Pansel KPK Jamin 8 Nama Bebas Kasus Besar
A
A
A
JAKARTA - Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) telah mengantongi delapan nama yang akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Mereka menjamin nama-nama capim KPK yang terpilih bebas dari kasus besar.
Juru Bicara Pansel KPK Betti Alisjahbana, menuturkan, pansel memilih capim yang berpotensi kecil bersinggungan dengan masalah hukum. Meski demikian, dari delapan nama yang akan diserahkan kepada Presiden, bukan berarti tidak memiliki persoalan hukum sama sekali.
”Yang penting kami melihat bahwa potensi untuk bermasalah hukumnya itu kecil. Sejauh ini yang kami lihat, tidak ada catatan yang berpotensi kasus besar,” ujar Betti Alisjahbana saat dihubungi di Jakarta kemarin. Pansel memastikan semua catatan yangdiberikanpihak-pihakterkaitseperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kepolisian, dan masyarakat telah dicek silang. Termasuk pansel telah mencoret nama yang dijadikan tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri.
Dia menjelaskan, pansel bukan sekadar menyerahkan delapan nama capim KPK terpilih kepada Presiden. Mereka juga akan menjelaskan pertimbangan dan proses penilaian capim KPK. Ini lantaran delapan capim KPK terpilih mewakili latar belakang keilmuan yang berbeda. Betti enggan menyebut nama-nama delapan capim yang terpilih. Bahkan bisa jadi pengumuman capim terpilih akan dilakukan Presiden setelah menyetujui nama-nama yang disodorkan pansel.
”Beliau (Presiden Joko Widodo) harus menyetujui dulu nama itu, dan sesuai undang-undang, Presiden memiliki waktu dua minggu untuk mempelajarinya,” kata Betti. Rencananya Pansel akan menyerahkan delapan nama capim KPK kepada Presiden hari ini. Namun, karena Presiden memiliki agenda lain, penyerahan nama diundur pada Rabu (2/9).
Seperti diberitakan, pansel saat ini menyeleksi 19 nama capim KPK untuk dikerucutkan menjadi delapan nama, yang kemudian diserahkan kepada Presiden.
Nama-nama dimaksud yakni Ade Maman Suherman (ketua Lembaga Penjamin Mutu dan Pengembangan Pembelajaran Universitas Jenderal Soedirman); Agus Rahardjo (kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah 2010-2015); Alexander Marwata (hakim ad hoc tipikor PN Jakarta Pusat); Brigjen Pol Basaria Panjaitan (widyaiswara madya sespimti Polri); Budi Santoso (komisioner Ombudsman); Chesna Fizetty Anwar (direktur Kepatuhan Standard Chartered Bank); Firmansyah TG Satya (konsultan keuangan); Giri Supradiono (direktur gratifikasi KPK); Hendardji Soepandji (purnawirawan TNI); Jimly Asshiddiqie (ketua DKPP); serta Johan Budi SP (Plt wakil ketua KPK).
Kemudian Laode M Syarif (Senior Adviser Partnership for Governance Reform in Indonesia); Moh Gudono (ketua Komite Audit UGM): Nina N Pramono (direktur eksekutif Pertamina Foundation 2011-2014); Saut Situmorang (staf ahli kepala BIN); Sri Harijati (direktur perdata Kejaksaan Agung); Sujarnarko (direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antarkomisi dan Instansi KPK); Surya Tjandra (dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya): serta Irjen Pol Yotje Mende (mantan kepala Polda Papua).
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti berharap pansel tidak memilih capim KPK dari kehebatan nama dan rentetan jabatan yang pernah dimiliki kandidat. Pansel harus menekankan integritas, independensi dan kapasitas calon. ”Pansel ini bukan segala-galanya, tapi dia bertanggung jawab. Kalau sampah yang masuk, sampah juga yang akan keluar. Kalau dia (capim KPK) tidak punya nama, tapi rekam jejaknya baik, ya itu yang didahulukan,” ungkap Ikrar.
Sementara itu, Komisi III DPR akan memanggil Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dan pansel untuk dimintai penjelasan dan klarifikasi siapa saja capim KPK yang diduga terlibat kasus hukum. Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan mengatakan, Bareskrim harus segera mengumumkan siapa nama capim KPK yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Kemudian, pansel harus mendengar apa yang disampaikan Bareskrim sehingga nanti tidak ada pernyataan bahwa polisi melakukan upaya kriminalisasi kala menetapkan capim tersebut sebagai tersangka saat terpilih dan menjabat pimpinan KPK. Dia juga berharap pansel memerhatikan catatan-catatan dari lembaga lain semisal PPATK, Kejaksaan Agung, dan KPK. Pansel tidak harus mendikotomi potensi kasusnya besar atau kecil.
