Komitmen Kebebasan Pers Jokowi Diragukan

Senin, 17 Agustus 2015 - 09:55 WIB
Komitmen Kebebasan Pers...
Komitmen Kebebasan Pers Jokowi Diragukan
A A A
JAKARTA - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menilai pernyataan Presiden Joko Widodo di depan sidang MPR terlalu mendiskreditkan media. Padahal, media memiliki fungsi sebagai alat kontrol semua kebijakan pemerintah, bukan malah sebaliknya.

”IJTI yakin masih banyak media yang menjalankan fungsinya dengan baik, memberitakan fakta, dan menjadi partner pemerintah. IJTI justru meminta pemerintahan Jokowi menunjukkan komitmen untuk menjamin kebebasan pers terus berlangsung,” ujar Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana di Jakarta kemarin.

Menurut dia, akhir-akhir ini rakyat menyaksikan banyak narasumber berita dipidanakan penegak hukum. Ini menunjukkan kebebasan pers terganggu dan menjadi sinyalemen bahaya bagi kebebasan pers. Kengototan pemerintah dalam pasal penghinaan presiden juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam penegakan kebebasan pers patut dipertanyakan. ”Pasal dalam KUHPidana ini berpotensi mengembalikan kita ke era Orde Baru,” ucapnya.

Terpisah, dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Adi Suryadi Culla menilai sikap Jokowi atas media terlalu berlebihan, apalagi sikap itu mengatasnamakan negara. Meski bisa dipahami sebagai sebuah statemen normatif, di sisi lain Jokowi perlu menyadari bahwa media saat ini sudah berbeda dari era pemerintahan sebelumnya, terlebih lagi di tengah perkembangan teknologi informasi.

Ke depan Adi berharap media dan pemerintah saling mengintropeksi diri dan menjalin hubungan lebih konstruktif dalam merawat demokrasi secara sehat. Kritikan juga datang dari mantan Juru Bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Adhie M Massardi.

Menurut dia, haram bila penguasa mengkritik pers di era demokrasi saat ini. ”Saya menilai tidak pada tempatnya (mengkritik pers) di forum DPR-DPD. Kalau mau kritik media ini ada forum tersendiri. Dia (Presiden) bisa mengumpulkan para pimpinan media atau melalui konferensi pers,” ujarnya saat dihubungi kemarin.

Apalagi hampir semua penguasa dari tingkat daerah hingga pusat dibesarkan media, termasuk Jokowi. Dia mengungkapkan, ketika Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, banyak media berpihak kepada Jokowi dan itu sangat menguntungkan mantan Wali Kota Solo tersebut.

Presiden Jokowi juga disarankan untuk memahami kondisi dan cara masyarakat dalam menyampaikan pendapat saat ini, bukan justru memilih untuk bersikap reaktif. ”Yang dibutuhkan itu adalah introspeksi, bukan reaktif atas apa yang disampaikan publik,” kata pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Idil Akbar.

Sebelumnya Presiden Jokowi mengkritik media massa dalam pidato kenegaraannya di sidang bersama DPR-DPD. Jokowi mengatakan, sekarang kecenderungan semua orang merasa bebas sebebas-bebasnya dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingan.

Hunaifi mas’oed/ sindonews
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0983 seconds (0.1#10.140)