PN Jaksel Siapkan Prosedur Eksekusi Perkara Supersemar

Kamis, 13 Agustus 2015 - 05:33 WIB
PN Jaksel Siapkan Prosedur Eksekusi Perkara Supersemar
PN Jaksel Siapkan Prosedur Eksekusi Perkara Supersemar
A A A
JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) hingga hari ini belum menerima salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA) terkait rencana eksekusi keluarga mantan Presiden Soeharto yang diwajibkan membayar Rp4,4 triliun kepada negara atas perkara Supersemar.

Menurut Kepala Humas PN Jaksel Made Sutrisna, putusan tersebut masih terpampang di website MA dan belum diserahkan ke PN Jaksel. "Jadi masih lumayan lama," kata Made saat dikonfirmasi Sindonews, Rabu 12 Agustus 2015.

Adapun rencana ekseskusi perkara Supersemar, PN Jaksel sudah menyiapkan prosedur dan mekanismenya jika surat permintaan eksekusi sudah dilayangkan.

Menurut Made, jika berkas putusan dari MA sudah masuk, maka kedua belah pihak dari penggugat (negara) dan tergugat (keluarga Soeharto) akan dipanggil pengadilan untuk dimintai kesediaan masing-masing dalam menjalankan amar putusan.

"Apakah tehadap putusan ini pihak yang kalah akan menjalankan putusan dengan sukarela atau gimana, akan diberi waktu selama delapan hari," tuturnya.

Hal berbeda kemudian jika pihak tergugat tidak mau menjalankan putusan secara sukarela, maka pengadilan akan mengambil tindakan lain. "Jika tidak ada kesepakatan untuk sukarela barulah dilaksanakan putusan secara paksa dan eksekusi di situ," tandasnya.

Seperti diketahui, negara yang diwakilkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memenangkan perkara Supersemar dan mewajibkan kepada keluarga Soeharto membayar Rp4,4 triliun.

Kasus dana Supersemar berawal saat Presiden Soeharto menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 yang menentukan bank negara harus menyetor 50% dari 5% sisa laba bersihnya ke Yayasan Supersemar.

Yayasan Supersemar mengantongi dana sejumlah USD420 juta dan Rp185 miliar, sejak tahun 1976 sampai Soeharto lengser. Akan tetapi, negara mensinyalir terjadi penyelewengan dana yang seyogyanya untuk membiayai pendidikan rakyat Indonesia itu.

Kemudian Kejagung mewakili negara menggugat Yayasan Supersemar yang diketuai Soeharto atas dugaan melakukan perbuatan melawan hukum.
Pada 27 Maret 2008 silam, PN Jaksel mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti kerugian kepada negara sejumlah USD105 juta dan Rp46 miliar.

Lalu pada 19 Februari 2009 silam, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan PN Jaksel. Lalu, pada 19 Februari 2009 silam, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan PN Jaksel.

Kemudian, vonis itu pun makin diperkuat MA dan menghukum Yayasan Supersemar membayar kepada penggugat. Akan tetapi saat itu terjadi kesalahan pengetikan sehingga kerugian yang harus dibayar menjadi Rp185.918.904, padahal seharusnya Rp185 miliar.

Majelis hakim yang mengetok vonis kasasi pada 28 Oktober 2010 itu adalah Hakim Agung Harifin Tumpa dibantu Hakim Anggota Rehngenana Purba dan Dirwoto.

Akibat kesalahan ketik itu, jaksa tidak dapat mengeksekusi putusan itu dan mengajukan langkah hukum peninjauan kembali (PK) ke MA pada September 2013. Pada saat yang sama, Yayasan Supersemar juga ikut turut mengajukan PK.

Berdasarkan putusan MA di website resminya belum lama ini, MA mengabulkan PK yang diajukan Kejagung dan menolak PK yang diajukan Yayasan Supersemar. Vonis itu diketok pada 8 Juli 2015, oleh Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial, Hakim Agung Suwardi dengan Anggota Majelis Soltony Mohdally dan Mahdi Soroinda Nasution.

Sesuai kurs pada situs resmi MA hari Senin 10 Agustus 2015, keluarga Soeharto dan ahli warisnya harus memberikan ganti rugi kepada negara sejumlah Rp4.309.200.000.000 plus Rp139 miliar, sehingga totalnya menjadi Rp 4,4 triliun.

PILIHAN:
Yayasan Supersemar Dihukum, Tommy Soeharto Singgung BLBI

Keluarga Soeharto & Supersemar Tak Bisa Lawan Putusan MA
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6860 seconds (0.1#10.140)