Kasus Visa Telat Turut Rugikan Garuda
A
A
A
MADINAH - Masalah keterlambatan visa ribuan jamaah haji Indonesia ternyata ikut merugikan pesawat Garuda Indonesia yang mengangkut para tamu Allah itu.
Hingga kemarin delapan pesawat maskapai pelat merah yang mengangkut jamaah haji itu terkena penalti dari otoritas bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah akibat mendarat di luar slot (jatah) waktu pendaratan. ”Dendanya sekitar 15.000 real setiap pesawat.
Total denda delapan pesawat mencapai 120.000 real atau sekitar Rp452 juta, dengan kurs yang berlaku di Arab Saudi saat musim haji 1 riyal sama dengan sekitar Rp3.770,” ujar Manager Operasional Garuda di Bandara Madinah, Saleh Nugraha, kemarin. Penalti ini akibat penerbangan jamaah haji kelompok terbang (kloter) I dari Embarkasi Ujungpandang (UPG) 1 yang terbang 21 Agustus lalu terlambat berangkat (delay).
Disusul tujuh penerbangan dari Embarkasi Solo (SOC) yang juga terlambat. Keterlambatan ini karena visa jamaah belum juga dikeluarkan Kedubes Arab Sauidi hingga detik-detik akhir keberangkatan. Praktis ada puluhan kursi pesawat yang kosong. Pihak embarkasi memutuskan mengisi kursi yang kosong dengan jamaah lain yang telah memiliki visa.
Proses inilah yang memakan waktu, hingga akhirnya pesawat terkena penalti. Kasus keterlambatan mendarat yang berujung penalti ini pernah terjadi pada 1995 silam. Sedangkan, tahun lalu pada gelombang pertama pemberangkatan haji, Garuda mencatat 97% on time performance (OTP) dari 206 penerbangan.
Di sisi lain, AMAA merupakan bandara baru sehingga pelayanannya berbeda dengan Bandara King Abul Aziz, Jeddah. ”Kalau di Jeddah kami mendapatkan form yang kemudian diisi dan diserahkan. Selanjutnya kalau di-aprrove, berarti kita tidak dapat denda, jadi jelas. Kalau di Madinah ini tidak ada form, dan kami langsung dikenakan penalti,” urainya.
Sedangkan, pihak Saudi Airlines yang juga mengangkut jamaah haji asal Indonesia menyatakan tidak mendapatkan penalti. ”Kami tidak terkena penalti. Masih aman, Insya Allah,” beber staf operasional Saudi Arabian Airlines di Bandara Madinah, Febi Martawardaya. Saudi Airlines mengangkut jamaah dari empat embarkasi yakni Batam, Palembang, Surabaya, dan Jakarta dengan 166 kloter.
”Kalau yang mendarat di Madinah, separuhnya. Sisanya mendarat di Jeddah,” imbuh dia. Terpisah, Kepala Seksi Kedatangan dan Pemulangan Jamaah Daerah Kerja (Daker) Bandara Jeddah-Madinah Edayanti Dasril Munir membenarkan terjadinya keterlambatan penerbangan akibat perubahan manifes.
”Di kloter UPG (Ujungpandang) satu terjadi delay kurang lebih sekitar 2 jam. Dari Embarkasi Solo pun demikian. Intinya karena bongkar pasang manifes. Ini efek domino,” urainya. Menurut dia, sebenarnya ground time atau parkir pesawat Garuda di Bandara Adi Seomarmo, Solo, sekitar 5 jam.
Dalam keadaan normal pun waktunya sangat mencukupi untuk menaikkan penumpang dan tidak akan mengalami keterlambatan. ”Tapi, ternyata menjelang take off manifes belum clear. Pesawat kan enggak mungkin diberangkatkan tanpa ada kepastian penumpang, antara manifes dengan dokumen itu harus sama,” tegasnya.
Manifes sesuai prosedur seharusnya sudah selesai 2x24 jam, ternyata menjelang keberangkatan banyak jamaah haji yang visanya belum jadi. Sesuai instruksi Direktur Jenderal Pelaksanaan Haji dan Umrah (PHU), kloter tersebut harus dipenuhi, yakni diambilkan dari jamaah-jamaah yang memiliki visa.
Dia berharap, kasus ini tidak terjadi lagi menyusul visa jamaah haji yang belum jadi tinggal sedikit. ”Memang ini kuncinya ada di embarkasi. Seusai kontrak, denda yang harus dibayarkan ini menjadi tanggung jawab Garuda, bukan Kementerian Agama (Kemenag), selaku pihak yang menyewa pesawat,” pungkasnya.
