Bawaslu Usul Revisi Terbatas UU Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Perpanjangan masa pendaftaran calon kepala daerah selama tiga hari diperkirakan tidak akan menyelesaikan masalah calon tunggal di tujuh daerah. Kembali muncul usulan agar dilakukan revisi terbatas Undang- Undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada.
Revisi terbatas ini dinilai lebih rasional ketimbang presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). ”Kita lihat dulu hasil perpanjangan masa pendaftaran. Jika tetap tidak membuahkan hasil, kami minta ada solusi cepat dari pemerintah, misalnya bisa revisi terbatas (UU Pilkada) atau yang lain, ” ujar anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah di Gedung Bawaslu, Jakarta, kemarin.
Pandangan serupa disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Yandri Susanto. Menurutnya, perppu bukan solusi terbaik jika calon tunggal tetap ada setelah pendaftaran diperpanjang tiga hari. Dia setuju perppu dikeluarkan tapi bukan dalam rangka melegitimasi pasangan calon tunggal bisa langsung dilantik.
Menurut anggota Komisi II DPR ini, revisi UU Pilkada secara terbatas lebih tepat sebagai jalan keluar. Jika revisi terbatas disetujui, bisa dilakukan perubahan sejumlah pasal, termasuk membuat pasal khusus, yaitu setiap partai politik (parpol) yang mempunyai kursi di DPRD wajib mengusung calon di pilkada.
Pasal yang ada saat ini hanya mengatur bahwa calon kepala daerah diusung parpol yang memiliki 20% kursi. ”Jika nanti parpol tidak mengusung calon maka wajib dikenakan denda sekian rupiah atau diberikan sanksi tidak boleh ikut pilkada selanjutnya atau tidak boleh ikut pemilu legislatif, ” ujarnya.
Menurutnya, kalau hal tersebut dimasukkan ke dalam UU dan semua parpol serta pemerintah setuju, diyakini tidak akan ada lagi calon tunggal. ”Pada masa persidangan mendatang sudah layak dilakukan revisi ini. Saya akan usulkan agar DPR secara inisiatif melakukan revisi terbatas ini, ” ucapnya.
Namun Yandri mengatakan PAN tetap berupaya menjalin koalisi dengan parpol lain di tujuh daerah di masa tiga hari masa perpanjangan pendaftaran yang diberikan Komisi Pemilihan Umum (KPU). ”Selama 3 hari itu prinsip PAN bagaimana agar tidak ada calon tunggal. Sekarang kami sedang bangun komunikasi untuk koalisi. Intinya kami punya nyali untuk bertarung, ” katanya menegaskan.
Perbaikan di level undangundang memang perlu segera dilakukan karena menurut anggota Bawaslu Nasrullah, masalah calon tunggal bisa terjadi tidak hanya di tujuh daerah.
Sekedar diketahui, ada 83 daerah lain dari 269 daerah yang menggelar pilkada serentak 2015 yang hanya memiliki dua pasangan calon. Jika proses verifikasi administrasi oleh KPU ternyata menyatakan ada calon yang tidak memenuhi syarat, maka jumlah calon tunggal akan kembali bertambah.
Nasrullah menambahkan, semangat lembaganya merekomendasikan perpanjangan masa pendaftaran selama tujuh hari bertujuan untuk memberikan ruang yang cukup bagi parpol untuk melakukan proses pencalonan di tingkat internal. Namun saat KPU hanya memutuskan perpanjangan selama tiga hari, pihaknya bisa menghormati keputusan itu.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana Heri Budianto menilai, para ketua umum parpol perlu bertemu dan memaksimalkan komunikasi di masa perpanjangan waktu pendaftaran agar masalah calon tunggal di tujuh daerah bisa terselesaikan.
”Memang parpol harus bertanggung jawab atas pasangan calon tunggal ini. Komunikasi antarparpol bukan hanya membicarakan pasangan calon, melainkan juga bagaimana menyelamatkan demokrasi lokal dan menyelamatkan daerah, ” kata Direktur Eksekutif Polcomm Institute tersebut.
Dia mengakui bahwa itu memang merupakan tugas yang berat karena masing-masing parpol memiliki kepentingan yang berbeda dalam pilkada ini. Namun seberat apapun tantangan untuk menggelar komunikasi politik harus bisa ditemukan calon untuk diusung. ”Jika mereka enggan dan sulit melakukan itu, maka itulah kegagalan parpol dalam membentuk kaderisasi di daerah, ” tandasnya.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Said Salahuddin mengungkapkan, kemunculan calon tunggal ini tidak murni kesalahan parpol. Hal ini muncul karena KPU telah melakukan kesalahan yang bertentangan dengan UU, yakni melakukan proses penelitian dan verifikasi pada tahapan pendaftaran. Padahal, kata dia, kedua tahapan itu berbeda sama sekali.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon berpandangan, masih ada ruang bagi parpol untuk mengusung pasangan calon lain selama beberapa hari ke depan. Partainya menyerahkan sepenuhnya kepada pengurus DPC di daerah untuk melakukan pencalonan jika memang masih memungkinkan.
Namun Gerindra menolak jika pengajuan calon dipaksakan hanya untuk mengatasi calon tunggal tersebut. ”Kalau dipaksakan dan berpura- pura untuk mengadakan calon boneka buat apa? ” kata Fadli.
