Banyak Proyek Infrastruktur di Bogor Mangkrak
A
A
A
BOGOR - Banyaknya proyek infrastruktur di Kota Bogor mangkrak bertahun-tahun, seperti optimalisasi terminal Baranangsiang dan pembangunan jalan tembusan.
Bukan hanya masyarakat tapi kalangan swasta juga banyak mengeluhkan keseriusan Pemkot Bogor dalam membangun perekonomian, khususnya dari sisi kepastian hukum dalam menjaga iklim investasi. Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Benteng Pajajaran Bogor Raya Dul Samson Sambernyawa mengungkapkan, kondisi ini menunjukkan tidak berhasilnya Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dalam mengelola administrasi pemerintahan sehingga tak sedikit proyek yang berujung pada masalah hukum.
”Ini menunjukkan kepiawaiannya dalam berkomunikasi saat menjadi akademisi maupun pengamat dengan praktik mengelola pemerintahan tidak seimbang. Malah, yang ada kebanyakan pencitraan dalam bekerja,” katanya kemarin. Masih terkatung-katungnya kelanjutan megaproyek Terminal Baranangsiang berdampak mangkraknya pembangunan lokasi terminal sementara di Jalan Raya Tajur-Wangun, Kelurahan Harjasari, Bogor Selatan.
Lahan yang rencananya bakal digunakan sementara untuk terminal itu hingga kini masih tetap dibiarkan kosong. Sementara, lahan itu telah disewa PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI) selaku pihak pengembang Terminal Baranangsiang. ”Padahal biaya yang harus dikeluarkan PT PGI untuk menyewa lahan dari pemilik salah satu perusahaan otobus (PO) bus itu nilainya mencapai miliaran rupiah,” tuturnya.
Belum lagi biaya lainnya untuk merapikan kondisi lahan dan penyediaan infrastruktur pendukung serta pajak yang tetap harus dibayar. Sekretaris Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor Endang Suherman mengatakan, pihaknya hingga saat ini hanya sebatas menunggu kebijakan wali kota.
”Sampai sekarang kita masih terus menunggu rencana kelanjutannya,” tandasnya. Menurutnya, semua pihak termasuk dinas-dinas terkait yang terlibat dalam rencana optimalisasi aset Terminal Baranangsiang masih menunggu keputusan Bima Arya. ”Saya tidak bisa berkomentar banyak dulu karena ini ranahnya sudah ada di Pak Wali. Untuk jelasnya, silakan ditanyakan kepada beliau,” ungkapnya.
Proyek yang manfaatnya banyak untuk kepentingan publik namun juga mangkrak yakni pembangunan jalan R3 yang menghubungkan Jalan Pandu Raya, Bogor Utara, hingga ke arah Tajur-Wangun, Bogor Timur, Kota Bogor. Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman mengungkapkan, proyek pembangunan jalan sepanjang 10,5 kilometer mangkrak karena masih terganjal pembebasanlahan.
Rencananya di jalan tembus untuk mengurai kemacetan di pusat kota ini juga akan dibuat taman produktif. ”Nanti kita minta masukkan Dinas Pertanian, bisa saja lahan kosong tersebut jadi area penghijauan. Kebetulan nanti mau ada penanaman pohon, saya harapkan R3 ada jalur-jalur hijau yang spesifik,” ujarnya.
Pembangunan infrastruktur lain yang mangkrak adalah akses jalan tembus menuju calon Stasiun Sukaresmi, Kota Bogor. Imbasnya PT Kereta Api Indonesia (KAI) belumjugamerealisasikan pembangunan Stasiun Sukaresmi yang terletak di antara Stasiun Bogor dan Cilebut. Ternyata, anggaran pembangunan akses Sukaresmi baru cair pada 2016.
Akibat mangkraknya proyek akses jalan 572,4 meter itu warga masih harus menikmati kemacetan di pusat Kota Bogor, khususnya yang hendak naik KRL ke Stasiun Bogor maupun Cilebut. ”Kecuali kalau ada APBD perubahan tahun ini,” ujar Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bogor Sudradji. Sudradji mengungkapkan, sebelumnya pembangunan dikerjakan pihak kontraktor yang ditunjuk Pemkot Bogor berdasarkan hasil lelang senilai Rp13,5 miliar.
Namun hingga batas waktu yang ditentukan, tidak sesuai dengan target kesepakatan. Akibatnya, pembangunan yang mestinya rampung akhir 2014 itu tertunda hingga kini. Dia menyesal karena pembangunan akses jalan tersebut terpaksa baru dilakukan tahun depan. ”Untuk mendapatkan kontraktor baru, harus melalui prosedur. Jadi, kemungkinan baru akan dilanjutkan dengan kontraktor yang baru tahun depan,” ungkapnya.
