dibutuhkan dalam memberikan semangat, tetapi kendali untuk menyelesaikan lintasan maraton tetap datang dari diri sendiri. ”Ini masalah mental,” lanjut Andre.
Berbicara mengenai masalah mental, terdapat juga sejumlah pelari yang ”turun mental” pada BMBM 2015. Beberapa di antaranya diamdiam menyewa ojek. ”Ini menjadi poin penting masukan untuk perbaikan penyelenggaraan tahun depan,” ujar Satyo Haryo WIbisono, Manajer Proyek BMBM 2015.
Sejak sekitar lima tahun terakhir ini, praktis lomba lari menjadi tren di Indonesia, termasuk lari maraton. Terdapat sejumlah lomba digelar setiap bulannya. Bahkan dalam sepekan, bisa dua tiga lomba diadakan secara bersamaan. Hampir semua mendapat perhatian pencinta lari. Banyak pelari yang sudah melengkapi agenda larinya hingga akhir tahun.
Gabriel Tri Swastono, pengusaha dari Jakarta, mengikuti kategori 10K pada ajang BMBM ini. Akan tetapi, dia sudah mendaftar untuk 2XU di Jakarta pada November mendatang dengan mengambil kategori HM. ”Saya perlahan- lahan menaikkan kelas lari karena masuk dalam bagian terapi kaki saya,” katanya.
Kontributor KORAN SINDO
SAFRITA AYU HERMAWAN
BALI
Tahun ini, 200 anggota komunitas lari tersebut berangkat bersama. Sebanyak 75 di antaranya mendaftar untuk lari maraton atau full marathon (FM), sisanya 100 pelari mengikuti half marathon (HM) dan 25 lainnya berpartisipasi pada kategori 10K. ”Setengah dari peserta FM RFI adalah virgin marathon,” ujar Willy. Virgin marathon adalah istilah bagi pelari yang baru pertama kali melakukan lari maraton.
Di antara 1.200 peserta FM, dari total 5.500 pelari semua kategori, terdapat sejumlah pelari yang menjadikan BMBM 2015 sebagai ajang virgin marathon dengan berbagai alasan. Di antaranya karena pemandangan yang cantik dan sambutan masyarakat yang meriah dan bersahabat pada lintasan lari yang dilalui sepanjang jarak 42,195 km tersebut.
”Pokoknya saya harus ambil FM saya di sini,” ujar Reiner, pelari dari Jakarta. Sekarang ini, spirit berlari terus bertumbuh, bahkan pada beberapa orang terjadi secara ekstrem. Timur Sukirno, pengacara dari Jakarta, juga terjangkiti spirit tersebut. Dia baru mulai berlari beberapa bulan saja, tetapi sudah mengambil kategori HM di BMBM dan sudah pula mendaftar untuk kategori FM di Chicago Marathon. Tantangan olahraga ini sebenarnya adalah diri sendiri.
Pada kilometer ke-25 biasanya pelari akan diserang rasa bosan dan lelah. ”Hanya diri sendirilah yang bisa menangkalnya,” ujar Andre Ismangun, co-founder RFI. Pendampingan kawan lari tentu akan sangat dibutuhkan dalam memberikan semangat, tetapi kendali untuk menyelesaikan lintasan maraton tetap datang dari diri sendiri. ”Ini masalah mental,” lanjut Andre.
Berbicara mengenai masalah mental, terdapat juga sejumlah pelari yang ”turun mental” pada BMBM 2015. Beberapa di antaranya diamdiam menyewa ojek. ”Ini menjadi poin penting masukan untuk perbaikan penyelenggaraan tahun depan,” ujar Satyo Haryo WIbisono, Manajer Proyek BMBM 2015.
Sejak sekitar lima tahun terakhir ini, praktis lomba lari menjadi tren di Indonesia, termasuk lari maraton. Terdapat sejumlah lomba digelar setiap bulannya. Bahkan dalam sepekan, bisa dua tiga lomba diadakan secara bersamaan. Hampir semua mendapat perhatian pencinta lari. Banyak pelari yang sudah melengkapi agenda larinya hingga akhir tahun.
Gabriel Tri Swastono, pengusaha dari Jakarta, mengikuti kategori 10K pada ajang BMBM ini. Akan tetapi, dia sudah mendaftar untuk 2XU di Jakarta pada November mendatang dengan mengambil kategori HM. ”Saya perlahan- lahan menaikkan kelas lari karena masuk dalam bagian terapi kaki saya,” katanya.
Kontributor KORAN SINDO
SAFRITA AYU HERMAWAN
BALI
(bbg)