UU Kewarganegaraan Akan Direvisi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia berencana merevisi Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 untuk memaksimalkan potensi diaspora dalam memajukan perekonomian.
Hal itu disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) dalam sambutan acara Kongres Diaspora Indonesia III di Jakarta kemarin. Menurut JK, tatanan perundang-undangan kewarganegaraan Indonesia masih memerlukan banyak perubahan.
Dengan aturan saat ini, aktivitas diaspora untuk ikut andil memajukan negara menjadi terhambat. ”Perubahan (revisi) itu harus dan bisa kami lakukan. Yang paling penting, semangat dalam membangun Indonesia untuk menjadi lebih baik tidak pernah luntur,” katanya.
Diaspora adalah warga negara dan keturunan warga negara Indonesia yang bekerja, studi, dan tinggaldiluarnegeri. Warganegara asing yang mencintai Indonesia juga dapat disebut diaspora. Diaspora dinilai memiliki banyak kelebihan. Beberapa dari mereka ada yang menjadi tenaga profesional di bidang bisnis dan industri.
Jaringan relasi mereka di luar negeri juga sangat luas dan kuat. Itu menjadi modal penting yang dapat mendukung kemajuan Indonesia. ”Indonesia membutuhkan akses pasar di luar negeri. Diaspora dapat membuka akses tersebut sehingga ekspor Indonesia ke luar negeri berpeluang meningkat. Tentu ini merupakan tugas bersama. Namun, diaspora dapat berbagi ilmu dan pengalaman terhadap masyarakat di Indonesia,” tambahnya.
Meski demikian, perubahan UU itu tidak akan berjalan mudah. Prosesnya juga sangat panjang. Kementerian terkait dan DPR perlu menggodok pemberlakuan dwikewarganegaraan ini secara matang dan kemungkinan baru jadi pada 2016 atau 2017. Tujuan dari revisi ini untuk mempertahankan keindonesian orang Indonesia yang berada di luar negeri.
Orang keturunan warga negara Indonesia yang lahir setelah UU 2006 diberlakukan, kewarganegaraan mereka hanya diakui sampai usia 18 tahun. Setelah itu mereka perlu memilih salah satu kewarganegaraan. Padahal, usia 18 tahun merupakan usia yang produktif. Banyak diaspora yang berharap kewarganegaraan Indonesia diterapkan tanpa ada batasan umur.
Saat ini diaspora Indonesia yang keturunan warga negara Indonesia sudah dianggap 100% sama dengan orang asing, terutamaketika melakukankunjungan. Hal itu membuat mereka berkecil hati sebab mereka masih ingin menjadi penghubung antara mitra strategis, pemegang saham, dan pihak terkait di Indonesia.
Langkah diaspora mengadvokasi dwikewarganegaraan sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Diaspora berharap pemerintah dan lembaga legislatif dapat memberikan dukungan sebab advokasi ini memiliki keuntungan yang dapat membantu upaya promosi Indonesia di luar negeri.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno L P Marsudi menambahkan, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) akan mencoba membantu mempermudah akses diaspora menuju Indonesia. Kerja sama antara pihak perwakilan seperti KBRI dan diaspora juga akan ditingkatkan. KBRI didorong proaktif membentuk dan melaksanakan program diaspora.
”Setelah adanya desk diaspora, kami akan membantu satu unit eselon tiga yang khusus mengurus diaspora. Staf ahli akan dibentuk untuk menangani sosial budaya. Selain itu, Kemlu akan memberikan kartu diaspora untuk menggali potensi diaspora yang luar biasa,” tandas Retno dalam acara yang sama di Jakarta kemarin.
Retno mengaku bangga dengan inisiatif diaspora yang terus berupaya berbakti kepada Indonesia. Menurut Retno, jumlah jaringan diaspora saat ini meningkat menjadi 76 negara dari sebelumnya 24 negara. Dua tahun sebelumnya hanya 56 jaringan dari 26 negara.
Menurut Dino Patti Djalal, ketua Dewan Diaspora dan mantan wakil menteri luar negeri, agenda Kongres Diaspora kali ini cenderung pada pembahasan sinergi antara potensi diaspora dan yang dibutuhkan di Tanah Air. ”Idenya sudah ada. Salah satunya pembangunan infrastruktur seperti rumah sakit dan sekolah,” kata Djalal.
Edward Wanandi, ketua Diaspora Indonesia, menambahkan, banyak negara lain yang sudah mampu memaksimalkan potensi diaspora. Diaspora China, India, dan Filipina mampu memberikan kontribusi yang signifikan. Kekayaan diaspora China mencapai sekitar USD780 miliar, India USD180 miliar, dan Filipina USD25 miliar atau lebih.
Sebagai indikator potensi diaspora Indonesia, sekitar delapan juta diaspora dari berbagai belahan dunia mampu mendatangkan devisa sebesar USD8,4 miliar atau Rp115 triliun pada 2013, lebih tinggi dari alokasi anggaran Kementerian Pertahanan pada 2014.