”Yang harus dipilih, delapan capim itu yang tidak ada catatannya, apakah itu dari Bareskrim, kejaksaan, PPATK, maupun KPK. Walaupun belum tersangka, kalau memang potensial seperti punya masalah hukum, kan enggak bisa dikecilkan itu,” kata Trimedya. Dia menuturkan, pemanggilan kepada Kapolri dan pansel akan dilakukan setelah delapan nama capim KPK diserahkan kepada Presiden atau sesaat sebelum Komisi III melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap capim KPK.
”Segera kita akan mengundang Kapolri akan mengklarifikasikan itu,” bebernya. Dia menggariskan, kalau memang tidak mampu mencari delapan orang, pansel tidak usah memaksakan diri. Bisa saja yang diserahkan tidak mencapai delapan orang. Alternatif lainnya, seleksi capim KPK diperpanjang.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Jamal Wiwoho menduga, lolosnya capim yang berstatus tersangka atau berpotensi memiliki kasus hukum hingga tahap wawancara terbuka kemungkinan karena keengganan pansel untuk membuka catatan merah tanpa ada legitimasi dari aparat penegak hukum. Dengan demikian, tidak bisa disimpulkan bahwa pansel ceroboh.
Di sisi lain, pansel juga mengikutsertakan Bareskrim saat menelusuri rekam jejam para capim KPK. Langkah ini dinilainya merupakan bentuk kehati-hatian pansel agar nanti tidak kecolongan atas kasus hukum para capim KPK. ”Saya rasa kredibilitas tetap terjaga karena pansel sudah meminta masukan pada Bareskrim jauh sebelum ada pengumuman definitif oleh pansel. Saya rasa mengumumkan status tersangka lebih cepat akan lebih baik dan segera ada ketegasan untuk dicoret atau tidak diajukan lebih lanjut,” kata Jamal.
Pakar hukum Universitas 45 Makassar, Marwan Mas, mengungkapkan, delapan capim KPK terpilih selain memenuhi kriteria yang ditentukan oleh pansel, juga harus dipastikan tidak berpotensi tersangkut masalah hukum. ”Kalau perlu, delapan orang namanya yang dikirim ke Presiden itu membuat pengakuan dosa,” ungkap Marwan.
Nurul adriyana/ sabir laluhu/ ilham safutra
Juru Bicara Pansel KPK Betti Alisjahbana, menuturkan, pansel memilih capim yang berpotensi kecil bersinggungan dengan masalah hukum. Meski demikian, dari delapan nama yang akan diserahkan kepada Presiden, bukan berarti tidak memiliki persoalan hukum sama sekali.
”Yang penting kami melihat bahwa potensi untuk bermasalah hukumnya itu kecil. Sejauh ini yang kami lihat, tidak ada catatan yang berpotensi kasus besar,” ujar Betti Alisjahbana saat dihubungi di Jakarta kemarin. Pansel memastikan semua catatan yangdiberikanpihak-pihakterkaitseperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kepolisian, dan masyarakat telah dicek silang. Termasuk pansel telah mencoret nama yang dijadikan tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri.
Dia menjelaskan, pansel bukan sekadar menyerahkan delapan nama capim KPK terpilih kepada Presiden. Mereka juga akan menjelaskan pertimbangan dan proses penilaian capim KPK. Ini lantaran delapan capim KPK terpilih mewakili latar belakang keilmuan yang berbeda. Betti enggan menyebut nama-nama delapan capim yang terpilih. Bahkan bisa jadi pengumuman capim terpilih akan dilakukan Presiden setelah menyetujui nama-nama yang disodorkan pansel.
”Beliau (Presiden Joko Widodo) harus menyetujui dulu nama itu, dan sesuai undang-undang, Presiden memiliki waktu dua minggu untuk mempelajarinya,” kata Betti. Rencananya Pansel akan menyerahkan delapan nama capim KPK kepada Presiden hari ini. Namun, karena Presiden memiliki agenda lain, penyerahan nama diundur pada Rabu (2/9).
Seperti diberitakan, pansel saat ini menyeleksi 19 nama capim KPK untuk dikerucutkan menjadi delapan nama, yang kemudian diserahkan kepada Presiden.
