Reshuffle Kabinet Tak Sentuh Menteri Parpol
A
A
A
JAKARTA - Pergantian (reshuffle) Kabinet Kerja yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak me-nyentuh menteri yang berasal dari partai politik (parpol).
Dari 12 menteri asal parpol, hanya satu saja yang disentuh, yakni Menko Polhukam Tedjo Edy Purdjianto yang diusung Partai Nasional Demokrat (NasDem). Posisi Tedjo Edy Purdjianto kemudian digantikan Pramono Anung yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai tidak adanya menteri asal parpol yang tersentuh reshuffle menunjukkan bahwa Jokowi ingin mempertahankan konstelasi politik yang ada. Menurut Qodari, Jokowi sudah merasa koalisi yang ada saat ini mencukupi untuk mendukung semua kebijakannya di parlemen.
Karena itu, tidak perlu mengganti menteri-menteri yang berasal dari parpol. ”Perombakan menteri ini tidak mengubah konstelasi besar perpolitikan,” ungkap Qodari di Jakarta kemarin. Menurut dia, reshuffle yang dilakukan Jokowi merupakan perombakan dengan tujuan memperbaiki komunikasi dan koordinasi di internal kabinet. Hal ini terlihat pada hampir keseluruhan menteri koordinator yangdirombak.
”Saya kira Jokowi ingin meningkatkan kinerja denganmemperbaikikoordinasi. Ini sejarah pertama presiden yang terbanyak me-reshufle menko. Seharusnya menko merupakan personel terdekat yang juga merupakan perpanjangan tangan presiden,” ujarnya.
Adapun Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai reshuffle yang dilakukan Jokowi hanya tambal sulam di pemerintahan saja. Sebab, menurut dia, reshuffle tidak dilakukan secara menyeluruh. Bahkan, Fadli menilai reshuffle agak terlambat dilakukan. ”Ini little too late, jadi agak terlambat. Dari nama-nama ini memang banyak yang dianggap punya potensi, punya pengalaman, tetapi reshuffle ini sangat tanggung sebenarnya, serba tambal sulam saya lihat,” ungkap Fadli di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Sementara itu, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto memastikan tidak ada kalkulasi politik antara Presiden Jokowi dengan partai pendukung dalam melakukan perombakan atau reshuffle kabinet.
Keputusan itu diambil semata-mata untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan yang kemudian Presiden menggunakan hak prerogatifnya untuk mengganti beberapa menteri.
Mula akmal/ Kiswondari/rahmat sahid
Dari 12 menteri asal parpol, hanya satu saja yang disentuh, yakni Menko Polhukam Tedjo Edy Purdjianto yang diusung Partai Nasional Demokrat (NasDem). Posisi Tedjo Edy Purdjianto kemudian digantikan Pramono Anung yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai tidak adanya menteri asal parpol yang tersentuh reshuffle menunjukkan bahwa Jokowi ingin mempertahankan konstelasi politik yang ada. Menurut Qodari, Jokowi sudah merasa koalisi yang ada saat ini mencukupi untuk mendukung semua kebijakannya di parlemen.
Karena itu, tidak perlu mengganti menteri-menteri yang berasal dari parpol. ”Perombakan menteri ini tidak mengubah konstelasi besar perpolitikan,” ungkap Qodari di Jakarta kemarin. Menurut dia, reshuffle yang dilakukan Jokowi merupakan perombakan dengan tujuan memperbaiki komunikasi dan koordinasi di internal kabinet. Hal ini terlihat pada hampir keseluruhan menteri koordinator yangdirombak.
”Saya kira Jokowi ingin meningkatkan kinerja denganmemperbaikikoordinasi. Ini sejarah pertama presiden yang terbanyak me-reshufle menko. Seharusnya menko merupakan personel terdekat yang juga merupakan perpanjangan tangan presiden,” ujarnya.
Adapun Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai reshuffle yang dilakukan Jokowi hanya tambal sulam di pemerintahan saja. Sebab, menurut dia, reshuffle tidak dilakukan secara menyeluruh. Bahkan, Fadli menilai reshuffle agak terlambat dilakukan. ”Ini little too late, jadi agak terlambat. Dari nama-nama ini memang banyak yang dianggap punya potensi, punya pengalaman, tetapi reshuffle ini sangat tanggung sebenarnya, serba tambal sulam saya lihat,” ungkap Fadli di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Sementara itu, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto memastikan tidak ada kalkulasi politik antara Presiden Jokowi dengan partai pendukung dalam melakukan perombakan atau reshuffle kabinet.
Keputusan itu diambil semata-mata untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan yang kemudian Presiden menggunakan hak prerogatifnya untuk mengganti beberapa menteri.
Mula akmal/ Kiswondari/rahmat sahid
(bbg)