Pemprov DKI Harus Keluarkan Perda

Kamis, 13 Agustus 2015 - 08:46 WIB
Pemprov DKI Harus Keluarkan...
Pemprov DKI Harus Keluarkan Perda
A A A
JAKARTA - Layanan aplikasi internet kendaraan pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum merupakan layanan tanpa regulasi. Pemprov DKI Jakarta diminta segera menetapkan peraturan daerah.

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit mengatakan, maraknya layanan aplikasi yang terpasang di angkutan pribadi dan digunakan sebagai angkutan umum merupakan layanan tanpa regulasi. Bukan berarti layanan tersebut ilegal. Layanan tersebut boleh saja berjalan, namun keselamatan dan keamanan penggunanya tidak bisa dilindungi.

Dia mengusulkan Pemprov DKI Jakarta segera membentuk peraturan daerah dengan mendasarkan pada Undang-Undang No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. ”Karena ini unregulated market , sebenarnya kekuatan pasar yang akan menentukan. Segera bentuk perda dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” kata Danang Parikesit saat dihubungi kemarin.

Danang menjelaskan, sesuai aturan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah No 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota, pengelolaan transportasi lokal diserahkan ke pemerintah daerah menggunakan UU Perlindungan Konsumen dan UU ITE.

”Dengan demikian, apabila pemerintah ingin menghindari ketidakpuasaan para pelaku usaha angkutan umum, silakan mengikuti kerangka regulasi yang telah ada,” ungkapnya. Dengan begitu, lanjut Danang, Pemprov DKI Jakarta dapat mempersiapkan diri mengantisipasi perubahan teknologi ke depan.

Dia melihat layanan aplikasi ini akan terus tumbuh karena memang dibutuhkan masyarakat. ”Kerangka regulasi dengan membuat perda itu akan lebih baik jika dilaksanakan. Kalau tidak, selain tidak ada perlindungan keselamatan, pasti akan menimbulkan ketidakpuasan para pelaku usaha angkutan umum,” ungkapnya.

Pakar telekomunikasi Universitas Pancasila Gregorius Hendinta melihat maraknya aplikasi yang digunakan sebagai transportasi umum bukan karena tidak ada undangundang yang mengatur. Maraknya aplikasi tersebut lantaran tidak siapnya pemerintah dalam menertibkan angkutan umum.

”Tidak ada aturan tersebut tidak menjadi masalah untuk transportasi. Tidak adanya aplikasi tersebut, keamanan dan keselamatan pengguna angkutan umum tidak bisa terjamin, apalagi ketertiban lalu lintasnya,” jelasnya.

Di aplikasi yang dipasang dalam transportasi memiliki banyak keuntungan. Sementara dampak negatif yaitu tidak bisanya pengguna menuntut apabila tertipu saat menggunakan aplikasi tersebut. Dia pun mengimbau agar pebisnis angkutan umum di Jakarta segera mengadopsi aplikasi tersebut agar masyarakat semakin tertarik menggunakan transportasi massal.

”Banyak keuntungan dalam aplikasi transportasi. Pemerintah pun dapat keuntungan dari regulasi kartu telekomunikasi saat masyarakat menggunakan internet. Aplikasi itu kan bayarnya ke Google Earth. Nah, pemerintah dapat keuntungan dari Indosat, Simpati, dan sebagainya,” sebutnya.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak mau berpikir rumit mengatasi perkembangan layanan aplikasi angkutan umum tersebut. Dia mempersilakan para pemilik aplikasi beroperasi di Jakarta asalkan membayar pajak.

antan Bupati Belitung Timur itu percaya layanan aplikasi angkutan umum tersebut akan hilang dengan sendirinya apabila pengadaan bus Transjakarta dan bus gratis dilakukan secepatnya. ”Asal bayar pajak, silakan saja beroperasi. Nanti saya saingi dengan bus gratis,” tegasnya.

Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta Andri Yansyah tetap pada pendiriannya menindak tegas operasional layanan aplikasi selama mereka tidak memenuhi tujuh syarat yang telah disepakati. ”Kan kita sudah sepakat. Uber dan Grab hanya perlu melengkapi tujuh prasyarat tersebut. Kalau tidak, kami tindak tegas,” tegasnya.

Sebelumnya, 7 Agustus lalu, Pemprov DKI Jakarta meminta pebisnis aplikasi angkutan umum seperti Uber dan Grab memenuhi tujuh persyaratan angkutan umum apabila ingin tetap beroperasi di Jakarta.

Tujuh syarat tersebut yakni harus berbadan hukum, punya surat domisili usaha, ada undangundang gangguan, izin penyelenggaraan, minimal punya lima unit, punya pul untuk servis dan perawatan, lolos uji KIR, dan menyiapkan administrasi operasional.

Semua prasyarat tersebut, lanjut Andri, akan dipatenkan dalam surat perjanjian hitam di atas putih agar label izin operasional dapat dikeluarkan. Dengan perjanjian tersebut, Dishubtrans dapat lebih mudah menertibkan apabila terjadi tindak kejahatan dansebagainya. Apabila pemilik aplikasi tidak dapat memenuhi prasyarat tersebut dan masih beroperasi, Dishubtrans bersama polisi akan menindak tegas.

”Sejauh ini kedua aplikasi roda empat tersebut belum memenuhi syarat. Kami tidak memberikan batas waktu. Selama tidak memenuhi syarat, ya ditindak,” tandasnya.

Bima setiyadi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1130 seconds (0.1#10.140)