Nama-nama dimaksud yakni Ade Maman Suherman (ketua Lembaga Penjamin Mutu dan Pengembangan Pembelajaran Universitas Jenderal Soedirman); Agus Rahardjo (kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah 2010-2015); Alexander Marwata (hakim ad hoc tipikor PN Jakarta Pusat); Brigjen Pol Basaria Panjaitan (widyaiswara madya sespimti Polri); Budi Santoso (komisioner Ombudsman); Chesna Fizetty Anwar (direktur Kepatuhan Standard Chartered Bank); Firmansyah TG Satya (konsultan keuangan); Giri Supradiono (direktur gratifikasi KPK); Hendardji Soepandji (purnawirawan TNI); Jimly Asshiddiqie (ketua DKPP); serta Johan Budi SP (Plt wakil ketua KPK).
Kemudian Laode M Syarif (Senior Adviser Partnership for Governance Reform in Indonesia); Moh Gudono (ketua Komite Audit UGM): Nina N Pramono (direktur eksekutif Pertamina Foundation 2011-2014); Saut Situmorang (staf ahli kepala BIN); Sri Harijati (direktur perdata Kejaksaan Agung); Sujarnarko (direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antarkomisi dan Instansi KPK); Surya Tjandra (dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya): serta Irjen Pol Yotje Mende (mantan kepala Polda Papua).
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti berharap pansel tidak memilih capim KPK dari kehebatan nama dan rentetan jabatan yang pernah dimiliki kandidat. Pansel harus menekankan integritas, independensi dan kapasitas calon. ”Pansel ini bukan segala-galanya, tapi dia bertanggung jawab. Kalau sampah yang masuk, sampah juga yang akan keluar. Kalau dia (capim KPK) tidak punya nama, tapi rekam jejaknya baik, ya itu yang didahulukan,” ungkap Ikrar.
Sementara itu, Komisi III DPR akan memanggil Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dan pansel untuk dimintai penjelasan dan klarifikasi siapa saja capim KPK yang diduga terlibat kasus hukum. Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan mengatakan, Bareskrim harus segera mengumumkan siapa nama capim KPK yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Kemudian, pansel harus mendengar apa yang disampaikan Bareskrim sehingga nanti tidak ada pernyataan bahwa polisi melakukan upaya kriminalisasi kala menetapkan capim tersebut sebagai tersangka saat terpilih dan menjabat pimpinan KPK. Dia juga berharap pansel memerhatikan catatan-catatan dari lembaga lain semisal PPATK, Kejaksaan Agung, dan KPK. Pansel tidak harus mendikotomi potensi kasusnya besar atau kecil.
”Yang harus dipilih, delapan capim itu yang tidak ada catatannya, apakah itu dari Bareskrim, kejaksaan, PPATK, maupun KPK. Walaupun belum tersangka, kalau memang potensial seperti punya masalah hukum, kan enggak bisa dikecilkan itu,” kata Trimedya. Dia menuturkan, pemanggilan kepada Kapolri dan pansel akan dilakukan setelah delapan nama capim KPK diserahkan kepada Presiden atau sesaat sebelum Komisi III melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap capim KPK.
”Segera kita akan mengundang Kapolri akan mengklarifikasikan itu,” bebernya. Dia menggariskan, kalau memang tidak mampu mencari delapan orang, pansel tidak usah memaksakan diri. Bisa saja yang diserahkan tidak mencapai delapan orang. Alternatif lainnya, seleksi capim KPK diperpanjang.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Jamal Wiwoho menduga, lolosnya capim yang berstatus tersangka atau berpotensi memiliki kasus hukum hingga tahap wawancara terbuka kemungkinan karena keengganan pansel untuk membuka catatan merah tanpa ada legitimasi dari aparat penegak hukum. Dengan demikian, tidak bisa disimpulkan bahwa pansel ceroboh.
Di sisi lain, pansel juga mengikutsertakan Bareskrim saat menelusuri rekam jejam para capim KPK. Langkah ini dinilainya merupakan bentuk kehati-hatian pansel agar nanti tidak kecolongan atas kasus hukum para capim KPK. ”Saya rasa kredibilitas tetap terjaga karena pansel sudah meminta masukan pada Bareskrim jauh sebelum ada pengumuman definitif oleh pansel. Saya rasa mengumumkan status tersangka lebih cepat akan lebih baik dan segera ada ketegasan untuk dicoret atau tidak diajukan lebih lanjut,” kata Jamal.
Pakar hukum Universitas 45 Makassar, Marwan Mas, mengungkapkan, delapan capim KPK terpilih selain memenuhi kriteria yang ditentukan oleh pansel, juga harus dipastikan tidak berpotensi tersangkut masalah hukum. ”Kalau perlu, delapan orang namanya yang dikirim ke Presiden itu membuat pengakuan dosa,” ungkap Marwan.
Nurul adriyana/ sabir laluhu/ ilham safutra
(ars)