PBB Tolak Usul Mendagri Beri Sanksi Parpol di Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Partai Bulan Bintang (PBB) tak sepakat dengan wacana yang digulirkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, bahwa partai politik (parpol) yang tidak mengajukan calon dalam setiap pilkada harus diberikan sanksi.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PBB Jamaluddin Karim menilai, wacana tersebut tidak tepat. Sebab fenomena calon tunggal itu dinilai muncul karena dinamika politik yang berkembang, bukan terkait persoalan hukum.
"Sanksi untuk parpol selama ini sudah banyak. Ini soal politik bukan hukum. Soal politik ini dinamikanya berkembang di masyarakat," kata Jamaluddin di Jakarta, Jumat 7 Agustus 2015 malam.
Salah satu dinamika politik yang membuat masih adanya calon tunggal, menurut dia, persoalan aturan perundang-undangan. Yakni, persyaratan 20 persen kursi di DPRD atau 25 persen perolehan suara
Jika telah memenuhi syarat itu, parpol baru dapat mengusung pasangan bakal calon. "Jadi (untuk mengatasinya) tidak perlu ambang batas (parliamentary threshold) 20 persen, agar setiap parpol bisa mengusung calonnya," ungkapnya.
Maka itu lanjut dia, seharusnya syarat itu dihapus agar setiap parpol yang punya kursi di parlemen bisa memajukan kader terbaik.
Penundaan pilkada di tujuh daerah karena terkendala calon tunggal, menurut dia, harus dimanfaatkan pemerintah dengan DPR untuk melakukan revisi persoalan ambang batas syarat pencalonan oleh parpol tersebut.
"Akan menjadi lebih sederhana kalau parpol bisa mengusung calonnya sendiri. Kalau sistem yang ada sekarang ini mengharuskan koalisi kemudian mengusung calon," pungkasnya.
Pilihan:
Presiden Jokowi Diminta Tak Buang Badan ke Rezim SBY
Kasus Suap Hakim, Akhirnya Kaligis Akui Kenal Gatot dan Evi
Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PBB Jamaluddin Karim menilai, wacana tersebut tidak tepat. Sebab fenomena calon tunggal itu dinilai muncul karena dinamika politik yang berkembang, bukan terkait persoalan hukum.
"Sanksi untuk parpol selama ini sudah banyak. Ini soal politik bukan hukum. Soal politik ini dinamikanya berkembang di masyarakat," kata Jamaluddin di Jakarta, Jumat 7 Agustus 2015 malam.
Salah satu dinamika politik yang membuat masih adanya calon tunggal, menurut dia, persoalan aturan perundang-undangan. Yakni, persyaratan 20 persen kursi di DPRD atau 25 persen perolehan suara
Jika telah memenuhi syarat itu, parpol baru dapat mengusung pasangan bakal calon. "Jadi (untuk mengatasinya) tidak perlu ambang batas (parliamentary threshold) 20 persen, agar setiap parpol bisa mengusung calonnya," ungkapnya.
Maka itu lanjut dia, seharusnya syarat itu dihapus agar setiap parpol yang punya kursi di parlemen bisa memajukan kader terbaik.
Penundaan pilkada di tujuh daerah karena terkendala calon tunggal, menurut dia, harus dimanfaatkan pemerintah dengan DPR untuk melakukan revisi persoalan ambang batas syarat pencalonan oleh parpol tersebut.
"Akan menjadi lebih sederhana kalau parpol bisa mengusung calonnya sendiri. Kalau sistem yang ada sekarang ini mengharuskan koalisi kemudian mengusung calon," pungkasnya.
Pilihan:
Presiden Jokowi Diminta Tak Buang Badan ke Rezim SBY
Kasus Suap Hakim, Akhirnya Kaligis Akui Kenal Gatot dan Evi
(maf)