Mula akmal/ kiswondari
Revisi terbatas ini dinilai lebih rasional ketimbang presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). ”Kita lihat dulu hasil perpanjangan masa pendaftaran. Jika tetap tidak membuahkan hasil, kami minta ada solusi cepat dari pemerintah, misalnya bisa revisi terbatas (UU Pilkada) atau yang lain, ” ujar anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah di Gedung Bawaslu, Jakarta, kemarin.
Pandangan serupa disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Yandri Susanto. Menurutnya, perppu bukan solusi terbaik jika calon tunggal tetap ada setelah pendaftaran diperpanjang tiga hari. Dia setuju perppu dikeluarkan tapi bukan dalam rangka melegitimasi pasangan calon tunggal bisa langsung dilantik.
Menurut anggota Komisi II DPR ini, revisi UU Pilkada secara terbatas lebih tepat sebagai jalan keluar. Jika revisi terbatas disetujui, bisa dilakukan perubahan sejumlah pasal, termasuk membuat pasal khusus, yaitu setiap partai politik (parpol) yang mempunyai kursi di DPRD wajib mengusung calon di pilkada.
Pasal yang ada saat ini hanya mengatur bahwa calon kepala daerah diusung parpol yang memiliki 20% kursi. ”Jika nanti parpol tidak mengusung calon maka wajib dikenakan denda sekian rupiah atau diberikan sanksi tidak boleh ikut pilkada selanjutnya atau tidak boleh ikut pemilu legislatif, ” ujarnya.
Menurutnya, kalau hal tersebut dimasukkan ke dalam UU dan semua parpol serta pemerintah setuju, diyakini tidak akan ada lagi calon tunggal. ”Pada masa persidangan mendatang sudah layak dilakukan revisi ini. Saya akan usulkan agar DPR secara inisiatif melakukan revisi terbatas ini, ” ucapnya.
Namun Yandri mengatakan PAN tetap berupaya menjalin koalisi dengan parpol lain di tujuh daerah di masa tiga hari masa perpanjangan pendaftaran yang diberikan Komisi Pemilihan Umum (KPU). ”Selama 3 hari itu prinsip PAN bagaimana agar tidak ada calon tunggal. Sekarang kami sedang bangun komunikasi untuk koalisi. Intinya kami punya nyali untuk bertarung, ” katanya menegaskan.
Perbaikan di level undangundang memang perlu segera dilakukan karena menurut anggota Bawaslu Nasrullah, masalah calon tunggal bisa terjadi tidak hanya di tujuh daerah.
Sekedar diketahui, ada 83 daerah lain dari 269 daerah yang menggelar pilkada serentak 2015 yang hanya memiliki dua pasangan calon. Jika proses verifikasi administrasi oleh KPU ternyata menyatakan ada calon yang tidak memenuhi syarat, maka jumlah calon tunggal akan kembali bertambah.
Nasrullah menambahkan, semangat lembaganya merekomendasikan perpanjangan masa pendaftaran selama tujuh hari bertujuan untuk memberikan ruang yang cukup bagi parpol untuk melakukan proses pencalonan di tingkat internal. Namun saat KPU hanya memutuskan perpanjangan selama tiga hari, pihaknya bisa menghormati keputusan itu.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana Heri Budianto menilai, para ketua umum parpol perlu bertemu dan memaksimalkan komunikasi di masa perpanjangan waktu pendaftaran agar masalah calon tunggal di tujuh daerah bisa terselesaikan.
”Memang parpol harus bertanggung jawab atas pasangan calon tunggal ini. Komunikasi antarparpol bukan hanya membicarakan pasangan calon, melainkan juga bagaimana menyelamatkan demokrasi lokal dan menyelamatkan daerah, ” kata Direktur Eksekutif Polcomm Institute tersebut.
Dia mengakui bahwa itu memang merupakan tugas yang berat karena masing-masing parpol memiliki kepentingan yang berbeda dalam pilkada ini. Namun seberat apapun tantangan untuk menggelar komunikasi politik harus bisa ditemukan calon untuk diusung. ”Jika mereka enggan dan sulit melakukan itu, maka itulah kegagalan parpol dalam membentuk kaderisasi di daerah, ” tandasnya.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Said Salahuddin mengungkapkan, kemunculan calon tunggal ini tidak murni kesalahan parpol. Hal ini muncul karena KPU telah melakukan kesalahan yang bertentangan dengan UU, yakni melakukan proses penelitian dan verifikasi pada tahapan pendaftaran. Padahal, kata dia, kedua tahapan itu berbeda sama sekali.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon berpandangan, masih ada ruang bagi parpol untuk mengusung pasangan calon lain selama beberapa hari ke depan. Partainya menyerahkan sepenuhnya kepada pengurus DPC di daerah untuk melakukan pencalonan jika memang masih memungkinkan.
Namun Gerindra menolak jika pengajuan calon dipaksakan hanya untuk mengatasi calon tunggal tersebut. ”Kalau dipaksakan dan berpura- pura untuk mengadakan calon boneka buat apa? ” kata Fadli.
Mula akmal/ kiswondari
(ftr)