Asal Tunjuk Dubes Bahayakan Negara
A
A
A
JAKARTA - Calon duta besar (dubes) memegang peranan penting dan strategis dalam hubungannya dengan politik luar negeri. Karena itu, asal tunjuk calon dubes justru dinilai bisa membahayakan negara.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, hubungan luar negeri Indonesia ke depannya akan menjadi hal yang penting dan strategis. Selain itu juga penuh dengan tantangan yang kian berat, khususnya setelah Indonesia menerapkan kebijakan hukuman mati bagi pengedar narkoba yang telah menuai sejumlah protes di kancah internasional.
Dengan asal tunjuk calon dubes, menurut dia, posisi Indonesia dalam hubungan internasional juga menjadi pertaruhan. ”Ini sangat berbahaya dalam konteks kenegaraan, khususnya dalam hubungan internasional dan juga dalam konteks tradisi dalam mengisi jabatan publik, ini sangat membahayakan,” tandas Asep saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta tadi malam.
Asep mengakui, imbalan jasa dan utang budi memang sesuatu yang wajar dalam politik, tetapi apa yang dilakukan di masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) ini sudahsangat berlebihan. Bahkan, Jokowi terkesan seperti overdosis untuk menempatkan para relawannya di segala bidang jabatan.
”Dulusaja zamanPakSBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tidak seperti ini, bahkan waktu Bu Megawati juga tidak separah ini,” ujarnya. Menurut Asep, penempatan orang-orang pendukung Jokowi- JK di sejumlah posisi strategis menjadi cara bagi Jokowi-JK untuk bisa melanjutkan kekuasaannya di periode selanjutnya, sehingga banyak orang yang kompeten karena tidak mendukung Jokowi justru tidak mendapatkan kesempatan dan peluang yang sama.
”Bagi yang merasa berjasa (relawan) seharusnya tahu diri, ditempatkanlah sesuai dengan kompetensinya. Jadi, sekarang tidak ada istilah relawan lagi, kalau sekarang banyak nuntut maka sesuatu jadi tidak normal,” ungkapnya. Karena itu, lanjut Asep, DPR harus menjadi penyaring atas 33 nama calon dubes ini. DPR harus normatif.
Jika punya kapasitas, kompetensi, dan pengalaman di bidang hubungan luar negeri, maka calon itu patut disetujui. Namun, DPR jangan mencoba menutup mata dengan kualitas dan kompetensi itu, karena ini semakin membahayakan negara. ”Saringannya di DPR. Kita tidak ingin dubes ini jadi tempat penampungan orang yang tidak mendapatkan porsi jabatan di pemerintah,” paparnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengajukan 33 nama calon dubes yang akan ditempatkan di berbagai negara sahabat. Dikabarkan, dari 33 nama itu, ada beberapa di antaranya yang merupakan tim sukses dan relawan Jokowi-JK saat pelaksanaan Pilpres 2014 lalu. Sementara itu, pengamat hubungan internasional Universitas Paramadina Dinna Wisnu mengatakan bahwa komposisi dubes RI sejak dulu memang menjadi hak prerogatif presiden, termasuk jika berasal dari kalangan politisi.
Yang penting, ujarnya, bagaimana visi Jokowi dalam mengarahkan para dubes tersebut dalam politik internasional. ”Kita patut berharap semua yang terpilih sebagai dubes paham dan peka betul kebutuhan Indonesia dan luwes dalam memperjuangkannya. Para politisi ini semoga dapat bekerja sama memanfaatkan potensi para diplomat karier di Kemlu (Kementerian Luar Negeri),” kata Dinna.
Menurut dia, sangat wajar jika jabatan dubes RI ini menjadi salah satu ruang bagi Jokowi untuk menempatkan para relawannya pada pilpres lalu. Namun, ujarnya, hal ini lambat laun juga akan hilang dengan sendirinya.”Kalaupunadakesan tersebut akan berlalu juga, karena kursi dubes memang alternatif lain untuk bagi-bagi jatah pada para pendukung,” ujarnya.
Untuk mencegah masuknya nama tidak kompeten, Komisi I DPR harus menggali sedalamdalamnya mengenai kemampuan dan visi-misi calon tersebut, khususnya terkait hubungan internasionaldandiplomasipada saat fit and proper test nanti. ”Pemahaman akan konteks terkini politik global, pemetaan kepentingan Indonesia yang patut diprioritaskan, dan bisa menggambarkan dengan cara apa, khususnya terkait situasi dan kondisi negara tujuan,” ujarnya.
