Semangat Kejuangan dalam Ekonomi
A
A
A
Tujuh puluh tahun Indonesia merdeka. Semangat dan nilai-nilaiperjuanganpara pendiribangsa perlu terus kita gelorakan untuk mewujudkan cita-cita bersama.
Semangat perjuangan ini semakin penting di tengah situasi perekonomian dunia dan nasional yang melambat dan penuh dengan ketidakpastian. Optimisme para pendiri bangsa perlu kita warisi dengan tekad bahwa kondisi perekonomian nasional akan mampu melewati turbulensi dan gejolak perekonomian dunia. Diperlukan keterpaduan baik dari unsur pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi maupun stakeholder lainnya untuk terus memperkuat fundamental perekonomian nasional.
Hanya melalui hal ini kita dapat melanjutkan perjuangan para pendiri bangsa untuk terus memajukan dan membuat Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi besar dunia. Saya melihat salah satu warisan terbesardari para pendiri bangsa adalah semangat dan tekad yang sangat kuat untuk menjadikan Indonesia negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Peristiwa Rengasdengklok menjadi saksi sejarah bagaimana optimisme kaum muda mampu meyakinkan Soekarno-Hatta untuk mempercepat Proklamasi Kemerdekaan RI. Meski pada saat itu infrastruktur untuk suatu negara baik dibidang pemerintahan, politik, pendidikan, ekonomi maupun keuangan, serta alat dan kelengkapan kenegaraan lainnya, masih sangat terbatas, namun tidak menyurutkan tekad kelompok muda untukmeyakinkan Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Tekad kuat, optimisme, dan keyakinan generasi pendahulu merupakan modal penting bagi kita dalam menyikapi kondisi perekonomian nasional saat ini. Siklus perlambatan ekonomi kembali hadir saat ini. Sebelumnya, ekonomi Indonesia telah melalui serangkaian krisis ekonomi baik yang bersumber dari eksternal maupun internal. Pascakrisis ekonomi 1998, ekonomi nasional menghadapi serangkaian ujian gejolak eksternal yang berdampak pada perekonomian dalam negeri.
Misalnya krisis subprime-mortgage di tahun 2008, melambungnya harga minyak mentah dunia yang pernah menyentuh di atas USD137/barel, krisis utang Eropa, krisis utang Yunani, dan gejolak ekonomi perekonomian dunia lainnya pernah kita lalui bersama. Perekonomian dan fundamental ekonomi terus mengalami perbaikan melalui serangkaian kebijakan dan optimisme para pelaku pasar baik industri besar, sedang, menengah maupun kecil.
Saat ini perekonomian kita sedang diuji kembali oleh beberapa hal seperti ketidakpastian besaran dan kapan The Fed akan mengumumkan kenaikan suku bunga, rendahnya permintaan dan harga komoditas dunia, devaluasi yuan, dan gejolak pasar keuangan lainnya. Dampak yang paling kita rasakan tekanannya adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), indeks harga saham gabungan (IHSG), serta naiknya harga barang yang memiliki komponen impor tinggi.
Nilai tukar rupiah minggu lalu sempat menyentuh titik terendah selama 17 tahun dengan kurs di pasar spot berada di level Rp13.900 per dolar AS. Meski ditutup pada kisaran Rp13.700- an, tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih akan terus kita rasakan dalam waktu dekat ini. Di dalam negeri, perlambatan ekonomi sangat kita rasakan. Pertumbuhan ekonomi selama semester I/2015 tidak setinggi yang kita harapkan serta belanja pemerintah juga masih rendah.
Pemerintah berjanji akan memperbaiki target penyerapan anggaran di semester II/ 2015 yang nantinya diharapkan menggerakkan roda perekonomian baik di daerah maupun secara nasional. Kondisi ekonomi yang melambat juga tecermin dari menurunnya pertumbuhan penjualan di sektor ritel, automotif, properti, elektronik, dan perhotelan.
Target penyaluran kredit di revisi oleh BI dan diperkirakan sepanjang tahun ini akan tumbuh sebesar 11- 13%. Sementara itu, kredit bermasalah (non performing loan - NPL) juga meningkat meskipun masih dalam koridor terjaga. Namun, yang perlu diwaspadai adalah NPL di sektor UMKM yang menunjukkan tren yang harus kita antisipasi bersama. Pengalaman pada masa lalu menunjukkan bahwa di tengah situasi perekonomian yang sedang melambat dibutuhkan optimisme dari semua kalangan.
Pemerintah perlu terus-menerus memompa optimisme bagi dunia usaha maupun rumah tangga terhadap prospek perekonomian nasional. Hal ini hanya bisa dilakukan melalui serangkaian kebijakan yang tidak hanya lebih pro terhadap dunia usaha, tetapi juga mampu mengembalikan daya beli masyarakat. Bagaimana kita menghadapi krisis subprime-mortgage, menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua.
