Gus Mus Ditetapkan Jadi Rais Aam PBNU
A
A
A
JOMBANG - Sembilan anggota Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) akhirnya menetapkan KH Mustofa Bisri (Gus Mus) sebagai Rais Aam Syuriah PBNU masa khidmad 2015-2020. Sebagai wakilnya, anggota AHWA memilih KH Ma’ruf Amin.
Penetapan Gus Mus tadi malam berjalan alot. Ini karena Gus Mus mengirim surat kepada anggota AHWA dan menyatakan menolak menjadi Rais Aam. Dalam surat tersebut, Gus Mus meminta tim AHWA untuk memberikan amanat Rais Aam kepada KH Maimun Zubair (Mbah Moen), pengasuh Ponpes Al Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Namun, Mbah Moen juga menolak dan tetap meminta Gus Mus menduduki posisi tersebut.
Atas perdebatan ini, tim AHWA akhirnya tetap mengukuhkan pengasuh Ponpes Raudhatut Tholibin Rembang ini sebagai rais aam. ”Menurut pertimbangan Mbah Moen, penolakan Gus Mus ini justru menunjukkan sifat akhlakul karimah . Karena itu, beliau ditetapkan sebagai rais aam,” kata Saifullah Yusuf (Gus Ipul) sebelum membacakan keputusan tim AHWA.
Gus Ipul menambahkan, jika memang Gus Mus tetap menolak, jabatan akan diberikan kepada wakilnya, yakni KH Ma’ruf Amin. Pada pembacaan keputusan kemarin, KH Mustofa Bisri justru tidak ada di ruang sidang. Sambutan ketua terpilih akhirnya disampaikan oleh Wakil Rais Aam Syuriah PBNU KH Ma’ruf Amin.
Ma’ruf Amin mengatakan, jabatan sebagai rais aam syuriah adalah sesuatu yang berat. Namun karena hal itu adalah mandat dari seluruh rais syuriah, pihaknya dengan terpaksa menerimanya. ”Dengan kerendahan hati maka terpaksa kami menerima tugas ini sebagai rasa kepatuhan kami kepada para ulama,” ungkapnya.
Ma’ruf menyadari betul bahwa tanggung jawab tersebut sangat besar sekali. Apalagi baginya, tantangan ke depan semakin kompleks, baik menyangkut persoalan aliran, pikiran dan akidah, ekonomi, politik maupun sosial budaya. ”Karena itu, kami akan mengajak para ulama Ahlussunnah Wal Jamaah untuk secara bersama-sama membesarkan Jamiah kita ini. Kepada pengurus nanti yang terbentuk, kami mengajak untuk kerja lebih keras lagi,” tegasnya.
Pemilihan rais aam syuriah PBNU dilakukan setelah Pleno III lanjutan Muktamar ke-33 NU dengan agenda sidang Rais Syuriah se-Indonesia kemarin menetapkan sembilan tim AHWA. Penetapan ini dilakukan setelah dilakukan tabulasi nama-nama calon AHWA dari seluruh Rais Syuriah yang ada.
Pimpinan sidang pleno III lanjutan Ahmad Muzakki mengatakan, dari 508 delegasi rais syuriah PCNU/PWNU, hanya 359 rais syuriah yang mengusulkan nama- nama calon anggota AHWA. Dari usulan mereka terdapat 115 nama kiai yang terjaring. Namanama ini lantas di peringkat untuk mendapatkan sembilan nama calon AHWA teratas.
Kesembilan nama kiai itu adalah KH Ma’ruf Amin (Tangerang- Banten) dengan 333 suara; KH Nawawi Abdul Djalil (Sidogiri Pasuruan, Jatim) 302 suara; KH Tuan Guru Turmudzi Badrudin (NTB) 298 suara, KH Kholilurrohman (Kalimantan Selatan) 273suara; KH Dimyati Rois (Kendal, Jateng) 236 suara; KH Syech Ali Akbar Marbun (Sumatera Utara) 186 suara; KH Maktum Hanan (Cirebon, Jabar) 162 suara; KH Maimun Zubair (Sarang, Rembang, Jateng) 156 suara. Terakhir adalah KH Mas Subadar (Bangil, Pasuruan, Jatim) dengan jumlah dukungan 135 suara. ”Apakah kesembilan nama ini dapat ditetapkan menjadi anggota AHWA?” tanya pimpinan sidang dan disambut setuju seluruh rais syuriah.
Sementara berdasarkan data tabulasi dan peringkat dukungan usulan calon anggota AHWA, KH Mustofa Bisri (Gus Mus) justru hanya mendapat dukungan 88 suara atau berada di peringkat ke-15. Adapun pesaing kuatnya, KH Hasyim Muzadi, berada satu tingkat di bawahnya dukungan 53 suara.
