Jenazah Koruptor Tak Disalatkan Picu Pro-Kontra
A
A
A
MAKASSAR - Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah merekomendasikan agar koruptor dihukum mati dan tidak disalatkan setelah meninggal dunia.
Materi ini rencananya akan disampaikan pada sidang komisi Muktamar ke-47 Muhammadiyah. Sebelumnya, Nahdlatul Ulama (NU) yang menggelar muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur, melalui sidang komisinya juga membuat rekomendasi serupa.
Namun, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Syafi’i Maarif tidak sependapat dengan usulan Pemuda Muhammadiyah tersebut. ”Tidak begitu jika mereka juga muslim,” kata Syafi’i di Makassar kemarin.
Menurutnya disalatkan merupakan hak setiap muslim yang meninggal, termasuk jika memiliki dosa sebesar apa pun. Karena menurut dia, sejatinya dosa adalah urusan setiap individu dengan Tuhannya. Muslim yang masih hidup, kata dia, tetap memiliki kewajiban untuk menyalatkan jenazah muslim lainnya.
Dalam hukum agama, kewajiban apabila ditinggalkan justru akan menjadikan dosa bagi pelakunya. Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak merekomendasikan agar jenazah koruptor supaya tidak disalatkan. Rekomendasi itu merupakan hukuman bagi para koruptor agar jera.
Apalagi, hukum positif faktanya belum dapat mencegah tindakan koruptif. Menurut dia, tingkatan kejahatan korupsi lebih kejam dari pembunuhan massal. Alasannya, korupsi membunuh rakyat secara perlahan.
Sementara itu,, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, pihaknya menghargai rekomendasi dua ormas tersebut. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut perlu ada beberapa perubahan sistem hukum yang berlaku saat ini. ”Saya hargai rekomendasinya. Tapi harus ada perubahan undang-undang soal itu,” ujarnya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Bandung, Jawa Barat, kemarin.
Saat ini, sambung Yasonna, hukuman mati terhadap para koruptor telah diklasifikasikan. Hasilnya, tidak semua orang yang tersangkut korupsi bisa dituntut atau dihukum mati. ”Selama ini ada klasifikasinya yang menurut undangundang bisa dihukum mati. Mereka adalah yang mengorupsi dana bencana alam dan lainlain,” jelasnya.
Yasonna menuturkan, soal rekomendasi para koruptor yang dihukum mati tidak disalatkan adalah hak dari kedua ormas tersebut. ”Kalau soal tidak disalatkan, itu ulama-ulama yang lebih tahu,” pungkasnya.
Anwar majid/ Okezone/ant
Materi ini rencananya akan disampaikan pada sidang komisi Muktamar ke-47 Muhammadiyah. Sebelumnya, Nahdlatul Ulama (NU) yang menggelar muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur, melalui sidang komisinya juga membuat rekomendasi serupa.
Namun, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Syafi’i Maarif tidak sependapat dengan usulan Pemuda Muhammadiyah tersebut. ”Tidak begitu jika mereka juga muslim,” kata Syafi’i di Makassar kemarin.
Menurutnya disalatkan merupakan hak setiap muslim yang meninggal, termasuk jika memiliki dosa sebesar apa pun. Karena menurut dia, sejatinya dosa adalah urusan setiap individu dengan Tuhannya. Muslim yang masih hidup, kata dia, tetap memiliki kewajiban untuk menyalatkan jenazah muslim lainnya.
Dalam hukum agama, kewajiban apabila ditinggalkan justru akan menjadikan dosa bagi pelakunya. Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak merekomendasikan agar jenazah koruptor supaya tidak disalatkan. Rekomendasi itu merupakan hukuman bagi para koruptor agar jera.
Apalagi, hukum positif faktanya belum dapat mencegah tindakan koruptif. Menurut dia, tingkatan kejahatan korupsi lebih kejam dari pembunuhan massal. Alasannya, korupsi membunuh rakyat secara perlahan.
Sementara itu,, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, pihaknya menghargai rekomendasi dua ormas tersebut. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut perlu ada beberapa perubahan sistem hukum yang berlaku saat ini. ”Saya hargai rekomendasinya. Tapi harus ada perubahan undang-undang soal itu,” ujarnya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Bandung, Jawa Barat, kemarin.
Saat ini, sambung Yasonna, hukuman mati terhadap para koruptor telah diklasifikasikan. Hasilnya, tidak semua orang yang tersangkut korupsi bisa dituntut atau dihukum mati. ”Selama ini ada klasifikasinya yang menurut undangundang bisa dihukum mati. Mereka adalah yang mengorupsi dana bencana alam dan lainlain,” jelasnya.
Yasonna menuturkan, soal rekomendasi para koruptor yang dihukum mati tidak disalatkan adalah hak dari kedua ormas tersebut. ”Kalau soal tidak disalatkan, itu ulama-ulama yang lebih tahu,” pungkasnya.
Anwar majid/ Okezone/ant
(ftr)