Komplain Konstitusional Bisa Diputus lewat Uji Materi

Senin, 03 Agustus 2015 - 11:11 WIB
Komplain Konstitusional...
Komplain Konstitusional Bisa Diputus lewat Uji Materi
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bisa memutuskan perkara constitutional complaint (komplain konstitusional/KK) melalui jalur uji materi (judicial review /JR).

Namun bukan berarti MK menyalahi kewenangan karena MK tetap akan melihat kedudukan hukum (legal standing ) pemohon dalam mengajukan permohonan. ”Jadi, pada waktu pengujian itu kita lihat legal standing -nya agak dibuka sedikit sehingga kerugian konstitusional warga negara yang mirip dengan KK melalui pintu masuk JR kemudian bisa,” ujar Ketua MK Arief Hidayat di Jakarta kemarin. Arief mengakui saat ini banyak muncul kasus KK yang diajukan ke MK.

Adapun MK sebenarnya memang tidak diberi kewenangan untuk memutus KK dalam UUD 1945 maupun dalam undangundang. Namun tren KK yang masuk ke MK terus meningkat. KK merupakan perkara konkret yang secara konstitusional masyarakat dirugikan haknya. Karena itu dalam JR di MK, banyak perkara yang sebenarnya KK, tetapi malah masuk melalui pengujian UU.

”Tapi kita belum punya kewenangan itu. Jadi, kita memberikan jalur legal standing kepada warga negara yang mempunyai kerugian konstitusional. Akan kita lihat apakah pasal ini merugikan individu. Kalau legal standing -nya tidak ada, maka ya kita tolak,” ujarnya. Namun Arief menyatakan, sekalipun memiliki legal standing , belum tentu perkara yang diajukan dapat dikabulkan.

Memang, lanjutnya, untuk memberikan kewenangan KK terhadap MK diperlukan amendemen UUD 1945. Namun itu semua bergantung pada pemegang kebijakan. Hanya saja, sebuah negara demokrasi pada umumnya memberikan kewenangan KK kepada MK. Hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna mengungkapkan, sebenarnya bisa saja MK mengadili perkara KK jika hal itu diberikan melalui perubahan UU MK. Dengan demikian, tidak perlu amendemen UUD 1945.

Menurut dia, mengubah UU MK itu dimungkinkan dengan memperluas makna JR. Sebab JR dan pengaduan KK itu induknya sama, yakni pengujian konstitusional. ”Kalau pengujian norma itu JR, nah kalau pengujian kelalaian itu KK,” paparnya. Memang, saat ini seb e n a r n y a banyak kasus yang masuk ke MK melalui pengujian JR. Namun sebetulnya norma yang diujikan itu tidak ada masalah. Sebab yang menjadi masalah itu hanyalah perbedaan tafsir saat implementasi di lapangan.

Maka banyak permohonan yang meminta tafsir kepada MK. ”Untuk itu kita mengakalinya lewat JR, itu yang disebut konstitusional bersyarat,” paparnya. Mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan memandang kewenangan MK dalam menanganiKK bisasaja dikukuhkan melalui putusan untuk menjadi yurisprudensi. Ini dapat dilakukan mengingat banyaknya perkara KK yang diajukan ke MK.

Senada dengan I Dewa, Maruarar pun menyatakan, mengubah UUD 1945 untuk memberikan kewenangan KK masih sulit, apalagi melihat kondisi politik saat ini. ”Kalau melalui perubahan UUD 1945 berat karena pertarungan politiknya pun sangat kuat,” ungkap Maruarar. Dia mencontohkan, di Amerika Serikat, kewenangan JR pun lahir dari putusan pengadilan. Padahal, konstitusi Amerika tidak memberikan kewenangan KK.

Apalagi KK ini berkenaan dengan suatu kebijakan pemerintah yang sebenarnya bertentangan dengan konstitusi. Ketika ada suatu kebijakan negara yang telah menghilangkan hak konstitusional warganya, seharusnya bisa diajukan gugatan. Adapun MK saat ini belum diberi kewenangan untuk menangani KK.

Nurul adriyan
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9151 seconds (0.1#10.140)