Calon Dubes Jokowi Bahayakan Negara
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai membahayakan negara dengan mencalonkan sejumlah relawannya dalam Pilpres 2014 lalu sebagai calon Duta Besar (Dubes) RI. Bahkan, politik etis atau politik balas budi yang dilakukan Jokowi sudah sangat berlebihan.
"Ini sangat berbahaya dalam konteks kenegaraan, khususnya dalam hubungan internasional. Dalam konteks tradisi dalam mengisi jabatan publik sangat membahayakan," kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Senin 10 Agustus malam.
Asep menjelaskan, hubungan luar negeri Indonesia kedepannya akan menjadi hal yang penting dan strategis. Serta, penuh dengan tantangan yang kian berat khususnya setelah Indonesia menerapkan kebijakan hukuman mati bagi pengedar narkoba yang telah menuai sejumlah protes di kancah internasional.
"Dengan asal tunjuk calon dubes ini, posisi Indonesia dalam hubungan internasional juga menjadi pertaruhan," tandasnya.
Asep mengakui, imbalan jasa dan hutang budi memang sesuatu yang lumrah dalam politik. Tapi, apa yang dilakukan di masa pemerintahan Jokowi-JK ini sudah sangat berlebihan. Bahkan, Jokowi terkesan seperti overdosis untuk menempatkan para relawannya di segala bidang jabatan.
"Dulu saja zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tidak seperti ini. Bahkan waktu Bu Megawati saja enggak separah ini," ujarnya.
Menurut Asep, penempatan orang-orang pendukung Jokowi-JK di sejumlah posisi strategis menjadi cara bagi Jokowi-JK untuk bisa melanjutkan kekuasaannya di periode selanjutnya. Sehingga, banyak orang yang kompeten karena tidak mendukung Jokowi tidak mendapatkan kesempatan dan peluang yang sama.
"Bagi yang merasa berjasa (relawan) seharusnya tahu diri, ditempatkanlah sesuai dengan kompetensinya. Jadi sekarang tidak ada istilah relawan lagi, kalau sekarang banyak nuntut sesuatu jadi tidak normal," ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Asep, DPR harus menjadi penyaring atas 33 nama calon dubes ini. DPR harus normatif, kalau punya kapasitas, kompetensi, dan pengalaman di bidang hubungan luar negeri maka calon itu patut disetujui. Tapi, jangan coba DPR menutup dengan kualitas dan kompetensi itu karena, semakin membahayakan negara ini.
"Saringannya di DPR. Kita tidak ingin dubes ini jadi tempat penampungan orang yang tidak mendapatkan porsi jabatan di pemerintah," tutup Asep.
PILIHAN:
Tak Elok Jabatan Dubes Jadi Politik Balas Budi
Pasal Penghinaan Presiden, Putusan MK Final dan Mengikat
Siapa Fitnah Presiden Akan Dikejar Sampai Liang Lahat
"Ini sangat berbahaya dalam konteks kenegaraan, khususnya dalam hubungan internasional. Dalam konteks tradisi dalam mengisi jabatan publik sangat membahayakan," kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Senin 10 Agustus malam.
Asep menjelaskan, hubungan luar negeri Indonesia kedepannya akan menjadi hal yang penting dan strategis. Serta, penuh dengan tantangan yang kian berat khususnya setelah Indonesia menerapkan kebijakan hukuman mati bagi pengedar narkoba yang telah menuai sejumlah protes di kancah internasional.
"Dengan asal tunjuk calon dubes ini, posisi Indonesia dalam hubungan internasional juga menjadi pertaruhan," tandasnya.
Asep mengakui, imbalan jasa dan hutang budi memang sesuatu yang lumrah dalam politik. Tapi, apa yang dilakukan di masa pemerintahan Jokowi-JK ini sudah sangat berlebihan. Bahkan, Jokowi terkesan seperti overdosis untuk menempatkan para relawannya di segala bidang jabatan.
"Dulu saja zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tidak seperti ini. Bahkan waktu Bu Megawati saja enggak separah ini," ujarnya.
Menurut Asep, penempatan orang-orang pendukung Jokowi-JK di sejumlah posisi strategis menjadi cara bagi Jokowi-JK untuk bisa melanjutkan kekuasaannya di periode selanjutnya. Sehingga, banyak orang yang kompeten karena tidak mendukung Jokowi tidak mendapatkan kesempatan dan peluang yang sama.
"Bagi yang merasa berjasa (relawan) seharusnya tahu diri, ditempatkanlah sesuai dengan kompetensinya. Jadi sekarang tidak ada istilah relawan lagi, kalau sekarang banyak nuntut sesuatu jadi tidak normal," ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Asep, DPR harus menjadi penyaring atas 33 nama calon dubes ini. DPR harus normatif, kalau punya kapasitas, kompetensi, dan pengalaman di bidang hubungan luar negeri maka calon itu patut disetujui. Tapi, jangan coba DPR menutup dengan kualitas dan kompetensi itu karena, semakin membahayakan negara ini.
"Saringannya di DPR. Kita tidak ingin dubes ini jadi tempat penampungan orang yang tidak mendapatkan porsi jabatan di pemerintah," tutup Asep.
PILIHAN:
Tak Elok Jabatan Dubes Jadi Politik Balas Budi
Pasal Penghinaan Presiden, Putusan MK Final dan Mengikat
Siapa Fitnah Presiden Akan Dikejar Sampai Liang Lahat
(hyk)