PDIP: Ada Skenario Menjegal Risma
A
A
A
JAKARTA - Fenomena calon tunggal di Pilkada Surabaya sejak lama memantik dugaan bahwa ada skenario politik untuk menggagalkan pencalonan Tri Rismaharini.
Bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Tri Rismaharini- Wisnu Sakti Buana, dugaan skenario ini kembali menguat setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggagalkan pencalonan Rasiyo-Dhimam Abror kemarin. Dengan keputusan itu, Risma-Wisnu kembali menjadi calon tunggal dan Pilkada Surabaya berpotensi ditunda ke 2017.
”Dari perspektif politik memang ada upaya untuk menjegal Risma untuk kembali memimpin Kota Surabaya, mengingat popularitas dan elektabilitasnya tidak tertandingi,” kata Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira di Jakarta kemarin. Menurut Andreas, skenario untuk menjegal Risma memang sangat dimungkinkan dengan memanfaatkan celah di Undang- Undang (UU) Pilkada dan Peraturan KPU.
Untuk itu, pemerintah seharusnya segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu) untuk mengatasi masalah seperti yang terjadi di Surabaya. ”Karena tidak ada jaminan juga bahwa kalau pilkada ditunda ke 2017 lantas tidak terjadi calon tunggal lagi di daerah, termasuk di Surabaya,” ujarnya.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi menilai apa yang terjadi di Surabaya membuktikan partai politik abai menjalankan fungsi kepartaian. Lebih berbahaya lagi, fenomena itu berpotensi menyabotase demokrasi lokal. ”Pragmatisme politik ini cenderung memanfaatkan celah peraturan terkait pilkada, baik UU Pilkada maupun PKPU. Situasi tersebut pada akhirnya menyandera pelaksanaan demokrasi lokal serentak tersebut,” kata Muradi.
Karena itu, kata dia, penting untuk ditegaskan bahwa fungsi partai politik dalam melakukan rekrutmen, mengakselerasi kehendak publik, hingga kaderisasi kepemimpinan politik harus selaras dengan hak konstitusi publik untuk memilih pemimpinnya.
Dengan demikian, apabila partai politik abai dalam menjalankan fungsinya tersebut, perlu diberikan sanksi. ”Sanksi tersebut mulai denda materi hingga pencabutan keikutsertaan partai bersangkutan di daerah di mana partai politik tersebut enggan mendaftarkan kandidatnya pada ajang kontestasi kepemiluan lainnya,” ujarnya.
Rahmat sahid
Bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Tri Rismaharini- Wisnu Sakti Buana, dugaan skenario ini kembali menguat setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggagalkan pencalonan Rasiyo-Dhimam Abror kemarin. Dengan keputusan itu, Risma-Wisnu kembali menjadi calon tunggal dan Pilkada Surabaya berpotensi ditunda ke 2017.
”Dari perspektif politik memang ada upaya untuk menjegal Risma untuk kembali memimpin Kota Surabaya, mengingat popularitas dan elektabilitasnya tidak tertandingi,” kata Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira di Jakarta kemarin. Menurut Andreas, skenario untuk menjegal Risma memang sangat dimungkinkan dengan memanfaatkan celah di Undang- Undang (UU) Pilkada dan Peraturan KPU.
Untuk itu, pemerintah seharusnya segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu) untuk mengatasi masalah seperti yang terjadi di Surabaya. ”Karena tidak ada jaminan juga bahwa kalau pilkada ditunda ke 2017 lantas tidak terjadi calon tunggal lagi di daerah, termasuk di Surabaya,” ujarnya.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi menilai apa yang terjadi di Surabaya membuktikan partai politik abai menjalankan fungsi kepartaian. Lebih berbahaya lagi, fenomena itu berpotensi menyabotase demokrasi lokal. ”Pragmatisme politik ini cenderung memanfaatkan celah peraturan terkait pilkada, baik UU Pilkada maupun PKPU. Situasi tersebut pada akhirnya menyandera pelaksanaan demokrasi lokal serentak tersebut,” kata Muradi.
Karena itu, kata dia, penting untuk ditegaskan bahwa fungsi partai politik dalam melakukan rekrutmen, mengakselerasi kehendak publik, hingga kaderisasi kepemimpinan politik harus selaras dengan hak konstitusi publik untuk memilih pemimpinnya.
Dengan demikian, apabila partai politik abai dalam menjalankan fungsinya tersebut, perlu diberikan sanksi. ”Sanksi tersebut mulai denda materi hingga pencabutan keikutsertaan partai bersangkutan di daerah di mana partai politik tersebut enggan mendaftarkan kandidatnya pada ajang kontestasi kepemiluan lainnya,” ujarnya.
Rahmat sahid
(ars)