Laporan Wartawan KORAN SINDO
SUNU HASTORO F
MADINAH
Hingga kemarin delapan pesawat maskapai pelat merah yang mengangkut jamaah haji itu terkena penalti dari otoritas bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah akibat mendarat di luar slot (jatah) waktu pendaratan. ”Dendanya sekitar 15.000 real setiap pesawat.
Total denda delapan pesawat mencapai 120.000 real atau sekitar Rp452 juta, dengan kurs yang berlaku di Arab Saudi saat musim haji 1 riyal sama dengan sekitar Rp3.770,” ujar Manager Operasional Garuda di Bandara Madinah, Saleh Nugraha, kemarin. Penalti ini akibat penerbangan jamaah haji kelompok terbang (kloter) I dari Embarkasi Ujungpandang (UPG) 1 yang terbang 21 Agustus lalu terlambat berangkat (delay).
Disusul tujuh penerbangan dari Embarkasi Solo (SOC) yang juga terlambat. Keterlambatan ini karena visa jamaah belum juga dikeluarkan Kedubes Arab Sauidi hingga detik-detik akhir keberangkatan. Praktis ada puluhan kursi pesawat yang kosong. Pihak embarkasi memutuskan mengisi kursi yang kosong dengan jamaah lain yang telah memiliki visa.
Proses inilah yang memakan waktu, hingga akhirnya pesawat terkena penalti. Kasus keterlambatan mendarat yang berujung penalti ini pernah terjadi pada 1995 silam. Sedangkan, tahun lalu pada gelombang pertama pemberangkatan haji, Garuda mencatat 97% on time performance (OTP) dari 206 penerbangan.
Di sisi lain, AMAA merupakan bandara baru sehingga pelayanannya berbeda dengan Bandara King Abul Aziz, Jeddah. ”Kalau di Jeddah kami mendapatkan form yang kemudian diisi dan diserahkan. Selanjutnya kalau di-aprrove, berarti kita tidak dapat denda, jadi jelas. Kalau di Madinah ini tidak ada form, dan kami langsung dikenakan penalti,” urainya.
Sedangkan, pihak Saudi Airlines yang juga mengangkut jamaah haji asal Indonesia menyatakan tidak mendapatkan penalti. ”Kami tidak terkena penalti. Masih aman, Insya Allah,” beber staf operasional Saudi Arabian Airlines di Bandara Madinah, Febi Martawardaya. Saudi Airlines mengangkut jamaah dari empat embarkasi yakni Batam, Palembang, Surabaya, dan Jakarta dengan 166 kloter.
”Kalau yang mendarat di Madinah, separuhnya. Sisanya mendarat di Jeddah,” imbuh dia. Terpisah, Kepala Seksi Kedatangan dan Pemulangan Jamaah Daerah Kerja (Daker) Bandara Jeddah-Madinah Edayanti Dasril Munir membenarkan terjadinya keterlambatan penerbangan akibat perubahan manifes.
”Di kloter UPG (Ujungpandang) satu terjadi delay kurang lebih sekitar 2 jam. Dari Embarkasi Solo pun demikian. Intinya karena bongkar pasang manifes. Ini efek domino,” urainya. Menurut dia, sebenarnya ground time atau parkir pesawat Garuda di Bandara Adi Seomarmo, Solo, sekitar 5 jam.
Dalam keadaan normal pun waktunya sangat mencukupi untuk menaikkan penumpang dan tidak akan mengalami keterlambatan. ”Tapi, ternyata menjelang take off manifes belum clear. Pesawat kan enggak mungkin diberangkatkan tanpa ada kepastian penumpang, antara manifes dengan dokumen itu harus sama,” tegasnya.
Manifes sesuai prosedur seharusnya sudah selesai 2x24 jam, ternyata menjelang keberangkatan banyak jamaah haji yang visanya belum jadi. Sesuai instruksi Direktur Jenderal Pelaksanaan Haji dan Umrah (PHU), kloter tersebut harus dipenuhi, yakni diambilkan dari jamaah-jamaah yang memiliki visa.
Dia berharap, kasus ini tidak terjadi lagi menyusul visa jamaah haji yang belum jadi tinggal sedikit. ”Memang ini kuncinya ada di embarkasi. Seusai kontrak, denda yang harus dibayarkan ini menjadi tanggung jawab Garuda, bukan Kementerian Agama (Kemenag), selaku pihak yang menyewa pesawat,” pungkasnya.
Laporan Wartawan KORAN SINDO
SUNU HASTORO F
MADINAH
(bbg)