Pengemudi Maut Lolos dari Penjara
A
A
A
JAKARTA - Masih ingat dengan Christoper Daniel Sjarif, pengemudi mobil Mitsubishi Outlander yang menabrak sejumlah pengendara dan menewaskan 4 orang? Kemarin dia divonis 1,5 tahun dengan masa percobaan 2 tahun.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyatakan, Christoper terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang mengakibatkan kecelakaan. Christopher pun divonis pidana selama 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp10 juta rupiah dengan masa percobaan 2 tahun. Jika selama 2 tahun Christoper tidak melakukan tindak pidana serupa, maka dia bebas alias tidak dipenjara.
Namun apabila selama 2 tahun dia melakukan tindak pidana kembali, maka terdakwa harus menjalani putusan tersebut. Sebelumnya Christoper berstatus tahanan kota, dengan kewajiban melaporkan diri secara rutin dan mengikuti semua tahapan persidangan yang sudah dijadwalkan.
Dalam persidangan, hakim berpendapat bahwa Christoper tidak memberikan contoh baik bagi pengemudi lain. Tindakannya yang mengemudikan mobil saat berada dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan menjadi pertimbangan yang memberatkan. ”Yang meringankan, terdakwa telah meminta maaf dan memberikan santunan kepada keluarga korban.
Serta, mengakui dengan terus terang dengan menyesali perbuatannya. Selama menjalani kurungan, terdakwa telah bersikap sopan,” kata Ketua Majelis Hakim Made Sutisna saat pembacaan vonis di PN Jakarta Selatan kemarin. Selama persidangan, Christoper hanya diam. Dia juga tidak mengeluarkan reaksi apa pun dari putusan hakim.
Hingga putusan dibacakan, Christoper yang mengenakan kemeja putih lengan panjang ini hanya menunduk tanpa ekspresi. Begitu persidangan usai, Christoper yang didampingi ayah dan seorang saudaranya langsung bergegas meninggalkan PN Jakarta Selatan tanpa sepatah kata pun.
Putusan tersebut berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Christoper dengan hukuman 2 tahun 6 bulan dan denda Rp10 juta. Christoper dijerat Pasal 310 ayat 4 dan 310 ayat 2 UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Selasa, 20 Januari 2015, Christoper ugal-ugalan mengemudikan Mitsubishi Outlander milik temannya.
Mobil berwarna putih yang dikendarai pemuda berusia 23 tahun ini kemudian menabrak sejumlah pengendara sepeda motor di Jalan Iskandar Muda, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Em-pat orang tewas dalam kecela-kaan maut itu, sedangkan be-berapa orang terluka. Ditemui secara terpisah, anggota JPU Abdul Kadir Sangaji menuturkan, pihaknya akan pikir-pikir terkait putusan tersebut.
Menurutnya, putusan yang diberikan majelis hakim bukanlah vonis bebas. Dia menampik hal itu karena yang dibacakan adalah vonis 1 tahun 6 bulan. ”Siapa yang bilang bebas, itu tidak bebas,” tegasnya.
Pengamat hukumdari UniversitasPancasila( UP) AdnanHamid menilai, penegakan hukum mutlak dilakukan pada setiap kasus. Ketika vonis dijatuhkan, hukuman itu bisa diterima berbagai pihak, tidak terkecuali dalam kasus Christoper.
Terkait putusan bebas bersyarat bagi Christoper, Adnanmenilai, vonis tersebut akan memberikan tanda tanya bagi publik bertanya perihal penegakan hukum di Indonesia. ”Dari sisi hukum, penegakan hukum harus ditegakkan. Namun, dalam hukum juga ada alasan pemaaf yang bisa dijadikan pertimbangan hakim,” terangnya.
Dia melihat, dalam kasus Christoper ini hakim telah berupaya melihat dari berbagai sisi. Hakim juga dianggap memiliki dasar dalam memutuskan Christoper bebas bersyarat. Namun dia mengingatkan, alasan pemaaf tidak dengan mudah digunakan hakim untuk mengambil keputusan. ”Alasan ini jangan digunakan sewenangwenang karena akan melecehkan penegakan hukum,” tegasnya.
Menurutnya, jika hakim menggunakan alasan pemaaf ini sesuai dengan aturan, maka hal itu sah-sah saja. ”Tapi dampak yang lebih besar juga harus diperhatikan. Ini jangan sampai jadi preseden,” ungkapnya.
Adnan memaparkan, apabila kasus ini ditelisik lebih jauh dan ternyata ada faktor kelalaian orangtua, maka orangtua bisa dikenakan sanksi. Orang tua bisa kena sanksi karena dianggap memberikan fasilitas berupa mobil hingga menyebabkan terjadinya kecelakaan.
”Pelakunya bisa dikenakan sanksi misalnya tidak boleh mengemudikan kendaraan beberapa waktu. Kalau dia ternyata melanggar, baru dijerat hukum. Atau dia tidak diperbolehkan memiliki SIM sebagai sanksinya,” tutupnya.