Haryudi
Bukan hanya masyarakat tapi kalangan swasta juga banyak mengeluhkan keseriusan Pemkot Bogor dalam membangun perekonomian, khususnya dari sisi kepastian hukum dalam menjaga iklim investasi. Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Benteng Pajajaran Bogor Raya Dul Samson Sambernyawa mengungkapkan, kondisi ini menunjukkan tidak berhasilnya Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dalam mengelola administrasi pemerintahan sehingga tak sedikit proyek yang berujung pada masalah hukum.
”Ini menunjukkan kepiawaiannya dalam berkomunikasi saat menjadi akademisi maupun pengamat dengan praktik mengelola pemerintahan tidak seimbang. Malah, yang ada kebanyakan pencitraan dalam bekerja,” katanya kemarin. Masih terkatung-katungnya kelanjutan megaproyek Terminal Baranangsiang berdampak mangkraknya pembangunan lokasi terminal sementara di Jalan Raya Tajur-Wangun, Kelurahan Harjasari, Bogor Selatan.
Lahan yang rencananya bakal digunakan sementara untuk terminal itu hingga kini masih tetap dibiarkan kosong. Sementara, lahan itu telah disewa PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI) selaku pihak pengembang Terminal Baranangsiang. ”Padahal biaya yang harus dikeluarkan PT PGI untuk menyewa lahan dari pemilik salah satu perusahaan otobus (PO) bus itu nilainya mencapai miliaran rupiah,” tuturnya.
Belum lagi biaya lainnya untuk merapikan kondisi lahan dan penyediaan infrastruktur pendukung serta pajak yang tetap harus dibayar. Sekretaris Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor Endang Suherman mengatakan, pihaknya hingga saat ini hanya sebatas menunggu kebijakan wali kota.
”Sampai sekarang kita masih terus menunggu rencana kelanjutannya,” tandasnya. Menurutnya, semua pihak termasuk dinas-dinas terkait yang terlibat dalam rencana optimalisasi aset Terminal Baranangsiang masih menunggu keputusan Bima Arya. ”Saya tidak bisa berkomentar banyak dulu karena ini ranahnya sudah ada di Pak Wali. Untuk jelasnya, silakan ditanyakan kepada beliau,” ungkapnya.
Proyek yang manfaatnya banyak untuk kepentingan publik namun juga mangkrak yakni pembangunan jalan R3 yang menghubungkan Jalan Pandu Raya, Bogor Utara, hingga ke arah Tajur-Wangun, Bogor Timur, Kota Bogor. Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman mengungkapkan, proyek pembangunan jalan sepanjang 10,5 kilometer mangkrak karena masih terganjal pembebasanlahan.
Rencananya di jalan tembus untuk mengurai kemacetan di pusat kota ini juga akan dibuat taman produktif. ”Nanti kita minta masukkan Dinas Pertanian, bisa saja lahan kosong tersebut jadi area penghijauan. Kebetulan nanti mau ada penanaman pohon, saya harapkan R3 ada jalur-jalur hijau yang spesifik,” ujarnya.
Pembangunan infrastruktur lain yang mangkrak adalah akses jalan tembus menuju calon Stasiun Sukaresmi, Kota Bogor. Imbasnya PT Kereta Api Indonesia (KAI) belumjugamerealisasikan pembangunan Stasiun Sukaresmi yang terletak di antara Stasiun Bogor dan Cilebut. Ternyata, anggaran pembangunan akses Sukaresmi baru cair pada 2016.
Akibat mangkraknya proyek akses jalan 572,4 meter itu warga masih harus menikmati kemacetan di pusat Kota Bogor, khususnya yang hendak naik KRL ke Stasiun Bogor maupun Cilebut. ”Kecuali kalau ada APBD perubahan tahun ini,” ujar Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bogor Sudradji. Sudradji mengungkapkan, sebelumnya pembangunan dikerjakan pihak kontraktor yang ditunjuk Pemkot Bogor berdasarkan hasil lelang senilai Rp13,5 miliar.
Namun hingga batas waktu yang ditentukan, tidak sesuai dengan target kesepakatan. Akibatnya, pembangunan yang mestinya rampung akhir 2014 itu tertunda hingga kini. Dia menyesal karena pembangunan akses jalan tersebut terpaksa baru dilakukan tahun depan. ”Untuk mendapatkan kontraktor baru, harus melalui prosedur. Jadi, kemungkinan baru akan dilanjutkan dengan kontraktor yang baru tahun depan,” ungkapnya.
Haryudi
(ftr)