Suami Bunuh Anak dan Istri
A
A
A
MALANG - Hanya karena cekcok keluarga, Abdullah, 50, tega membunuh istri dan anak gadisnya sendiri di Kabupaten Malang, Jawa Timur, dini hari kemarin. Pelaku kemudian berusaha bunuh diri sebelum diselamatkan warga.
Pembunuhan pagi buta sekitar pukul 02.45 WIB tersebut terjadi di rumah korban dan pelaku sendiri di Desa Argosari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Dua korban tewas, Wiwik Halimah, 48, dan Putri Sari Devi, 16, mengalami luka bacok di bagian leher dan pipi. Keduanya juga mengalami luka bakar pada bagian kaki.
Pelaku tunggal, Abdullah, masih dalam kondisi kritis dan dirawat di Instalasi Rawat Darurat (IRD) Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSAA) Malang setelah berusaha bunuh diri dengan meminum cairan pembersih lantai. Rumah yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan sadis tersebut kondisinya mengenaskan. Sebagian kaca jendela bagian samping pecah-pecah.
Sementara pintu bagian depan dan samping rusak parah. Sebagian atap samping rumah juga rusak. Termasuk tembok kamar dan ruang tengah tampak hangus terbakar. Sebelum ditemukan korban tewas, para tetangga sempat mendengar pertengkaran keras antara suami dan istri tersebut.
Aksi pembunuhan ini diduga dipicu oleh persoalan keluarga yang terjadi sudah sejak lama. ”Suara keributannya terdengar keras. Seperti orang teriak dan pintuyangdidobrak,” ujarFauzi, 29, warga setempat.
Sementara warga yang datang beramai-ramai berusaha mendobrak pintu dan memadamkan api. ”Saat masuk, kami melihat istrinya sudah tergeletak dengan kondisi luka parah di bagian leher. Sementara anaknya terkapar di dekat pintu belakang. Selain itu, kaki kedua korban juga terbakar,” sebutnya.
Warga belum berani mendekati pelaku karena saat berupaya masuk memadamkan api, Abdullah masih tampak membawa senjata tajam. Melihat warga sudah ramai, pelaku lari masuk ke kamar mandi dan mencoba bunuh diri dengan meminum cairan pembersih lantai.
Saat ditemukan warga, kondisinya sudah telentang tidak sadarkan diri. Fauzi mengaku terakhir kali melihat suami korban pada Senin (3/8) sore. ”Dia sempat menjadi imam saat salat di masjid. Tidak tampak ada tanda-tanda stres atau tertekan. Mungkin saja mereka bertengkar soal ekonomi keluarga karena suaminya tidak bekerja. Sementara istrinya membuka toko pracangan di rumah serta jual rujak,” terangnya.
Persoalan kesulitan ekonomi keluarga diduga menjadi pemicu dari pertengkaran yang berujung maut tersebut. Hal itu diketahui warga dari seringnya keluarga tersebut bertengkar dan suami korban tidak bekerja. Tanah di samping rumah mereka juga sudah satu tahun lalu dijual ke salah satu keluarganya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Beberapa hari sebelumnya suami-istri tersebut juga sempat terlibat pertengkaran. Sang istri bahkan sempat dipukul pada bagian wajahnya. Kapolsek Jabung AKP Hartono mengaku, dua korban tewas diduga dibunuh menggunakan senjata tajam. Lalu, mereka coba akan dibakar pakai seprei, tetapi hanya terbakar separuh.
”Kami juga menyita sebilah parang dan seprei sisa pembakaran. Sudah ada enam orang saksi yang kami mintai keterangan. Tinggal menunggu saksi kunci yakni suami korban,” tuturnya. Dia belum bisa menetapkan tersangka dalam kejadian itu karena masih menunggu hasil visum dan proses penyelidikan yang masih berjalan. Selain itu, masih menunggu keterangan dari saksi kunci yakni suami korban yang sampai saat ini belum sadarkan diri.
Persoalan Ekonomi
Kriminolog Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Malang Priyo Jatmiko mengatakan, apabila pelaku dalam kondisi normal, aksi pembunuhan massal dalam satu keluarga bisa dipicu persoalan ekonomi keluarga. Dia menyebutkan, faktor ekonomi bisa menjadi pemicu utama ada aksi nekat yang tidak bisa dikontrol.“Diantaranya aksi bunuh diri dan aksi membunuh anggota keluarganya sendiri dilanjutkan dengan aksi bunuh diri,” ucapnya.
Tekanan ekonomi yang terlalu berat karena pelaku tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan. Sementara tarikannya sangat kuat yakni kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah tinggi. Tentunya itu akan membuat pelaku semakin tertekan sehingga memicu pertengkaran dalam rumah tangga.
Menurut Priyo, pelaku biasanya ketakutan menghadapi masa depan sehingga dia takut apabila bunuh diri sendiri sehingga keluarga yang ditinggalkan akan semakin sengsara. Maka itu, jalan membunuh seluruh anggota keluarga diikuti aksi bunuh diri sering kali menjadi pilihan.
