Kapan Selesai Merdeka?

Sabtu, 15 Agustus 2015 - 09:55 WIB
Kapan Selesai Merdeka?
Kapan Selesai Merdeka?
A A A
Saat mendapat undangan untuk tirakatan memperingati HUT kemerdekaan ke-70 di kampung, tiba-tiba saya teringat pada cerita lucu yang menyindir kita.

Cerita ketika Pak Paimin bertanya, ”Kapan Selesai Merdeka?” Pertanyaan ”kapan selesai merdeka” pasti terasa aneh. Dalam pendekatan politik dan keamanan ia bisa dinilai sebagai pertanyaan subversif. Masak, kemerdekaan ditanyakan kapan selesainya? Merdeka itu untuk selamanya, tak ada selesainya. Secara santai, pertanyaan itu dirasakan lucu, bisa dianggap dilontarkan oleh orang lugu yang frustrasi karena hidup susah di alam merdeka.

Kalau direnungkan secara serius, pertanyaan Pak Paimin itu tersambungkan dengan pertanyaan baru, ”Apa gunanya kita merdeka?” Cerita tentang Pak Paimin pernah menjadi cerita humor perjuangan yang populer di kalangan aktivis prodemokrasi pada 1980-an. Entah benar, entah tidak, konon ada orang meminta bantuan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) karena takut pamannya ditangkap oleh polisi terkait dengan pertanyaannya: nopo niki tasih merdeka (apakah sekarang negara kita masih merdeka juga)?

Lho, kok? Suatu hari Pak Paimin dan keluarganya diusir dari rumahnya yang sudah ditinggali selama bertahuntahun. Dia dituduh menempati tanah tanpa hak karena tak bisa menunjukkan sertifikat kepemilikan. ”Ini negara sudah merdeka, semua harus tertib, kalau tak punya sertifikat tanah harap tinggalkan rumahmu,” kata aparat.

Pak Paimin pun pergi dan membuat gubuk lain di kampungnya. Di gubuk barunya pun pada tahun berikutnya Pak Paimin diusir lagi karena tak punya sertifikat tanah. ”Ini negara sudah merdeka, harus tertib, ayo pergi,” bentak aparat lagi.

Dia pun pindah ke tempat yang jauh dan sepi, membangun gubuk lagi. Tapi tak lama sesudah itu dia didatangi lagi oleh aparat dan diusir dengan alasan ”negara sudah merdeka, semua harus tertib, jangan tinggal di atas tanah yang sertifikatnya tak dimiliki”.

Pak Paimin pindah lagi ke tempat kosong dan membangun gubuk yang jauh dari keramaian. Tapi dia didatangi lagi oleh aparat dengan muka garang. Sebelum aparat itu memerintahkan pengusiran, Pak Paimin mendahului, ”Pak Kaparat, apakah sekarang masih merdeka? Kapanselesaikitamerdeka? Saya digusur-gusur terus dengan alasan negara sudah merdeka. Pada zamanpenjajahandulu, ayahdan kakek saya tak pernah digusur. Giliran saya hidup di negara merdeka, digusur-gusur terus.”

Mendengar pertanyaan dan pernyataan Pak Paimin itu petugas tadi marah. ”Kalau melawan dan tak bisa tertib di negara merdeka ini, besok saya laporkan kamu ke polisi,” kata aparat yang oleh Pak Paimin disebut Pak Kaparat itu. Itulah sebabnya sang keponakan datang ke LBH untuk memintakan bantuan perlindungan hukum.

Namanya juga humor perjuangan, tak perlulah dilacak bagaimana akhir kejadian itu. Bahkan juga tak perlu terlalu diurus, apakah adegan Pak Paimin dan Pak Kaparat (aparat) benar-benar ada. Cerita itu dulu sering dicandakan di kalangan aktivis, saat banyak orang digusur dari rumah yang didiaminya selama bertahun- tahun atas nama ketertiban di negara yang sudah merdeka.

Yang penting kita ambil dari cerita canda itu adalah pesannya yang sangat mendalam dan perlu dijadikan bahan renungan saat kita bertirakat di kampung- kampung atau melakukan renungan suci di Taman Makam Pahlawan. Pesannya adalah agar kita selalu ingat apa sebenarnya tujuan kita mendirikan negara merdeka.

Menurut konstitusi, kita mendirikan negara merdeka dengan tujuan membangun kesejahteraanrakyat. Menurutalinea pertama Pembukaan Undang- Undang Dasar, kita memerdekakan negara dan mengusir penjajah karena ingin mengangkat martabat manusia Indonesia dan menegakkan keadilan. Adapun menurut alinea keempat salah satu tujuan negara adalah membangun kesejahteraan umum.

Tujuan lainnya dalam kita bernegara adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia yang tentu tidak dapat dipisahkan dari tujuan membangun kesejahteraan umum. Negara harus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia agar rakyat bisa sejahtera, bisa menikmati seluruh bumi Indonesia, air Indonesia, dan kekayaan alam Indonesia.

Harus kita akui, semua pemerintahan di Indonesia yang berjalan secara estafet dari periode ke periode selalu menjadikan ”membangun kesejahteraan rakyat” sebagai salah satu program utamanya. Tapi juga kita selalu gagal menyatakan bahwa ”rakyat kita sejahtera”.

Pada era-era tertentu memang terasa ada peningkatan, misalnya pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai 6,5%. Tapi selain pertumbuhan itu sering terjun lagi, masalah pemerataan selalu menjadi problem besar. Indeks gini ratio (jarak kesenjangan) kita, misalnya, selalu semakin menganga.

Pada era Orde Baru indeks gini ratio kita masih ada di angka 0,20, tetapi selama 17 tahun era Reformasi indeks kesenjangan kita terus menganga. Pada bulan Juli 2015 pemerintah menyebut indeks gini ratio kita adalah 0,42 dan akan diusahakan turun menjadi 0,36 dalam lima tahun ke depan.

Sudah 70 tahun kita merdeka. Tapi ketidakadilan, korupsi, kesenjangan, kemiskinan, ketertinggalan, pemalsuan sertifikat dan perampasan tanah, bahkan keterbelakangan masih terasa masif. Kita masih harus terus berjuang agar tak ada lagi orang bertanya ”kapan selesai merdeka”. Merdeka ....

MOH MAHFUD MD
Guru Besar Hukum Konstitusi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6999 seconds (0.1#10.140)