Harga Barang Elektronik Naik, Transaksi di Glodok City Lesu

Jum'at, 28 Agustus 2015 - 09:07 WIB
Harga Barang Elektronik Naik, Transaksi di Glodok City Lesu
Harga Barang Elektronik Naik, Transaksi di Glodok City Lesu
A A A
JAKARTA - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat membuat aktivitas perdagangan di pusat elektronik Glodok City lesu. Kondisi demikian telah terjadi sejak dolar berangsur naik sejak 2-3 minggu lalu.

Sebagai langkah antisipasi kerugian yang kian besar akibat sepinya transaksi, pedagang mulai menutup toko dan mengurangi jumlah karyawan. Bagi yang memiliki modal cukup kuat, mereka menaikkan harga barang hingga 20-30% agar tetap mendapat keuntungan.

Karyawan toko Star Jaya, Adi Jumala, 30, menuturkan, harga barang elektronik seperti monitor, laptop, kamera pengintai (CCTV), mic, soundsystem, dankamera digital mengalami kenaikan 20-30% dari harga sebulan sebelumnya. Laptop merek Lenovo ukuran 14 inci misalnya, sebulan yang lalu harganya Rp3,2 juta.

Setelah nilai tukar dolar Amerika Serikatm enguat, harga laptop mencapai Rp3,5 juta. ”Ini kan barang impor, jadi harganya mengikuti pergerakan nilai tukar dolar Amerika,” katanya kemarin. Akibat pelemahan ini, omzet penjualan di tokonya pun mengalami penurunan hingga 50% karena banyak pembeli menahan diri untuk berbelanja elektronik. ”Tahun lalu kita bisa sampai Rp100 juta per bulan, sekarang Rp50 juta saja susah,” terangnya.

Konsumen yang berasal dari seluruh Indonesia pun tidak membantu banyak dalam meningkatkan penjualan. Bahkan, sebelum rupiah mengalami pelemahan, transaksi perdagangan di Glodok City sudah melemah. ”Glodok kalah bersaing dengan pusat perbelanjaan lain dan toko online,” tambahnya.

Seorang pembeli, Asep Jainuri, 39, mengaku masih sering berbelanja di Pasar Glodok City lantaran pilihannya lengkap dan harganya relatif murah. Hanya, Asep menyayangkan melemahnya rupiah yang berimbas pada naiknya harga barang. Harga televisi LED 32 inci merek Samsung pada Mei lalu Rp3,1 juta, sekarang naik menjadi Rp3,7 juta. ”Naiknya sekitar 20%,” kata pria asal Jatinegara, Jakarta Timur, ini.

Ketua Paguyuban Pedagang Glodok City Muhammad Ridwan mengatakan, dampak perlambatan ekonomi sangat berimbas terhadap aktivitas perdagangan. Meski tidak banyak, beberapa pedagang memilih menutup tokonya karena biaya operasional membengkak. Adapun, beberapa yang bertahan memilih mengurangi jumlah karyawan untuk meminimalisir biaya operasional toko.

”Dari total 200 pedagang yang ikut paguyuban, sekitar 0,5% menutup tokonya. Anda bisa lihat sendiri, beberapa kios tutup dan disegel pemilik gedung,” ujarnya. Ridwan berharap pemerintah memberikan bantuan atau insentif untuk menyiasati perlambatan ekonomi ini.

Salah satunya memperbaiki fasilitas pendukung pasar, seperti pendingin ruangan (AC) yang sudah empat tahun terakhir ini rusak. Meski sudah dilaporkan, hingga saat ini belum ada respons dari pengelola maupun Pemprov DKI Jakarta. Selain meminta perbaikan fasilitas, para pedagang juga akan sangat terbantu apabila ada bantuan kredit dengan bunga rendah.

Kabid Sosial Asosiasi Pedagang Komputer Indonesia (Apkindo) Mariman Muhardi menjelaskan, kenaikan barang elektronik saat ini merupakan yang paling tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Meski dahulu Indonesia sempat mengalami krisis, kenaikan hanya 5%.

Dia berharap, pemerintah segera merespons kondisi ini. Jika tidak secepatnya diambil kebijakan, akan berakibat fatal bagi para pedagang dan pembeli. ”Kalau sampai terus-terusan begini, para pedagang bakal bangkrut dan konsumen tak lagi beli,” ujarnya.

Yan yusuf
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3997 seconds (0.1#10.140)