Malaysia dan Indonesia Perangi Perompak

Kamis, 27 Agustus 2015 - 09:08 WIB
Malaysia dan Indonesia Perangi Perompak
Malaysia dan Indonesia Perangi Perompak
A A A
SINGAPURA - Malaysia dan Indonesia mengerahkan tim reaksi cepat untuk mengatasi peningkatan serangan perompak pada kapal-kapal dagang di jalur pelayaran.

Lebih dari 70 kapal telah diserang perompak di Selat Malaka dan Singapura, bagian barat Semenanjung Malaya, tahun ini. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2008. Itu termasuk tujuh penyerangan perompak pada akhir pekan lalu, menurut data grup keamanan dan antiperompakan.

”Kami memiliki rekomendasi umum bahwa kapal-kapal yang menuju Singapura dan melintasi perairan Malaysia mengambil langkah-langkah keamanan yang diperlukan,” papar Michael Storgaard, juru bicara perusahaan pengiriman terbesar di dunia, Maersk Line, dikutip kantor berita Reuters.

Salah satu kapal Maersk Line yang diserang perompak pekan lalu yakni kapal kontainer berbobot106.043ton, MaerskLebu. Laksamana Pertama Maritim Zulkifili bin Abu Bakar yang menjadi direktur urusan maritim di departemen investigasi kejahatan Badan Penegakan Hukum Maritim Malaysia (MMEA) menjelaskan, peningkatan serangan perompak membuat MMEA atau penjaga pantai mengerahkan tim tugas khusus dan rescue (STAR) di Johor Bharu.

Menurut Zulkifili, selain bertugas merespons pembajakan dan perampokan, anggota tim MMEA juga kadang dikerahkan di kapal-kapal dagang yang dioperasikan perusahaan-perusahaan terkait Pemerintah Malaysia. ”Tim STAR merupakan tambahan bagi personel MMEA lainnya yang bertugas mengatasi perompakan di laut. Saya tidak bisa memberi tahu jumlah personel, tapi ini cukup untuk melakukan operasi antiperompakan apa pun,” ucapnya.

Singapura, Indonesia, dan Malaysia telah mengoordinasikan patroli angkatan laut dan polisi di Selat Malaka dan Laut China Selatan. Meski demikian, mereka menghadapi kendala kurangnya sumber daya. Di sisi lain, keberadaan pulau-pulau dan pantai-pantai untuk berlabuh memudahkan para perompak beroperasi. ”Ini bukan tim baru (bagi Indonesia), tapi hanya memperkuat koordinasi dan kerja sama patroli, khususnya di wilayah Malaka.

Kami telah berkomunikasi dan hasilnya signifikan,” tutur juru bicara Angkatan Laut Indonesia Zainuddin pada Reuters . Para pakar keamanan dan pelayaran menyambut langkah tersebut. Meski demikian, mereka mendorong pendekatan lebihaktif. ”Masihperlupro-aktif, kehadiran keamanan permanen di daerah itu selama malam hari,” tutur Mark Thomas, manajer regionalAsia-Pasifikdikonsultan keamanan maritim Dryad Maritime di Singapura.

Data Biro Maritim Internasional (IMB) menyatakan Asia Tenggara menjadi salah satu hotspot perompakan bersenjata, sebanyak 84 insiden dari 106 insiden global pada semester I/2015. Adapun data dari Kesepakatan Regional untuk Memerangi Perompakan dan Perampokan Bersenjata terhadap Kapal-Kapal di Asia (ReCAAP) menunjukkan sebagian besar serangan perompak terbaru terjadi di perairan Indonesia dalam 48 jam, mengindikasikan ada satu grup penyerang.

Berbagai organisasi antiperompakan membedakan antara serangan di sekitar Singapura dan di lepas pantai Somalia. Sebagian besar serangan di Selat Malaka dan Singapura dilakukan oleh perompak dengan senjata ringan, tanpa penculikan awak kapal, dan serangan dilakukan pada kapal-kapal yang tidak terlalu besar. Adapun perompakan di Afrika biasa dilakukan pelaku dengan senjata berat, menculik kru kapal, dan menyerang kapalkapalyangukurannya lebihbesar.

Menurut para pengusaha pelayaran, rendahnya level kekerasan dan ketatnya regulasi senjata di Asia Tenggara membuat mereka sulit mempekerjakan penjaga bersenjata. Meski demikian, sejumlah langkah harus dilakukan oleh para pengelola kapal, serupa di Samudera Hindia untuk menghadapi para perompak Somalia. Beberapa langkahnya ialah memasang kawat berduri, mengunci semua pintu dan pengawasan yang lebih baik di setiap kapal.

Syarifudin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5707 seconds (0.1#10.140)