Erupsi Raung Tak Pengaruhi Harumnya Kopi Bondowoso

Sabtu, 08 Agustus 2015 - 10:18 WIB
Erupsi Raung Tak Pengaruhi Harumnya Kopi Bondowoso
Erupsi Raung Tak Pengaruhi Harumnya Kopi Bondowoso
A A A
BONDOWOSO - Gunung Raung sedang bergeliat. Hujan abu vulkanik makin tebal dan meluas disertai gempa tremor 8-32 mm.

Raungan gunung yang terletak di Bondowoso, Jawa Timur ini pun membuat Bandara Ngurah Rai di Bali dan Blimbingsari di Jember ditutup. Lalu, bagaimana dengan nasib perkebunan kopi Bondowoso yang menanam kopinya di lereng Gunung Raung?

Perlu diketahui, jika Gunung Raung hanya mengguncang Jawa Timur, kopi Arabika asli Bondowoso dengan hak paten Kopi Arabika Java Ijen-Raung ini sudah mengguncang dunia. Aroma kopinya sudah mengguncang belahan Eropa karena distribusinya melalui Swiss. Kualitasnya tidak kalah pamor dengan kopi Gayo, Kintamani, atau Toraja.

Adalah Heru Setyo Wibowo, salah satu petani kopi Bondowoso, yang mengatakan, erupsi Gunung Raung belum berdampak besar produksi kopinya. Petani kopi sejak 1994 ini menyatakan, letusan Gunung Raung tidak terlalu besar, malah petani merasakan keuntungan karena hujan abu vulkanik yang turun ke bumi ikut menyuburkan tanah. ” Bagi kami malah letusan Raung membawa berkah. Hujan abu vulkanik itu menyuburkan tanah,” katanya ketika ditemui di Pameran Potensi Desa Kemendes PDTT di Alun-alun Bondowoso.

Pemilik merek Bon’d Coffee ini menyatakan, panen kopi sifatnya musiman atau tidak panen sepanjang tahun. Mereka baru sibuk panen pada Mei atau September. Dalam kondisi cuaca normal kopi yang dipetik bisa mencapai 2 kuintal per hari. Pasar luar negeri pun tidak terlalu berpengaruh karena Heru mengaku, selain ekspor ke Swiss, Belanda, dan Amerika, dia juga sedang sibuk mengirim sampel ke Korea Selatan dan Brunei Darussalam.

Heru yang mengaku bisa mengirim 30 ton/tahun kopi ini sedang menjajaki pasar ke Jepang. Apa sih yang membedakan kopi Bondowoso sehingga bisa menembus pasar dunia. Warga Desa Rejo Agung ini menjawab, kelebihan kopinya terletak pada aromanya yang berempah. Kala satu sendok makan kopi diseduh dengan 180 Ml air hangat, hirupan pertama kopinya ada rasa segar, gurih, dan pedas. ” Coba hirup lagi, ada aroma cokelat yang terasa,” ujarnya.

Kekhasan aroma inilah yang membuat kopi ini terkenal di dunia dengan nama Java Coffee. Kopi Bondowoso ditanam di wilayah Perhutani dengan ketinggian di atas 1000 meter. Tapi, lahan 10 hektare milik Heru adalah kepunyaan sendiri atau lahan pribadi, tetapi wajib bayar pajak. Sementara petani lain memakai lahan Perhutani dengan sistem hak guna.

Mereka boleh menanam kopi di sela lahan pohon milik Perhutani, namun dilarang menebang. Mendes PDTT Marwan Jafar menyarankan, potensi kopi Arabika asal Bondowoso ini akan lebih bagus jika dibentuk badan usaha milik desa (bumdes). Meski pemerintah kabupaten sudah membuat holding, akan lebih baik jika bumdes mengelola dari proses penanaman hingga pengolahan. ”

Dengan bumdes akan mempercepat aktivitas perekonomian desa. Potensinya bisa diolah lebih besar lagi sehingga disparitas harga kopi di tangan petani hingga distributor tak terlalu jauh,” ungkapnya.

Bupati Bondowoso Amin Said Husni menjelaskan, keberhasilan ekspos kopi Bondowoso ke pasar Eropa tidak terlepas dari keberhasilan pembangunan kluster kopi Arabika di Kecamatan Sumberwaringin.

Kluster ini melibatkan petani setempat, Bank Indonesia Jember, Bank Jatim Bondowoso, Perhutani Bondowoso, dan Puslit Kakao Jember. Kini Amin akan mengembangkan kluster kopi ke Pakem. Selama ini warga atau petani bahkan sudah membudidayakan tanaman kopi Arabika di Pakem, tapi belum kurang optimal.

” Sebab itu, saya akan menggandeng PTP Nusantara XII untuk mengembangkan kluster kopi di Pakem, jelasnya. Amin merasa yakin akan berhasil dengan pengembangan kluster kopi di kecamatan tersebut.

Neneng Zubaidah
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5028 seconds (0.1#10.140)