Kiswondari
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, hubungan luar negeri Indonesia ke depannya akan menjadi hal yang penting dan strategis. Selain itu juga penuh dengan tantangan yang kian berat, khususnya setelah Indonesia menerapkan kebijakan hukuman mati bagi pengedar narkoba yang telah menuai sejumlah protes di kancah internasional.
Dengan asal tunjuk calon dubes, menurut dia, posisi Indonesia dalam hubungan internasional juga menjadi pertaruhan. ”Ini sangat berbahaya dalam konteks kenegaraan, khususnya dalam hubungan internasional dan juga dalam konteks tradisi dalam mengisi jabatan publik, ini sangat membahayakan,” tandas Asep saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta tadi malam.
Asep mengakui, imbalan jasa dan utang budi memang sesuatu yang wajar dalam politik, tetapi apa yang dilakukan di masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) ini sudahsangat berlebihan. Bahkan, Jokowi terkesan seperti overdosis untuk menempatkan para relawannya di segala bidang jabatan.
”Dulusaja zamanPakSBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tidak seperti ini, bahkan waktu Bu Megawati juga tidak separah ini,” ujarnya. Menurut Asep, penempatan orang-orang pendukung Jokowi- JK di sejumlah posisi strategis menjadi cara bagi Jokowi-JK untuk bisa melanjutkan kekuasaannya di periode selanjutnya, sehingga banyak orang yang kompeten karena tidak mendukung Jokowi justru tidak mendapatkan kesempatan dan peluang yang sama.
”Bagi yang merasa berjasa (relawan) seharusnya tahu diri, ditempatkanlah sesuai dengan kompetensinya. Jadi, sekarang tidak ada istilah relawan lagi, kalau sekarang banyak nuntut maka sesuatu jadi tidak normal,” ungkapnya. Karena itu, lanjut Asep, DPR harus menjadi penyaring atas 33 nama calon dubes ini. DPR harus normatif.
Jika punya kapasitas, kompetensi, dan pengalaman di bidang hubungan luar negeri, maka calon itu patut disetujui. Namun, DPR jangan mencoba menutup mata dengan kualitas dan kompetensi itu, karena ini semakin membahayakan negara. ”Saringannya di DPR. Kita tidak ingin dubes ini jadi tempat penampungan orang yang tidak mendapatkan porsi jabatan di pemerintah,” paparnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengajukan 33 nama calon dubes yang akan ditempatkan di berbagai negara sahabat. Dikabarkan, dari 33 nama itu, ada beberapa di antaranya yang merupakan tim sukses dan relawan Jokowi-JK saat pelaksanaan Pilpres 2014 lalu. Sementara itu, pengamat hubungan internasional Universitas Paramadina Dinna Wisnu mengatakan bahwa komposisi dubes RI sejak dulu memang menjadi hak prerogatif presiden, termasuk jika berasal dari kalangan politisi.
Yang penting, ujarnya, bagaimana visi Jokowi dalam mengarahkan para dubes tersebut dalam politik internasional. ”Kita patut berharap semua yang terpilih sebagai dubes paham dan peka betul kebutuhan Indonesia dan luwes dalam memperjuangkannya. Para politisi ini semoga dapat bekerja sama memanfaatkan potensi para diplomat karier di Kemlu (Kementerian Luar Negeri),” kata Dinna.
Menurut dia, sangat wajar jika jabatan dubes RI ini menjadi salah satu ruang bagi Jokowi untuk menempatkan para relawannya pada pilpres lalu. Namun, ujarnya, hal ini lambat laun juga akan hilang dengan sendirinya.”Kalaupunadakesan tersebut akan berlalu juga, karena kursi dubes memang alternatif lain untuk bagi-bagi jatah pada para pendukung,” ujarnya.
Untuk mencegah masuknya nama tidak kompeten, Komisi I DPR harus menggali sedalamdalamnya mengenai kemampuan dan visi-misi calon tersebut, khususnya terkait hubungan internasionaldandiplomasipada saat fit and proper test nanti. ”Pemahaman akan konteks terkini politik global, pemetaan kepentingan Indonesia yang patut diprioritaskan, dan bisa menggambarkan dengan cara apa, khususnya terkait situasi dan kondisi negara tujuan,” ujarnya.
Kiswondari
(bbg)