Muh shamil
Hal itu disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) dalam sambutan acara Kongres Diaspora Indonesia III di Jakarta kemarin. Menurut JK, tatanan perundang-undangan kewarganegaraan Indonesia masih memerlukan banyak perubahan.
Dengan aturan saat ini, aktivitas diaspora untuk ikut andil memajukan negara menjadi terhambat. ”Perubahan (revisi) itu harus dan bisa kami lakukan. Yang paling penting, semangat dalam membangun Indonesia untuk menjadi lebih baik tidak pernah luntur,” katanya.
Diaspora adalah warga negara dan keturunan warga negara Indonesia yang bekerja, studi, dan tinggaldiluarnegeri. Warganegara asing yang mencintai Indonesia juga dapat disebut diaspora. Diaspora dinilai memiliki banyak kelebihan. Beberapa dari mereka ada yang menjadi tenaga profesional di bidang bisnis dan industri.
Jaringan relasi mereka di luar negeri juga sangat luas dan kuat. Itu menjadi modal penting yang dapat mendukung kemajuan Indonesia. ”Indonesia membutuhkan akses pasar di luar negeri. Diaspora dapat membuka akses tersebut sehingga ekspor Indonesia ke luar negeri berpeluang meningkat. Tentu ini merupakan tugas bersama. Namun, diaspora dapat berbagi ilmu dan pengalaman terhadap masyarakat di Indonesia,” tambahnya.
Meski demikian, perubahan UU itu tidak akan berjalan mudah. Prosesnya juga sangat panjang. Kementerian terkait dan DPR perlu menggodok pemberlakuan dwikewarganegaraan ini secara matang dan kemungkinan baru jadi pada 2016 atau 2017. Tujuan dari revisi ini untuk mempertahankan keindonesian orang Indonesia yang berada di luar negeri.
Orang keturunan warga negara Indonesia yang lahir setelah UU 2006 diberlakukan, kewarganegaraan mereka hanya diakui sampai usia 18 tahun. Setelah itu mereka perlu memilih salah satu kewarganegaraan. Padahal, usia 18 tahun merupakan usia yang produktif. Banyak diaspora yang berharap kewarganegaraan Indonesia diterapkan tanpa ada batasan umur.
Saat ini diaspora Indonesia yang keturunan warga negara Indonesia sudah dianggap 100% sama dengan orang asing, terutamaketika melakukankunjungan. Hal itu membuat mereka berkecil hati sebab mereka masih ingin menjadi penghubung antara mitra strategis, pemegang saham, dan pihak terkait di Indonesia.
Langkah diaspora mengadvokasi dwikewarganegaraan sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Diaspora berharap pemerintah dan lembaga legislatif dapat memberikan dukungan sebab advokasi ini memiliki keuntungan yang dapat membantu upaya promosi Indonesia di luar negeri.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno L P Marsudi menambahkan, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) akan mencoba membantu mempermudah akses diaspora menuju Indonesia. Kerja sama antara pihak perwakilan seperti KBRI dan diaspora juga akan ditingkatkan. KBRI didorong proaktif membentuk dan melaksanakan program diaspora.
”Setelah adanya desk diaspora, kami akan membantu satu unit eselon tiga yang khusus mengurus diaspora. Staf ahli akan dibentuk untuk menangani sosial budaya. Selain itu, Kemlu akan memberikan kartu diaspora untuk menggali potensi diaspora yang luar biasa,” tandas Retno dalam acara yang sama di Jakarta kemarin.
Retno mengaku bangga dengan inisiatif diaspora yang terus berupaya berbakti kepada Indonesia. Menurut Retno, jumlah jaringan diaspora saat ini meningkat menjadi 76 negara dari sebelumnya 24 negara. Dua tahun sebelumnya hanya 56 jaringan dari 26 negara.
Menurut Dino Patti Djalal, ketua Dewan Diaspora dan mantan wakil menteri luar negeri, agenda Kongres Diaspora kali ini cenderung pada pembahasan sinergi antara potensi diaspora dan yang dibutuhkan di Tanah Air. ”Idenya sudah ada. Salah satunya pembangunan infrastruktur seperti rumah sakit dan sekolah,” kata Djalal.
Edward Wanandi, ketua Diaspora Indonesia, menambahkan, banyak negara lain yang sudah mampu memaksimalkan potensi diaspora. Diaspora China, India, dan Filipina mampu memberikan kontribusi yang signifikan. Kekayaan diaspora China mencapai sekitar USD780 miliar, India USD180 miliar, dan Filipina USD25 miliar atau lebih.
Sebagai indikator potensi diaspora Indonesia, sekitar delapan juta diaspora dari berbagai belahan dunia mampu mendatangkan devisa sebesar USD8,4 miliar atau Rp115 triliun pada 2013, lebih tinggi dari alokasi anggaran Kementerian Pertahanan pada 2014.
Muh shamil
(bbg)