Megaproyek 35.000 Megawatt
A
A
A
Selain minyak dan gas, infrastruktur listrik menjadi kebutuhan wajib dipenuhi. Dalam berbagai kesempatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said selalu mengungkapkan optimismenya megaproyek 35.000 megawatt (MW) terwujud dalam jangka waktu lima tahun untuk mendorong pembangunan infrastruktur nasional.
Menurut Sudirman, megaproyek listrik 35.000 MW bukan soal sanggup atau tidak sanggup, melainkan soal keharusan. Dia menyadari bahwa tidak sedikit kalangan yang meragukan pembangunan listrik 35.000 MW dapat tepat waktu. Meragukan proyek tersebut berjalan mulus merupakan hal yang wajar karena berkaca pada pengalaman program percepatan pembangunan pembangkit listrik ( fast track program /FTP) tahap I dan II yang dimulai sejak 2004.
FTP I dan II masingmasing hanya berkapasitas 10.000 MW. Hingga kini FTP I baru rampung sekitar 75% dan tahap II baru sedikit terlaksana. Sudirman mengingatkan, program pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW tersebut bukan semata- mata dipikul Kementerian ESDM dan PLN.
Agar terwujud, perlu dukungan banyak pihak, mulai dari pusat sampai daerah, termasuk masyarakat, serta tentu saja peran swasta. Presiden Joko Widodo berjanji mengawasi pembangunan proyek pembangkit listrik 35.000 MW agar dapat terealisasi tepat waktu. Presiden juga mengimbau kepala daerah mempermudah perizinan dan pembebasan lahan. Proyek pembangkit listrik 35.000 MW senilai Rp1.100 triliun ini diharapkan selesai pada 2019.
Presiden menambahkan, proyek 35.000 MW membuka peluang besar bagi industri komponen di dalam negeri. Dia meminta swasta berperan aktif membangun industri komponen pendukung ketenagalistrikan dan berharap serapan komponen lokal mencapai 60%. Program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW terdiri atas 109 proyek.
PLN mengambil peran membangun 5.000 MW dan sisanya, 25.000 MW, akan dibangun pihak swasta. Proyek itu tersebar di 210 lokasi. Dari proyek 35.000 MW, sebanyak 20.000 MW berupa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), 13.000 MW bertenaga gas, dan sisanya, 2.000 MW, dari energi baru terbarukan.
Nanang wijayanto
Menurut Sudirman, megaproyek listrik 35.000 MW bukan soal sanggup atau tidak sanggup, melainkan soal keharusan. Dia menyadari bahwa tidak sedikit kalangan yang meragukan pembangunan listrik 35.000 MW dapat tepat waktu. Meragukan proyek tersebut berjalan mulus merupakan hal yang wajar karena berkaca pada pengalaman program percepatan pembangunan pembangkit listrik ( fast track program /FTP) tahap I dan II yang dimulai sejak 2004.
FTP I dan II masingmasing hanya berkapasitas 10.000 MW. Hingga kini FTP I baru rampung sekitar 75% dan tahap II baru sedikit terlaksana. Sudirman mengingatkan, program pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW tersebut bukan semata- mata dipikul Kementerian ESDM dan PLN.
Agar terwujud, perlu dukungan banyak pihak, mulai dari pusat sampai daerah, termasuk masyarakat, serta tentu saja peran swasta. Presiden Joko Widodo berjanji mengawasi pembangunan proyek pembangkit listrik 35.000 MW agar dapat terealisasi tepat waktu. Presiden juga mengimbau kepala daerah mempermudah perizinan dan pembebasan lahan. Proyek pembangkit listrik 35.000 MW senilai Rp1.100 triliun ini diharapkan selesai pada 2019.
Presiden menambahkan, proyek 35.000 MW membuka peluang besar bagi industri komponen di dalam negeri. Dia meminta swasta berperan aktif membangun industri komponen pendukung ketenagalistrikan dan berharap serapan komponen lokal mencapai 60%. Program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW terdiri atas 109 proyek.
PLN mengambil peran membangun 5.000 MW dan sisanya, 25.000 MW, akan dibangun pihak swasta. Proyek itu tersebar di 210 lokasi. Dari proyek 35.000 MW, sebanyak 20.000 MW berupa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), 13.000 MW bertenaga gas, dan sisanya, 2.000 MW, dari energi baru terbarukan.
Nanang wijayanto
(ars)