Gemuruh dalam Bingkai Persatuan
A
A
A
Jakarta Movement of Inspiration mempersembahkan drama musikal dengan tema besar kebinekaan dalam Gemuruh .
Drama besutan Sutradara Nurul Nusantono tersebut mengusung tema kebinekaan dalam menyambut HUT ke-70 RI. Sebuah pesan agar menjaga persatuan.
Gemuruh merupakan kisah tentang empat klan pada zaman dahulu di negeri bernama Samasta. Keempat klan itu adalah Sikara, Aruna, Tranggana, dan Balin.
Keempat suku tersebut bertentangan dalam pemikiran dan gaya hidup. Pertentangan itu kian tidak dapat dibendung sehingga akhirnya alam menegur mereka dengan meletusnya Gunung Mindara. Dengan musibah tersebut, ego yang terceraiberai seolah tertampar dan diingatkan kembali akan sebuah persatuan.
Dalam garapan Gemuruh, Nurul Nusantono mendalami empat karakter yang menjadi modal penokohan. Keempat karakter tersebut mewakili empat klan yang ada. Klan Sikara yang merupakan pemuja matahari dan bersuara sopran memiliki jiwa kepemimpinan yang tak tertandingi. Hal itu ada pada tokoh Svara sebagai kepala klan Sikara dan Sakta seorang pemuda penganut kepercayaan yang tinggi.
Selayaknya matahari yang memancarkan sinar yang kuat, klan Sikara berambisi menunjukkan kekuatannya untuk melaksanakan pembangunan di Samasta. Berbeda dengan klan Sikara yang memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi, klan Aruna merupakan penganut kedamaian. Klan yang bersuara alto ini mengusung misi menjaga perdamaian dan selalu menjadi pengingat jika terjadi pertengkaran. Kedua klan lain adalah klan Tranggana dan klan Balin. Klan Tranggana terdiri atas para pemikir.
Klan Tranggana memiliki visi dan misi besar untuk mewujudkan mimpi yang besar pula. Dengan memiliki suara tenor, klan Tranggana merancang rencana untuk mimpi-mimpi besar. Sementara klan Balin terdiri atas para manusia yang ceria dalam menjalani kehidupan. Visi dan misi hidup klan Balin adalah bertekad untuk menjadikan Samasta menjalani kehidupan yang bahagia. Klan ini merupakan entertainer sejati, sebuah klan pencinta bumi dan bersuara bas.
Nurul menilai hadirnya drama musikal Gemuruh merupakan wadah bagi generasi muda untuk menuangkan kreasi dalam dunia tari, musik, dan akting. Selain itu, pesan positif yang berusaha disampaikan adalah sebuah persatuan yang harus dijunjung tinggi. Sekalipun berbeda dalam segala hal, entah dalam pemikiran maupun suku, persatuan tetaplah harus dijaga. Kebinekaan dalam Gemuruh merupakan miniatur kebinekaan dari sukusuku di Indonesia yang berjumlah ribuan. Hal itu coba direpresentasikan dengan empat suku fiktif yang digarapnya.
”Empat klan yang ada dalam Gemuruh merupakan representasi miniatur keberagaman di Indonesia,” ujarnya, Sabtu (15/8), di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Ia menambahkan, keberagaman haruslah diartikan sebagai sebuah tali pengikat persaudaraan, bukan sebagai dalih untuk bercerai-berai. Dalam Gemuruh , setiap klan memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing sehingga tidak ada satu pun yang dominan dan paling sempurna. Namun, karena ego manusia, perbedaan justru dianggap sebagai kelebihan diri dan merasa sebagai klan paling benar.
Maka akhirnya mereka pun hancur berantakan. Alam memberikan teguran, Gunung Mindara yang merupakan sumber keindahan dan pusat kehidupan kaum Samasta akhirnya meletus dan mendatangkan musibah yang tak terperi. Produser Eksekutif Gemuruh Chelsea Islan mengaku sangat senang dapat berkontribusi dalam proyek seni yang bisa menyebarkan nilai positif.
Proses seleksi dalam audisi yang ketat dalam memilih para pemain adalah semata-mata untuk menghasilkan sajian maksimal dalam Gemuruh. Antusiasme masyarakat, khususnya kaum muda, akan drama musikal Gemuruh ini cukup tinggi. Hal itu terbukti dengan ludesnya tiket pertunjukkan yang berjumlah 1.200 tiket. Ia berharap, karya tersebut dapat menularkan nilai positif kepada anak bangsa.