Wakil Katib Aam PBNU KH Yahya Tsaquf mengatakan, AHWA bisa memilih rais aam PBNU di antara anggotanya sendiri atau mengambil nama kiai di luar anggota AHWA. Syaratnya, mereka memenuhi kriteria AHWA dan bisa menjaga kebesaran NU ke depan. Sementara hingga berita ini diturunkan pukul 00.30 WIB, proses pemilihan Ketua Umum Tanfidziah PBNU masih berlangsung.
Hasyim Imbau Tak Pecah
Syuriah PBNU demisioner Hasyim Muzadi menolak dipilih sebagai rais aam, dan meminta para muktamirin yang kecewa terhadap pelaksanaan Muktamar ke-33 NU untuk tidak membuat muktamar tandingan.
”Saya tidak mau dicalonkan sebagai rais aam melalui forum ini karena akan menyebabkan perpecahan, meskipun saya tahu prosesnya penuh kepalsuan dan kezaliman, sebab itu akan memecah belah NU yang untuk selanjutnya akan sulit disatukan,” ujarnya di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, tadi malam.
Maka itu, Hasyim meminta sebaiknya tidak ada pemilihan rais aam. ”Saya tidak mau berbenturan dengan ulama-ulama, penyakitnya bukan pada ulama, tapi kelompok yang merekayasa ulama,” ucapnya.
Katib Aam demisioner Abdul Malik Madani juga menegaskan tidak setuju adanya muktamar tandingan dilakukan di Pondok Pesantren Tebuireng. Pasalnya, itu akan dicatat dalam sejarah karena ikut melegalisasi terjadinya perpecahan NU.
Sementara kiai sepuh KH Maimun Zubair sangat mengharapkan agar warna NU bersatu kembali pascamuktamar di Jombang. Menurut Mbah Moen, NU sejak berdiri hingga saat ini selalu diwarnai dinamika yang ramai. Kendati demikian, dinamika itu merupakan hal yang biasa. ”Dan itu justru dianggap positif,” kata Mbah Moen seperti diungkapkan kepada Ketua Pengurus Cabang NU Kota Bogor Ifan Haryanto.
Mbah Moen menilai adalah sebuah kelaziman dalam setiap muktamar umumnya diwarnai gegeran atau perbedaan pendapat yang tajam. Namun setelah hajat muktamar selesai, dia meminta semua warga nahdliyin kembali ger geran atau (bersenda gurau). Mbah Moen ingin siapa pun pimpinan NU terpilih dapat merangkul dan mengakomodasi semua pihak.
Dia juga meminta pimpinan NU terpilih menempatkan keluarga pendiri NU masuk dalam kepengurusan yakni dari keluarga KH Hasyim Asyari dan KH Abdul Wahab Hasbullah.
Ihyaihyaulumuddin/ Sucipto/ant
Penetapan Gus Mus tadi malam berjalan alot. Ini karena Gus Mus mengirim surat kepada anggota AHWA dan menyatakan menolak menjadi Rais Aam. Dalam surat tersebut, Gus Mus meminta tim AHWA untuk memberikan amanat Rais Aam kepada KH Maimun Zubair (Mbah Moen), pengasuh Ponpes Al Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Namun, Mbah Moen juga menolak dan tetap meminta Gus Mus menduduki posisi tersebut.
Atas perdebatan ini, tim AHWA akhirnya tetap mengukuhkan pengasuh Ponpes Raudhatut Tholibin Rembang ini sebagai rais aam. ”Menurut pertimbangan Mbah Moen, penolakan Gus Mus ini justru menunjukkan sifat akhlakul karimah . Karena itu, beliau ditetapkan sebagai rais aam,” kata Saifullah Yusuf (Gus Ipul) sebelum membacakan keputusan tim AHWA.
Gus Ipul menambahkan, jika memang Gus Mus tetap menolak, jabatan akan diberikan kepada wakilnya, yakni KH Ma’ruf Amin. Pada pembacaan keputusan kemarin, KH Mustofa Bisri justru tidak ada di ruang sidang. Sambutan ketua terpilih akhirnya disampaikan oleh Wakil Rais Aam Syuriah PBNU KH Ma’ruf Amin.
Ma’ruf Amin mengatakan, jabatan sebagai rais aam syuriah adalah sesuatu yang berat. Namun karena hal itu adalah mandat dari seluruh rais syuriah, pihaknya dengan terpaksa menerimanya. ”Dengan kerendahan hati maka terpaksa kami menerima tugas ini sebagai rasa kepatuhan kami kepada para ulama,” ungkapnya.
Ma’ruf menyadari betul bahwa tanggung jawab tersebut sangat besar sekali. Apalagi baginya, tantangan ke depan semakin kompleks, baik menyangkut persoalan aliran, pikiran dan akidah, ekonomi, politik maupun sosial budaya. ”Karena itu, kami akan mengajak para ulama Ahlussunnah Wal Jamaah untuk secara bersama-sama membesarkan Jamiah kita ini. Kepada pengurus nanti yang terbentuk, kami mengajak untuk kerja lebih keras lagi,” tegasnya.
