Dirikan Pabrik Mi Ramen Pertama di Hawaii
A
A
A
Hidehito Uki baru berusia 20 tahun saat dia memutuskan meninggalkan Jepang untuk memulai perusahaan mi kecil di Honolulu di Pulau Oahu, Hawaii.
Lebih dari 30 tahun kemudian, bisnis keluarganya membesar dengan pabrik di wilayah timur dan barat Amerika Serikat (AS). Pabrik mi pertamanya terletak di sisi jalan di wilayah industri di Honolulu. Tampilan luar yang sederhana menyembunyikan aktivitas yang ada di dalamnya.
Beberapa orang menyatakan pabrik sederhana ini dipenuhi dengan kecintaan terhadap mi ramen yang kini meluas di AS. Perusahaan keluarga bernama Sun Noodle itu telah berjalan selama lebih tiga dekade, sejak 1981. Orang di balik bisnis ini pun dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kegilaan warga AS terhadap ramen sekarang.
Saat ini mi ramen buatan Uki dijual di penjuru AS dan dikirimkan hingga ke Eropa. Konon, setiap chef ramen bersumpah dengan minya. Kini ketenaran mi ramen pun sudah menyebar luas di dunia. Meski demikian, Uki menyatakan, dia hanya melakukan apa yang harus dilakukan. ” Kami merasa benar-benar beruntung tapi kami hanya melakukan apa pun yang perlu kami lakukan untuk mi itu,” tuturnya.
Pekerjaan pertama Uki adalah sebagai pembuat mi di Jepang. Dia saat itu bekerja untuk ayahnya. Pada 1980 dia dikirim ke Hawaii untuk menjual mesin dan mengajari konsumen cara membuat mi. Dia pun tiba di Hawaii dan mencintai pulau tersebut. Uki menemukan di Hawaii, restoran-restoran hanya menggunakan satu jenis mi untuk hidangan ramen mereka.
Ini sangat berbeda dengan pengalamannya yang tumbuh di Jepang. Di Negeri Sakura setiap wilayah memiliki beragam jenis ramen dan ada mi khusus untuk menyesuaikan berbagai jenis hidangan tersebut. Targetnya sederhana, membuat mi khusus ramen.
” Saya tidak tahu apa pun tentang bisnis selain membuat mi. Saya tidak memiliki kepercayaan apa pun tapi ini peluang bagus bagi saya untuk memulai bisnis. Datang ke Hawai pada 1980-an itu tidak mudah, bahkan bagi pariwisata. Ini peluang sekali seumur hidup,” paparnya.
Saat Uki tiba di AS, dia tidak bisa berbicara bahasa Inggris sedikit pun. Dia lantas mengambil kursus bahasa Inggris sambil mulai membangun pabriknya. Dia menghadapi beragam kesulitan dalam mendapat pendanaan dari perbankan untuk memulai bisnis. Dia pun mendekati teman-teman dan kerabatnya untuk mendapatkan uang yang diperlukan untuk memulai bisnis minya.
Meski demikian, Uki segera menghadapi tantangan saat dia menyadari meskipun ada banyak tepung berkualitas bagus di AS pada awal 1980- an, tidak satu pun yang cocok untuk produknya. ” Sebagian besar tepung yang diproduksi di AS didesain untuk roti atau kue sehingga tidak ada tepung untuk membuat mi,” tuturnya.
Menghadapi hal itu, dia mendatangi satu-satunya pabrik tepung di Hawaii. Dia meyakinkan mereka agar memproduksi tepung khusus untuk membuat minya. Tantangan selanjutnya, dia harus menemukan kedai ramen yang akan membeli produknya. Saat itu ada beberapa kedai ramen di Oahu.
Kedai-kedai itu mengimpor seluruh mi mereka dari Jepang, dan mereka menolak mi yang dibuat Uki. Mereka menyatakan, produk mi dari Uki tidak dapat digunakan. Untungnya, seorang pemilik kedai ramen bersedia bekerja sama dengan Uki untuk memperbaiki kualitas minya dan memesan minya untuk ramen di restorannya. Proses penyesuaian produk ini pun menjadi strategi Sun Noodle untuk mengembangkan bisnisnya.
