UU Pilkada-UU Parpol Segera Direvisi

Kamis, 06 Agustus 2015 - 08:46 WIB
UU Pilkada-UU Parpol Segera Direvisi
UU Pilkada-UU Parpol Segera Direvisi
A A A
JAKARTA - Pemerintah segera merevisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan UU Partai Politik. Revisi kedua UU ini mendesak sebagai respons atas munculnya berbagai kasus di pilkada serentak 2015, termasuk fenomena calon tunggal kepala daerah.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, revisi perlu segera dilakukan agar masalah yang sama tidak lagi muncul pada pelaksanaan pilkada serentak pada 2017. Tjahjo mengaku sudah menawarkan rencana revisi kedua UU ini kepada mitra kerjanya di DPR yakni Komisi II. Pemerintah juga telah meminta DPR melakukan pengkajian terhadap UU yang belum satu tahun disahkan tersebut.

”Mengenai seperti apa revisinya, kita belum tahu. Nanti dilihat juga masukan dari DPR, setelah itu akan dibahas kembali,” ujarnya. Rencana revisi ini juga ditegaskan Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono. Menurutnya, revisi harus segera dilakukan agar bisa selesai pada 2017 demi menghindari masalah yang sama berulang pada pilkada serentak tahap II.

Menurutnya, revisi UU tersebut merupakan solusi jangka panjang untuk menuntaskan berbagai persoalan dan menutupi kelemahan-kelemahan aturan yang ada saat ini. ”Kita sudah mendapatkan banyak pelajaran yang berharga pada pilkada ini,” tuturnya. Perubahan pada UU Pilkada terutama menyangkut solusi jika muncul calon tunggal kepala daerah.

Diketahui, ada tujuh daerah di pilkada serentak 2015 ini yang hanya memiliki satu pasangan calon. Solusi bagi ketujuh daerah ini masih dirumuskan oleh pemerintah. Rencana terbaru adalah memperpanjang kembali masa pendaftaran bagi pasangan calon hingga tujuh hari mendatang.

Sumarsono mengatakan, perlu pembatasan persentase dukungan pasangan calon oleh parpol, tidak seperti saat ini. ”Sekarang tidak ada batasan dukungan maksimum. Batasan ada, yakni jumlah minimal kursi di DPRD. Tapi kan jumlah partainya tidak dibatasi,” kata dia.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan ada sejumlah hal yang perlu segera diperbaiki, terutama di UU Pilkada. Pertama, berkaitan dengan dinasti politik.

Meskipun aturan larangan dinasti politik ini telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah dan DPR diminta mencari alternatif lain untuk menjamin adanya akses yang sama dan adil dalam kepemimpinan di daerah. ”Harus ada sirkulasi kepemimpinan di daerah, jangan hanya dikuasai orang yang mampu membayar mahar partai yang biasanya adalah keluarga kepala daerah petahana,” kata dia.

Kedua, berkaitan dengan syarat bagi calon independen yang dinilai sangat berat. Perlu ada kemudahan akses bagi calon perseorangan untuk mencalonkan diri. Ketiga, kata dia, perlu ada aturan yang mewajibkan partai untuk menggelar pemilihan internal demi memunculkan calon kepala daerah. Keempat, pilkada harus dapat mencapai tujuan awal yaitu efisiensi dalam hal pembiayaan pilkada.

Kelima, anggaran yang dibebankan kepada daerah dinilai cukup menghambat tahapan pilkada. Banyak sekali daerah yang terlambat menyiapkan anggaran karena memiliki keterbatasan di APBD.

Dita angga
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5113 seconds (0.1#10.140)