Komunikasi, kerja sama, koordinasi, dan kolektivitas anak bangsa untuk memitigasi dampak negatif telah membuat ekonomi nasional berdaya tahan. Pertumbuhan ekonomi saat itu sempat turun menjadi 4,5% di tahun 2009 namun tahun berikutnya mampu pulih dan tumbuh 6,1%. Semangat kebersamaan itulah yang kita perlukan saat ini di tengah perlambatan dan ketidakpastian perekonomian dunia.
Kita masih akan dikagetkan oleh kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti keputusan Bank Sentral China mendevaluasi secara mendadak yuan minggu lalu. Di tengah situasi seperti ini maka semangat kolektivitas anak bangsa melalui koordinasi lintas kementerian/ lembaga, lintas otoritas, pusatdaerah, dunia usaha, serikat pekerja, perguruan tinggi dan media untuk terus saling memahami dan melepaskan egosektoral.
Budaya kolektivisme dan Indonesia Incorporated menjadi kunci penting bagi jalannya pembangunan. Sementara sikap saling menyalahkan, melemahkan, mengunci, dan acuh tak acuh menjadi bumerang bagi kita semua. Mengisi kemerdekaan adalah tugas dari kita semua. Semangat dan perjuangan memerdekakan bangsa oleh para pendiri bangsa menjadi inspirasi bagi kita semua.
Infrastruktur pada saat itu terbatas dan sangat tidak lengkap, namun tidak pernah mematahkan nilai juang bagi bangsa dan negara. Semoga warisan semangat juang dan optimisme yang diberikan oleh para pendiri bangsa ini dapat meresap dan menghancurkan dinding egosektoral kelembagaan agar dapat berpikir dan bertindak bagi kepentingan nasional yang lebih luas.
Generasi saat ini baik yang duduk di pemerintahan, dunia kampus, dunia usaha, media, civil-society , dan elemen bangsa lainnya perlu terus menjaga optimisme bahwa kita akan mampu melewati masa-masa sulit di tengah perlambatan perekonomian dunia dan nasional.
Selamat hari kemerdekaan, terima kasih para pahlawan, dan nilai-nilai kejuangan menjadi penyemangat bagi generasi saat ini dan mendatang untuk melanjutkan pembangunan demi Indonesia Raya!
Prof Firmanzah PhD
Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
Semangat perjuangan ini semakin penting di tengah situasi perekonomian dunia dan nasional yang melambat dan penuh dengan ketidakpastian. Optimisme para pendiri bangsa perlu kita warisi dengan tekad bahwa kondisi perekonomian nasional akan mampu melewati turbulensi dan gejolak perekonomian dunia. Diperlukan keterpaduan baik dari unsur pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi maupun stakeholder lainnya untuk terus memperkuat fundamental perekonomian nasional.
Hanya melalui hal ini kita dapat melanjutkan perjuangan para pendiri bangsa untuk terus memajukan dan membuat Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi besar dunia. Saya melihat salah satu warisan terbesardari para pendiri bangsa adalah semangat dan tekad yang sangat kuat untuk menjadikan Indonesia negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Peristiwa Rengasdengklok menjadi saksi sejarah bagaimana optimisme kaum muda mampu meyakinkan Soekarno-Hatta untuk mempercepat Proklamasi Kemerdekaan RI. Meski pada saat itu infrastruktur untuk suatu negara baik dibidang pemerintahan, politik, pendidikan, ekonomi maupun keuangan, serta alat dan kelengkapan kenegaraan lainnya, masih sangat terbatas, namun tidak menyurutkan tekad kelompok muda untukmeyakinkan Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Tekad kuat, optimisme, dan keyakinan generasi pendahulu merupakan modal penting bagi kita dalam menyikapi kondisi perekonomian nasional saat ini. Siklus perlambatan ekonomi kembali hadir saat ini. Sebelumnya, ekonomi Indonesia telah melalui serangkaian krisis ekonomi baik yang bersumber dari eksternal maupun internal. Pascakrisis ekonomi 1998, ekonomi nasional menghadapi serangkaian ujian gejolak eksternal yang berdampak pada perekonomian dalam negeri.
Misalnya krisis subprime-mortgage di tahun 2008, melambungnya harga minyak mentah dunia yang pernah menyentuh di atas USD137/barel, krisis utang Eropa, krisis utang Yunani, dan gejolak ekonomi perekonomian dunia lainnya pernah kita lalui bersama. Perekonomian dan fundamental ekonomi terus mengalami perbaikan melalui serangkaian kebijakan dan optimisme para pelaku pasar baik industri besar, sedang, menengah maupun kecil.