Helmi syarif/ R ratna purnama
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyatakan, Christoper terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang mengakibatkan kecelakaan. Christopher pun divonis pidana selama 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp10 juta rupiah dengan masa percobaan 2 tahun. Jika selama 2 tahun Christoper tidak melakukan tindak pidana serupa, maka dia bebas alias tidak dipenjara.
Namun apabila selama 2 tahun dia melakukan tindak pidana kembali, maka terdakwa harus menjalani putusan tersebut. Sebelumnya Christoper berstatus tahanan kota, dengan kewajiban melaporkan diri secara rutin dan mengikuti semua tahapan persidangan yang sudah dijadwalkan.
Dalam persidangan, hakim berpendapat bahwa Christoper tidak memberikan contoh baik bagi pengemudi lain. Tindakannya yang mengemudikan mobil saat berada dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan menjadi pertimbangan yang memberatkan. ”Yang meringankan, terdakwa telah meminta maaf dan memberikan santunan kepada keluarga korban.
Serta, mengakui dengan terus terang dengan menyesali perbuatannya. Selama menjalani kurungan, terdakwa telah bersikap sopan,” kata Ketua Majelis Hakim Made Sutisna saat pembacaan vonis di PN Jakarta Selatan kemarin. Selama persidangan, Christoper hanya diam. Dia juga tidak mengeluarkan reaksi apa pun dari putusan hakim.
Hingga putusan dibacakan, Christoper yang mengenakan kemeja putih lengan panjang ini hanya menunduk tanpa ekspresi. Begitu persidangan usai, Christoper yang didampingi ayah dan seorang saudaranya langsung bergegas meninggalkan PN Jakarta Selatan tanpa sepatah kata pun.
Putusan tersebut berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Christoper dengan hukuman 2 tahun 6 bulan dan denda Rp10 juta. Christoper dijerat Pasal 310 ayat 4 dan 310 ayat 2 UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Selasa, 20 Januari 2015, Christoper ugal-ugalan mengemudikan Mitsubishi Outlander milik temannya.
Mobil berwarna putih yang dikendarai pemuda berusia 23 tahun ini kemudian menabrak sejumlah pengendara sepeda motor di Jalan Iskandar Muda, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Em-pat orang tewas dalam kecela-kaan maut itu, sedangkan be-berapa orang terluka. Ditemui secara terpisah, anggota JPU Abdul Kadir Sangaji menuturkan, pihaknya akan pikir-pikir terkait putusan tersebut.
Menurutnya, putusan yang diberikan majelis hakim bukanlah vonis bebas. Dia menampik hal itu karena yang dibacakan adalah vonis 1 tahun 6 bulan. ”Siapa yang bilang bebas, itu tidak bebas,” tegasnya.
Pengamat hukumdari UniversitasPancasila( UP) AdnanHamid menilai, penegakan hukum mutlak dilakukan pada setiap kasus. Ketika vonis dijatuhkan, hukuman itu bisa diterima berbagai pihak, tidak terkecuali dalam kasus Christoper.
Terkait putusan bebas bersyarat bagi Christoper, Adnanmenilai, vonis tersebut akan memberikan tanda tanya bagi publik bertanya perihal penegakan hukum di Indonesia. ”Dari sisi hukum, penegakan hukum harus ditegakkan. Namun, dalam hukum juga ada alasan pemaaf yang bisa dijadikan pertimbangan hakim,” terangnya.
Dia melihat, dalam kasus Christoper ini hakim telah berupaya melihat dari berbagai sisi. Hakim juga dianggap memiliki dasar dalam memutuskan Christoper bebas bersyarat. Namun dia mengingatkan, alasan pemaaf tidak dengan mudah digunakan hakim untuk mengambil keputusan. ”Alasan ini jangan digunakan sewenangwenang karena akan melecehkan penegakan hukum,” tegasnya.
Menurutnya, jika hakim menggunakan alasan pemaaf ini sesuai dengan aturan, maka hal itu sah-sah saja. ”Tapi dampak yang lebih besar juga harus diperhatikan. Ini jangan sampai jadi preseden,” ungkapnya.
Adnan memaparkan, apabila kasus ini ditelisik lebih jauh dan ternyata ada faktor kelalaian orangtua, maka orangtua bisa dikenakan sanksi. Orang tua bisa kena sanksi karena dianggap memberikan fasilitas berupa mobil hingga menyebabkan terjadinya kecelakaan.
”Pelakunya bisa dikenakan sanksi misalnya tidak boleh mengemudikan kendaraan beberapa waktu. Kalau dia ternyata melanggar, baru dijerat hukum. Atau dia tidak diperbolehkan memiliki SIM sebagai sanksinya,” tutupnya.
Helmi syarif/ R ratna purnama
(ftr)