Yuswantoro
Pembunuhan pagi buta sekitar pukul 02.45 WIB tersebut terjadi di rumah korban dan pelaku sendiri di Desa Argosari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Dua korban tewas, Wiwik Halimah, 48, dan Putri Sari Devi, 16, mengalami luka bacok di bagian leher dan pipi. Keduanya juga mengalami luka bakar pada bagian kaki.
Pelaku tunggal, Abdullah, masih dalam kondisi kritis dan dirawat di Instalasi Rawat Darurat (IRD) Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSAA) Malang setelah berusaha bunuh diri dengan meminum cairan pembersih lantai. Rumah yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan sadis tersebut kondisinya mengenaskan. Sebagian kaca jendela bagian samping pecah-pecah.
Sementara pintu bagian depan dan samping rusak parah. Sebagian atap samping rumah juga rusak. Termasuk tembok kamar dan ruang tengah tampak hangus terbakar. Sebelum ditemukan korban tewas, para tetangga sempat mendengar pertengkaran keras antara suami dan istri tersebut.
Aksi pembunuhan ini diduga dipicu oleh persoalan keluarga yang terjadi sudah sejak lama. ”Suara keributannya terdengar keras. Seperti orang teriak dan pintuyangdidobrak,” ujarFauzi, 29, warga setempat.
Sementara warga yang datang beramai-ramai berusaha mendobrak pintu dan memadamkan api. ”Saat masuk, kami melihat istrinya sudah tergeletak dengan kondisi luka parah di bagian leher. Sementara anaknya terkapar di dekat pintu belakang. Selain itu, kaki kedua korban juga terbakar,” sebutnya.
Warga belum berani mendekati pelaku karena saat berupaya masuk memadamkan api, Abdullah masih tampak membawa senjata tajam. Melihat warga sudah ramai, pelaku lari masuk ke kamar mandi dan mencoba bunuh diri dengan meminum cairan pembersih lantai.
Saat ditemukan warga, kondisinya sudah telentang tidak sadarkan diri. Fauzi mengaku terakhir kali melihat suami korban pada Senin (3/8) sore. ”Dia sempat menjadi imam saat salat di masjid. Tidak tampak ada tanda-tanda stres atau tertekan. Mungkin saja mereka bertengkar soal ekonomi keluarga karena suaminya tidak bekerja. Sementara istrinya membuka toko pracangan di rumah serta jual rujak,” terangnya.
Persoalan kesulitan ekonomi keluarga diduga menjadi pemicu dari pertengkaran yang berujung maut tersebut. Hal itu diketahui warga dari seringnya keluarga tersebut bertengkar dan suami korban tidak bekerja. Tanah di samping rumah mereka juga sudah satu tahun lalu dijual ke salah satu keluarganya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Beberapa hari sebelumnya suami-istri tersebut juga sempat terlibat pertengkaran. Sang istri bahkan sempat dipukul pada bagian wajahnya. Kapolsek Jabung AKP Hartono mengaku, dua korban tewas diduga dibunuh menggunakan senjata tajam. Lalu, mereka coba akan dibakar pakai seprei, tetapi hanya terbakar separuh.
”Kami juga menyita sebilah parang dan seprei sisa pembakaran. Sudah ada enam orang saksi yang kami mintai keterangan. Tinggal menunggu saksi kunci yakni suami korban,” tuturnya. Dia belum bisa menetapkan tersangka dalam kejadian itu karena masih menunggu hasil visum dan proses penyelidikan yang masih berjalan. Selain itu, masih menunggu keterangan dari saksi kunci yakni suami korban yang sampai saat ini belum sadarkan diri.
Persoalan Ekonomi
Kriminolog Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Malang Priyo Jatmiko mengatakan, apabila pelaku dalam kondisi normal, aksi pembunuhan massal dalam satu keluarga bisa dipicu persoalan ekonomi keluarga. Dia menyebutkan, faktor ekonomi bisa menjadi pemicu utama ada aksi nekat yang tidak bisa dikontrol.“Diantaranya aksi bunuh diri dan aksi membunuh anggota keluarganya sendiri dilanjutkan dengan aksi bunuh diri,” ucapnya.
Tekanan ekonomi yang terlalu berat karena pelaku tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan. Sementara tarikannya sangat kuat yakni kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah tinggi. Tentunya itu akan membuat pelaku semakin tertekan sehingga memicu pertengkaran dalam rumah tangga.
Menurut Priyo, pelaku biasanya ketakutan menghadapi masa depan sehingga dia takut apabila bunuh diri sendiri sehingga keluarga yang ditinggalkan akan semakin sengsara. Maka itu, jalan membunuh seluruh anggota keluarga diikuti aksi bunuh diri sering kali menjadi pilihan.
Yuswantoro
(bbg)