Pembunuhan Rian Diduga Direncanakan

Sabtu, 08 Agustus 2015 - 10:35 WIB
Pembunuhan Rian Diduga Direncanakan
Pembunuhan Rian Diduga Direncanakan
A A A
JAKARTA - Polisi menduga pembunuhan terhadap Sekretaris Presiden Direktur PT XL Axiata Hayriantira (Rian), 37, sudah direncanakan. Dugaan tersebut berawal dari mobil yang digunakan memakai pelat nomor palsu.

Tersangka Andi Wahyudi, 38, juga tak membawa pakaian apalagi handuk dan tidak bilang ke keluarganya hendak pergi ke Kabupaten Garut, Jawa Barat. Keduanya berangkat ke Garut pada 30 Oktober 2014 dengan maksud membeli jaket di kawasan Sukaregang. Jika pelaku tidak membawa apa-apa, korban justru membawa pakaian ganti.

Kemudian, korban juga menitipkan dua anaknya ke mantan suaminya dan mengajukan cuti ke kantornya. Rian dan Dian Wijayana, 37, sudah bercerai sejak September 2014. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti mengatakan, pihaknya memang akan membawa kasus ini menjadi pembunuhan berencana.

Ada beberapa hal yang terlihat seperti berencana misalnya memakai mobil dengan pelat nomor palsu dan seusai membunuh pelaku membuang baju dan ponsel korban di Terminal Guntur. ”Dia mengaku tahu terminal dari aplikasi Wazze, tapi itu kami masih dalami,” ujarnya di Polres Garut kemarin.

Penyidik merasa aneh dengan keterangan tersangka yang berubah-ubah setiap harinya. ”Banyak hal yang mencurigakan. Kami akan selidiki dugaan pembunuhan ini direncanakan atau tidak,” kata Krishna.

Keluarga korban tidak percaya Andi sampai tega membunuh Rian. Pihak keluarga berkeyakinan Andi hanya eksekutor dan ada otak lainnya di balik pembunuhan Rian. ”Kalau saya yakin, ada pelaku utama lagi,” ujar Yudi Wijayakusuma, paman Rian, ditemui ketika prarekonstruksi di Hotel Cipaganti, Jalan Raya Cipanas, Tarogong, Garut.

Menurut dia, Rian memiliki posisi penting di perusahaannya. Karena itu, dia berkeyakinan motif pembunuhan Rian bukan karena persoalan pribadi seperti yang diungkapkan pelaku kepada penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya. ”Saya enggak percaya ada pelecehan seks. Ada motif lain kecuali hubungan pacaran ini,” ungkapnya.

Keluarga juga masih tidak percaya pelaku tega berbuat itu. Keluarga mengenal Andi sejak kecil sebagai sosok pribadi yang baik. ”Si Andi selama ini baik, enggak terpikir bakal berbuat sejahat ini. Apa kepentingan Andi membunuh Rian?” ujar Yudi.

Kapolres Garut AKBP Arif Rachman menjelaskan, saat mengetahui ada mayat wanita di Hotel Cipaganti, pihaknya melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dengan melibatkan tim Inafis. Korban ketika itu ditemukan dalam keadaan tidak berbusana dan mengambang di kolam mandi air hangat di kamar nomor 5.

Polres Garut mengalami kesulitan mengungkap kasus tersebut. Ada beberapa kendala di antaranya jasad korban yang sudah mengelupas. ”Kita lakukan sidik jari, tapi tidak bisa terlihat karena kulit korban sebagian besar mengelupas. Jari-jari tangannya tidak terbaca alur sidik jarinya karena sudah mengelupas dan membengkak,” katanya.

Menurut Arif, suhu air panas alami itu sekitar 50 derajat Celsius. Jika berendam lebih dari 15 menit, kulit akan panas sehingga melepuh. ”Ada merahmerah seperti lecet akibat rendaman air panas,” ucapnya. Selain masalah sidik jari, kendala lainnya juga tidak ada KTP yang ditinggal saat check-in hotel. Pelaku hanya menuliskan nama palsu di buku tamu hotel. ”Di situ dia hanya nulis nama Gery, tidak ada KTP dan tidak menulis alamat serta nomor telepon,” katanya.

Tidak ada petunjuk yang bisa mengarahkan Polres Garut untuk menelusuri kasus tersebut. Kamera pengintai/CCTV di hotel juga tidak merekam wajah baik Andi maupun Rian. ”Hanya terlihat mobilnya. Itu pun pelat nomornya, setelah dicek ternyata palsu,” katanya.

Karena identitas korban tidak diketahui, polisi langsung melakukan autopsi dan pengambilan sampel DNA sebagai bekal jika suatu saat ada pihak keluarga korban yang mencari orang hilang. Autopsi sehari selesai pada 1 November 2014, kemudian jenazah Rian dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) sekitar tanpa identitas lengkap.

Sementara itu, psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menilai, kasus pembunuhan Rian karena pelakunya merasa dihina oleh ejekan korban. Orang dengan kondisi psikologis tertentu bisa saja melakukan tindakan sadis. ”Untuk orang-orang tertentu dengan tingkat pengendalian emosi yang rendah ini sangat mungkin terjadi,” ungkapnya.

Dia menduga penghinaan yang diterima pelaku bukan hanya sekali atau mungkin pelaku pada dasarnya sudah tidak percaya diri sehingga ketika disinggung sedikit sifat agresifnya meledak. ”Latar belakang kepribadian dan masalah yang sedang dihadapi akan banyak berpengaruh pada kemampuan pengambilan keputusan seseorang,” katanya.

Jika orang sudah terpojok dan frustrasi, sangat mungkin dia mengambil keputusan yang cepat tanpa dipikirkan. Pelaku tidak sempat memikirkan dampak jangka panjangnya. ”Sepertinya pelaku sudah pada posisi tersebut,” ucapnya. Dengan kondisi demikian, pengambilan keputusannya bisa jadi membunuh. Namun, perlu pendalaman lebih lanjut apakah tindakan ini dilakukan secara sengaja atau tidak.

”Misalnya dia berbuat agresif yang tidak dipikirkan dampaknya membawa kematian. Kalau dilihat dari kasusnya, tampaknya ini bukan pertama kali mereka berhubungan,” kata Shinta.

Helmi syarif/ R ratna purnama
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5340 seconds (0.1#10.140)