Saat ini perekonomian kita sedang diuji kembali oleh beberapa hal seperti ketidakpastian besaran dan kapan The Fed akan mengumumkan kenaikan suku bunga, rendahnya permintaan dan harga komoditas dunia, devaluasi yuan, dan gejolak pasar keuangan lainnya. Dampak yang paling kita rasakan tekanannya adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), indeks harga saham gabungan (IHSG), serta naiknya harga barang yang memiliki komponen impor tinggi.
Nilai tukar rupiah minggu lalu sempat menyentuh titik terendah selama 17 tahun dengan kurs di pasar spot berada di level Rp13.900 per dolar AS. Meski ditutup pada kisaran Rp13.700- an, tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih akan terus kita rasakan dalam waktu dekat ini. Di dalam negeri, perlambatan ekonomi sangat kita rasakan. Pertumbuhan ekonomi selama semester I/2015 tidak setinggi yang kita harapkan serta belanja pemerintah juga masih rendah.
Pemerintah berjanji akan memperbaiki target penyerapan anggaran di semester II/ 2015 yang nantinya diharapkan menggerakkan roda perekonomian baik di daerah maupun secara nasional. Kondisi ekonomi yang melambat juga tecermin dari menurunnya pertumbuhan penjualan di sektor ritel, automotif, properti, elektronik, dan perhotelan.
Target penyaluran kredit di revisi oleh BI dan diperkirakan sepanjang tahun ini akan tumbuh sebesar 11- 13%. Sementara itu, kredit bermasalah (non performing loan - NPL) juga meningkat meskipun masih dalam koridor terjaga. Namun, yang perlu diwaspadai adalah NPL di sektor UMKM yang menunjukkan tren yang harus kita antisipasi bersama. Pengalaman pada masa lalu menunjukkan bahwa di tengah situasi perekonomian yang sedang melambat dibutuhkan optimisme dari semua kalangan.
Pemerintah perlu terus-menerus memompa optimisme bagi dunia usaha maupun rumah tangga terhadap prospek perekonomian nasional. Hal ini hanya bisa dilakukan melalui serangkaian kebijakan yang tidak hanya lebih pro terhadap dunia usaha, tetapi juga mampu mengembalikan daya beli masyarakat. Bagaimana kita menghadapi krisis subprime-mortgage, menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua.
Komunikasi, kerja sama, koordinasi, dan kolektivitas anak bangsa untuk memitigasi dampak negatif telah membuat ekonomi nasional berdaya tahan. Pertumbuhan ekonomi saat itu sempat turun menjadi 4,5% di tahun 2009 namun tahun berikutnya mampu pulih dan tumbuh 6,1%. Semangat kebersamaan itulah yang kita perlukan saat ini di tengah perlambatan dan ketidakpastian perekonomian dunia.
Kita masih akan dikagetkan oleh kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti keputusan Bank Sentral China mendevaluasi secara mendadak yuan minggu lalu. Di tengah situasi seperti ini maka semangat kolektivitas anak bangsa melalui koordinasi lintas kementerian/ lembaga, lintas otoritas, pusatdaerah, dunia usaha, serikat pekerja, perguruan tinggi dan media untuk terus saling memahami dan melepaskan egosektoral.
Budaya kolektivisme dan Indonesia Incorporated menjadi kunci penting bagi jalannya pembangunan. Sementara sikap saling menyalahkan, melemahkan, mengunci, dan acuh tak acuh menjadi bumerang bagi kita semua. Mengisi kemerdekaan adalah tugas dari kita semua. Semangat dan perjuangan memerdekakan bangsa oleh para pendiri bangsa menjadi inspirasi bagi kita semua.
Infrastruktur pada saat itu terbatas dan sangat tidak lengkap, namun tidak pernah mematahkan nilai juang bagi bangsa dan negara. Semoga warisan semangat juang dan optimisme yang diberikan oleh para pendiri bangsa ini dapat meresap dan menghancurkan dinding egosektoral kelembagaan agar dapat berpikir dan bertindak bagi kepentingan nasional yang lebih luas.
Generasi saat ini baik yang duduk di pemerintahan, dunia kampus, dunia usaha, media, civil-society , dan elemen bangsa lainnya perlu terus menjaga optimisme bahwa kita akan mampu melewati masa-masa sulit di tengah perlambatan perekonomian dunia dan nasional.
Selamat hari kemerdekaan, terima kasih para pahlawan, dan nilai-nilai kejuangan menjadi penyemangat bagi generasi saat ini dan mendatang untuk melanjutkan pembangunan demi Indonesia Raya!
Prof Firmanzah PhD
Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
(ars)