”Saya sangat senang dapat ikut berkontribusi dalam karya seni ini dan juga semoga drama musikal Gemuruh dapat menularkan nilai positif kepada seluruh anak bangsa,” ujarnya. Pemeran tokoh Svara, Aby Ghalaby, mengaku dari seribu lebih peserta audisi, hanya 35 orang yang terpilih. Hal ini yang membuatnya bersyukur, tetapi tak lupa diri. Ia sadar bahwa terpilih sebagai salah satu pemeran dalam drama musikal Gemuruh adalah sebuah tantangan dan pelajaran dalam menggeluti dunia seni-peran.
Ia pun menilai hadirnya drama musikal Gemuruh yang berdekatan waktu dengan hari perayaan kemerdekaan harus dijadikan momen sebagai penguat persatuan bangsa Indonesia. ”Semoga adanya Gemuruh ini dijadikan sebagai penguat persatuan bangsa Indonesia dalam menyambut momen kemerdekaan,” ujarnya. Aby menambahkan, perannya dalam Gemuruh yang berasal dari klan Sikara cukup menguras emosinya.
Pasalnya, watak Svara yang tegas dan berego tinggi membuatnya harus menjiwai. Hal itu terkadang sampai terbawa hingga ke luar tempat berlatih. Namun satu hal yang pasti, sikap dominan dalam satu tokoh di sebuah klan merupakan sebuah hal yang belum sempurna seutuhnya tanpa harmonisasi sifat dan watak dari klan-klan lain. ”Saking menjiwai peran, terkadang sampai terbawa-bawa hingga diluar panggung,” ujarnya.
Untuk mempersembahkan karya yang terbaik, masa berlatih yang memakan waktu hingga enam bulan pun tak membuat semangatnya surut. Aby yakin, dengan kegigihan dan tekad yang kuat dalam berlatih, selain ilmu yang didapat, juga bisa menghasilkan karya yang dapat ditangkap dengan baik oleh masyarakat luas. Maka akhirnya pesan kebinekaan dan persatuan dalam Gemuruh dapat tersampaikan dengan baik.
Imas damayanti
Drama besutan Sutradara Nurul Nusantono tersebut mengusung tema kebinekaan dalam menyambut HUT ke-70 RI. Sebuah pesan agar menjaga persatuan.
Gemuruh merupakan kisah tentang empat klan pada zaman dahulu di negeri bernama Samasta. Keempat klan itu adalah Sikara, Aruna, Tranggana, dan Balin.
Keempat suku tersebut bertentangan dalam pemikiran dan gaya hidup. Pertentangan itu kian tidak dapat dibendung sehingga akhirnya alam menegur mereka dengan meletusnya Gunung Mindara. Dengan musibah tersebut, ego yang terceraiberai seolah tertampar dan diingatkan kembali akan sebuah persatuan.
Dalam garapan Gemuruh, Nurul Nusantono mendalami empat karakter yang menjadi modal penokohan. Keempat karakter tersebut mewakili empat klan yang ada. Klan Sikara yang merupakan pemuja matahari dan bersuara sopran memiliki jiwa kepemimpinan yang tak tertandingi. Hal itu ada pada tokoh Svara sebagai kepala klan Sikara dan Sakta seorang pemuda penganut kepercayaan yang tinggi.
Selayaknya matahari yang memancarkan sinar yang kuat, klan Sikara berambisi menunjukkan kekuatannya untuk melaksanakan pembangunan di Samasta. Berbeda dengan klan Sikara yang memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi, klan Aruna merupakan penganut kedamaian. Klan yang bersuara alto ini mengusung misi menjaga perdamaian dan selalu menjadi pengingat jika terjadi pertengkaran. Kedua klan lain adalah klan Tranggana dan klan Balin. Klan Tranggana terdiri atas para pemikir.
Klan Tranggana memiliki visi dan misi besar untuk mewujudkan mimpi yang besar pula. Dengan memiliki suara tenor, klan Tranggana merancang rencana untuk mimpi-mimpi besar. Sementara klan Balin terdiri atas para manusia yang ceria dalam menjalani kehidupan. Visi dan misi hidup klan Balin adalah bertekad untuk menjadikan Samasta menjalani kehidupan yang bahagia. Klan ini merupakan entertainer sejati, sebuah klan pencinta bumi dan bersuara bas.
