Jamaah Asal Medan Tak Ingat Pemondokan
A
A
A
Jarum jam menunjukkan pukul 03.00 saat lobi Kantor Misi Haji Indonesia di Madinah kedatangan Sukino, 64, jamaah haji asal Jalan Sunggal No 83, Tanjungrejo, Kecamatan Medan Sunggal, Sungai Sikambing, Medan, Sumatera Utara.
Tatapan matanya kosong. Dengan hanya berkaus oblong putih serta celana panjang hitam yang ujungnya dilinting sebelah, kakek 4 anak dan 12 cucu itu tampak lusuh dan kelelahan. Telapak kakinya terlihat kotor karena saat datang tanpa mengenakan alas kaki alias nyeker. Di pergelangan tangannya tak ada gelang penanda jamaah haji. Tas kecil yang biasa dikalungkan di leher jamaah dan berisi informasi identitas pun tidak dibawa.
Sama sekali Sukino tak membawa identitas. Sambil bercerita, satu kakinya ditekuk ke atas sofa. ”Saya tadi sudah salat di masjid. Masjidnya besar,” ujarnya. Namun dia mengaku lupa sekarang ada di mana. Bahkan, kadang dia mengaku saat ini masih di rumahnya. Bahkan dia sempat menyebut ikut rombongan kloter 48.
Diduga kuat dia mengalami gangguan kesadaran akibat dehidrasi. Saat ditanya kapan sampai di Madinah, dia mengaku tak ingat. ”Aku ora kelingan (saya tidak ingat),” tuturnya. Begitu pun saat ditanya soal keluarga, dia mengaku belum memberi kabar. ”Saya sendirian datang ke sini.
Sehari-hari saya tukang tepa atau berjualan gedek (anyaman bambu),” ujarnya memakai bahasa Jawa sambil meneguk teh. Sukino mengaku sudah lama menabung dengan menyisihkan hasil berjualan gedek. ”Istri saya berangkat tahun 2010, kemudian saya mendaftar.
Naik hajinya gantian,” ungkap pria yang mengaku berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah, dan pindah ke Medan sejak 1956 tersebut. Sekretaris Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Madinah Syarif Rahman menjelaskan, Sukino kekurangan cairan di tubuh karena kurang minum.
Akibatnya dia tidak bisa fokus dan agak sedikit lupa ingatan saat berbicara. ”Bapak ini dehidrasinya sudah lumayan tinggi, tapi belum demensia . Yang jelas tadi diantarkan penduduk lokal sini, orang Arab. Soal bapak ini jalan dari mana saya tidak tahu,” katanya.
Sunu Hastoro F
Madinah
Tatapan matanya kosong. Dengan hanya berkaus oblong putih serta celana panjang hitam yang ujungnya dilinting sebelah, kakek 4 anak dan 12 cucu itu tampak lusuh dan kelelahan. Telapak kakinya terlihat kotor karena saat datang tanpa mengenakan alas kaki alias nyeker. Di pergelangan tangannya tak ada gelang penanda jamaah haji. Tas kecil yang biasa dikalungkan di leher jamaah dan berisi informasi identitas pun tidak dibawa.
Sama sekali Sukino tak membawa identitas. Sambil bercerita, satu kakinya ditekuk ke atas sofa. ”Saya tadi sudah salat di masjid. Masjidnya besar,” ujarnya. Namun dia mengaku lupa sekarang ada di mana. Bahkan, kadang dia mengaku saat ini masih di rumahnya. Bahkan dia sempat menyebut ikut rombongan kloter 48.
Diduga kuat dia mengalami gangguan kesadaran akibat dehidrasi. Saat ditanya kapan sampai di Madinah, dia mengaku tak ingat. ”Aku ora kelingan (saya tidak ingat),” tuturnya. Begitu pun saat ditanya soal keluarga, dia mengaku belum memberi kabar. ”Saya sendirian datang ke sini.
Sehari-hari saya tukang tepa atau berjualan gedek (anyaman bambu),” ujarnya memakai bahasa Jawa sambil meneguk teh. Sukino mengaku sudah lama menabung dengan menyisihkan hasil berjualan gedek. ”Istri saya berangkat tahun 2010, kemudian saya mendaftar.
Naik hajinya gantian,” ungkap pria yang mengaku berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah, dan pindah ke Medan sejak 1956 tersebut. Sekretaris Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Madinah Syarif Rahman menjelaskan, Sukino kekurangan cairan di tubuh karena kurang minum.
Akibatnya dia tidak bisa fokus dan agak sedikit lupa ingatan saat berbicara. ”Bapak ini dehidrasinya sudah lumayan tinggi, tapi belum demensia . Yang jelas tadi diantarkan penduduk lokal sini, orang Arab. Soal bapak ini jalan dari mana saya tidak tahu,” katanya.
Sunu Hastoro F
Madinah
(bbg)