Pemilihan rais aam syuriah PBNU dilakukan setelah Pleno III lanjutan Muktamar ke-33 NU dengan agenda sidang Rais Syuriah se-Indonesia kemarin menetapkan sembilan tim AHWA. Penetapan ini dilakukan setelah dilakukan tabulasi nama-nama calon AHWA dari seluruh Rais Syuriah yang ada.
Pimpinan sidang pleno III lanjutan Ahmad Muzakki mengatakan, dari 508 delegasi rais syuriah PCNU/PWNU, hanya 359 rais syuriah yang mengusulkan nama- nama calon anggota AHWA. Dari usulan mereka terdapat 115 nama kiai yang terjaring. Namanama ini lantas di peringkat untuk mendapatkan sembilan nama calon AHWA teratas.
Kesembilan nama kiai itu adalah KH Ma’ruf Amin (Tangerang- Banten) dengan 333 suara; KH Nawawi Abdul Djalil (Sidogiri Pasuruan, Jatim) 302 suara; KH Tuan Guru Turmudzi Badrudin (NTB) 298 suara, KH Kholilurrohman (Kalimantan Selatan) 273suara; KH Dimyati Rois (Kendal, Jateng) 236 suara; KH Syech Ali Akbar Marbun (Sumatera Utara) 186 suara; KH Maktum Hanan (Cirebon, Jabar) 162 suara; KH Maimun Zubair (Sarang, Rembang, Jateng) 156 suara. Terakhir adalah KH Mas Subadar (Bangil, Pasuruan, Jatim) dengan jumlah dukungan 135 suara. ”Apakah kesembilan nama ini dapat ditetapkan menjadi anggota AHWA?” tanya pimpinan sidang dan disambut setuju seluruh rais syuriah.
Sementara berdasarkan data tabulasi dan peringkat dukungan usulan calon anggota AHWA, KH Mustofa Bisri (Gus Mus) justru hanya mendapat dukungan 88 suara atau berada di peringkat ke-15. Adapun pesaing kuatnya, KH Hasyim Muzadi, berada satu tingkat di bawahnya dukungan 53 suara.
Wakil Katib Aam PBNU KH Yahya Tsaquf mengatakan, AHWA bisa memilih rais aam PBNU di antara anggotanya sendiri atau mengambil nama kiai di luar anggota AHWA. Syaratnya, mereka memenuhi kriteria AHWA dan bisa menjaga kebesaran NU ke depan. Sementara hingga berita ini diturunkan pukul 00.30 WIB, proses pemilihan Ketua Umum Tanfidziah PBNU masih berlangsung.
Hasyim Imbau Tak Pecah
Syuriah PBNU demisioner Hasyim Muzadi menolak dipilih sebagai rais aam, dan meminta para muktamirin yang kecewa terhadap pelaksanaan Muktamar ke-33 NU untuk tidak membuat muktamar tandingan.
”Saya tidak mau dicalonkan sebagai rais aam melalui forum ini karena akan menyebabkan perpecahan, meskipun saya tahu prosesnya penuh kepalsuan dan kezaliman, sebab itu akan memecah belah NU yang untuk selanjutnya akan sulit disatukan,” ujarnya di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, tadi malam.
Maka itu, Hasyim meminta sebaiknya tidak ada pemilihan rais aam. ”Saya tidak mau berbenturan dengan ulama-ulama, penyakitnya bukan pada ulama, tapi kelompok yang merekayasa ulama,” ucapnya.
Katib Aam demisioner Abdul Malik Madani juga menegaskan tidak setuju adanya muktamar tandingan dilakukan di Pondok Pesantren Tebuireng. Pasalnya, itu akan dicatat dalam sejarah karena ikut melegalisasi terjadinya perpecahan NU.
Sementara kiai sepuh KH Maimun Zubair sangat mengharapkan agar warna NU bersatu kembali pascamuktamar di Jombang. Menurut Mbah Moen, NU sejak berdiri hingga saat ini selalu diwarnai dinamika yang ramai. Kendati demikian, dinamika itu merupakan hal yang biasa. ”Dan itu justru dianggap positif,” kata Mbah Moen seperti diungkapkan kepada Ketua Pengurus Cabang NU Kota Bogor Ifan Haryanto.
Mbah Moen menilai adalah sebuah kelaziman dalam setiap muktamar umumnya diwarnai gegeran atau perbedaan pendapat yang tajam. Namun setelah hajat muktamar selesai, dia meminta semua warga nahdliyin kembali ger geran atau (bersenda gurau). Mbah Moen ingin siapa pun pimpinan NU terpilih dapat merangkul dan mengakomodasi semua pihak.
Dia juga meminta pimpinan NU terpilih menempatkan keluarga pendiri NU masuk dalam kepengurusan yakni dari keluarga KH Hasyim Asyari dan KH Abdul Wahab Hasbullah.
Ihyaihyaulumuddin/ Sucipto/ant
(ftr)