Nurul menilai hadirnya drama musikal Gemuruh merupakan wadah bagi generasi muda untuk menuangkan kreasi dalam dunia tari, musik, dan akting. Selain itu, pesan positif yang berusaha disampaikan adalah sebuah persatuan yang harus dijunjung tinggi. Sekalipun berbeda dalam segala hal, entah dalam pemikiran maupun suku, persatuan tetaplah harus dijaga. Kebinekaan dalam Gemuruh merupakan miniatur kebinekaan dari sukusuku di Indonesia yang berjumlah ribuan. Hal itu coba direpresentasikan dengan empat suku fiktif yang digarapnya.
”Empat klan yang ada dalam Gemuruh merupakan representasi miniatur keberagaman di Indonesia,” ujarnya, Sabtu (15/8), di Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Ia menambahkan, keberagaman haruslah diartikan sebagai sebuah tali pengikat persaudaraan, bukan sebagai dalih untuk bercerai-berai. Dalam Gemuruh , setiap klan memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing sehingga tidak ada satu pun yang dominan dan paling sempurna. Namun, karena ego manusia, perbedaan justru dianggap sebagai kelebihan diri dan merasa sebagai klan paling benar.
Maka akhirnya mereka pun hancur berantakan. Alam memberikan teguran, Gunung Mindara yang merupakan sumber keindahan dan pusat kehidupan kaum Samasta akhirnya meletus dan mendatangkan musibah yang tak terperi. Produser Eksekutif Gemuruh Chelsea Islan mengaku sangat senang dapat berkontribusi dalam proyek seni yang bisa menyebarkan nilai positif.
Proses seleksi dalam audisi yang ketat dalam memilih para pemain adalah semata-mata untuk menghasilkan sajian maksimal dalam Gemuruh. Antusiasme masyarakat, khususnya kaum muda, akan drama musikal Gemuruh ini cukup tinggi. Hal itu terbukti dengan ludesnya tiket pertunjukkan yang berjumlah 1.200 tiket. Ia berharap, karya tersebut dapat menularkan nilai positif kepada anak bangsa.
”Saya sangat senang dapat ikut berkontribusi dalam karya seni ini dan juga semoga drama musikal Gemuruh dapat menularkan nilai positif kepada seluruh anak bangsa,” ujarnya. Pemeran tokoh Svara, Aby Ghalaby, mengaku dari seribu lebih peserta audisi, hanya 35 orang yang terpilih. Hal ini yang membuatnya bersyukur, tetapi tak lupa diri. Ia sadar bahwa terpilih sebagai salah satu pemeran dalam drama musikal Gemuruh adalah sebuah tantangan dan pelajaran dalam menggeluti dunia seni-peran.
Ia pun menilai hadirnya drama musikal Gemuruh yang berdekatan waktu dengan hari perayaan kemerdekaan harus dijadikan momen sebagai penguat persatuan bangsa Indonesia. ”Semoga adanya Gemuruh ini dijadikan sebagai penguat persatuan bangsa Indonesia dalam menyambut momen kemerdekaan,” ujarnya. Aby menambahkan, perannya dalam Gemuruh yang berasal dari klan Sikara cukup menguras emosinya.
Pasalnya, watak Svara yang tegas dan berego tinggi membuatnya harus menjiwai. Hal itu terkadang sampai terbawa hingga ke luar tempat berlatih. Namun satu hal yang pasti, sikap dominan dalam satu tokoh di sebuah klan merupakan sebuah hal yang belum sempurna seutuhnya tanpa harmonisasi sifat dan watak dari klan-klan lain. ”Saking menjiwai peran, terkadang sampai terbawa-bawa hingga diluar panggung,” ujarnya.
Untuk mempersembahkan karya yang terbaik, masa berlatih yang memakan waktu hingga enam bulan pun tak membuat semangatnya surut. Aby yakin, dengan kegigihan dan tekad yang kuat dalam berlatih, selain ilmu yang didapat, juga bisa menghasilkan karya yang dapat ditangkap dengan baik oleh masyarakat luas. Maka akhirnya pesan kebinekaan dan persatuan dalam Gemuruh dapat tersampaikan dengan baik.
Imas damayanti
(ars)