” Kami bekerja sama untuk menciptakan minya sendiri, jadi dari awal saya berpengalaman bagaimana pentingnya membuat mi khusus untuk setiap konsumen,” ujar Uki.
ANANDA NARARYA
Lebih dari 30 tahun kemudian, bisnis keluarganya membesar dengan pabrik di wilayah timur dan barat Amerika Serikat (AS). Pabrik mi pertamanya terletak di sisi jalan di wilayah industri di Honolulu. Tampilan luar yang sederhana menyembunyikan aktivitas yang ada di dalamnya.
Beberapa orang menyatakan pabrik sederhana ini dipenuhi dengan kecintaan terhadap mi ramen yang kini meluas di AS. Perusahaan keluarga bernama Sun Noodle itu telah berjalan selama lebih tiga dekade, sejak 1981. Orang di balik bisnis ini pun dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kegilaan warga AS terhadap ramen sekarang.
Saat ini mi ramen buatan Uki dijual di penjuru AS dan dikirimkan hingga ke Eropa. Konon, setiap chef ramen bersumpah dengan minya. Kini ketenaran mi ramen pun sudah menyebar luas di dunia. Meski demikian, Uki menyatakan, dia hanya melakukan apa yang harus dilakukan. ” Kami merasa benar-benar beruntung tapi kami hanya melakukan apa pun yang perlu kami lakukan untuk mi itu,” tuturnya.
Pekerjaan pertama Uki adalah sebagai pembuat mi di Jepang. Dia saat itu bekerja untuk ayahnya. Pada 1980 dia dikirim ke Hawaii untuk menjual mesin dan mengajari konsumen cara membuat mi. Dia pun tiba di Hawaii dan mencintai pulau tersebut. Uki menemukan di Hawaii, restoran-restoran hanya menggunakan satu jenis mi untuk hidangan ramen mereka.
Ini sangat berbeda dengan pengalamannya yang tumbuh di Jepang. Di Negeri Sakura setiap wilayah memiliki beragam jenis ramen dan ada mi khusus untuk menyesuaikan berbagai jenis hidangan tersebut. Targetnya sederhana, membuat mi khusus ramen.
” Saya tidak tahu apa pun tentang bisnis selain membuat mi. Saya tidak memiliki kepercayaan apa pun tapi ini peluang bagus bagi saya untuk memulai bisnis. Datang ke Hawai pada 1980-an itu tidak mudah, bahkan bagi pariwisata. Ini peluang sekali seumur hidup,” paparnya.
Saat Uki tiba di AS, dia tidak bisa berbicara bahasa Inggris sedikit pun. Dia lantas mengambil kursus bahasa Inggris sambil mulai membangun pabriknya. Dia menghadapi beragam kesulitan dalam mendapat pendanaan dari perbankan untuk memulai bisnis. Dia pun mendekati teman-teman dan kerabatnya untuk mendapatkan uang yang diperlukan untuk memulai bisnis minya.
Meski demikian, Uki segera menghadapi tantangan saat dia menyadari meskipun ada banyak tepung berkualitas bagus di AS pada awal 1980- an, tidak satu pun yang cocok untuk produknya. ” Sebagian besar tepung yang diproduksi di AS didesain untuk roti atau kue sehingga tidak ada tepung untuk membuat mi,” tuturnya.
Menghadapi hal itu, dia mendatangi satu-satunya pabrik tepung di Hawaii. Dia meyakinkan mereka agar memproduksi tepung khusus untuk membuat minya. Tantangan selanjutnya, dia harus menemukan kedai ramen yang akan membeli produknya. Saat itu ada beberapa kedai ramen di Oahu.
Kedai-kedai itu mengimpor seluruh mi mereka dari Jepang, dan mereka menolak mi yang dibuat Uki. Mereka menyatakan, produk mi dari Uki tidak dapat digunakan. Untungnya, seorang pemilik kedai ramen bersedia bekerja sama dengan Uki untuk memperbaiki kualitas minya dan memesan minya untuk ramen di restorannya. Proses penyesuaian produk ini pun menjadi strategi Sun Noodle untuk mengembangkan bisnisnya.
” Kami bekerja sama untuk menciptakan minya sendiri, jadi dari awal saya berpengalaman bagaimana pentingnya membuat mi khusus untuk setiap konsumen,” ujar Uki.
ANANDA NARARYA
(ftr)