NU Perkuat Pemberantasan Korupsi

Senin, 03 Agustus 2015 - 10:41 WIB
NU Perkuat Pemberantasan Korupsi
NU Perkuat Pemberantasan Korupsi
A A A
JOMBANG - Nahdlatul Ulama (NU) akan membuat road map yang lebih jelas dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia melalui Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur. Komitmen ini dilakukan karena perang melawan korupsi selama ini belum maksimal.

Bahkan, NU menilai pemberantasan korupsi kerap mendapatkan perlawanan dari para koruptor. Rais Syuriah PengurusBesarNahdlatulUlama(PBNU) Masdar Farid Masudi mengatakan, korupsi merupakan masalah utama bangsa yang sulit untuk dibendung. Akibatnya, kesejahteraan, pembangunan, penegakan hukum, dan sistem politik menjadi lumpuh.

Masyarakat juga dikorbankan dari praktik korupsi yang begitu masif. Sementara itu, pemberantasan korupsi kerap terkendala dengan adanya perlawanan balik koruptor melalui upaya pelemahan penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Karena itu, peran NU untuk menyikapi masalah ini menjadi sangat penting,” paparnya di Jombang kemarin. Sikap dari NU, menurut Masdar, penting karena keberadaannya sebagai ormas terbesar di Indonesia.

Lewat forum muktamar, NU ingin memberikan jawaban atas persoalan besar yang dihadapi negara ini. Di sisi lain, Muktamar NU sebagai forum untuk memilih ketua umum PBNU juga harus bersih dari segala korupsi. Para kandidat diharapkan juga mereka yang terbebas dari masalah korupsi dan sebagainya. Dorongan agar NU lebih berkiprah dalam pemberantasan korupsi disampaikan Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto di arena muktamar kemarin. Menurut dia, korupsi menjadi bagian penting yang harus diperangi.

“Dan, NU memiliki peran strategis supaya bermanfaat dalam kemaslahatan umat,” ujarnya yang memberikan seruan bersama ICW, Kontras Jatim, LBH Surabaya, Irdes Situbondo, dan Front Nahdliyin. Dia mengungkapkan, 80% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Bambang, ada tiga kekuatan besar yang mengooptasi masyarakat desa dan menyebabkan korupsi menjadi masif.

Pertama, eksploitasi sumber daya alam yang melumpuhkan kekuatan desa. Kedua, kekuatan teknologi informasi sehingga menimbulkan shock culture di kalangan generasi penerus bangsa. Ketiga, sumber kekuatan desa tidak dikelola intensif. “Kami ingin resolusi jihad harus mulai ditancapkan sebagai bagian penting NU ke depan untuk perwujudan kesejahteraan sosial,” jelasnya.

Untuk menyusun road map baru pemberantasan korupsi yang akan dibahas di muktamar, sejumlah tokoh NU telah menggelar “Halaqah Alim Ulama Nusantara Membangun Gerakan Pesantren Antikorupsi” di Yogyakarta pekan lalu. Salah satu rekomendasi halaqah itu adalah perlunya hukuman mati bagi koruptor. “Karena korupsi maupun money laundering (pencucian uang) berdampak sangat buruk bagi kehidupan berbangsa, bernegara, dan merusak sendisendi kehidupan masyarakat,” kata Rais Syuriah PBNU Ahmad Ishomuddin dalam jumpa pers, Rabu (29/7).

Menurut Ishomuddin, rekomendasi hukuman mati itu menjadi pemantik bagi aparat penegak hukum agar lebih serius menangani korupsi. Selama ini belum ada satu pun hakim yang memvonis hukuman mati bagi koruptor meski perbuatan itu berlangsung berulang-ulang. Ishomuddin menandaskan, hukuman mati yang direkomendasikan tetap selektif. Hukuman ini dapat diterapkan jika korupsi atau pencucian uang dilakukan ketika negara dalam keadaan bahaya, krisis ekonomi, krisis sosial, atau dilakukan berulang- ulang. Pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Pondok Gede, Jakarta pada 2002, NU secara tegas telah memfatwakan bahwa koruptor ketika mati tidak perlu disalati para ulama, kiai, ataupun tokoh-tokoh agama Islam.

Mereka yang menyalati koruptor cukup masyarakat biasa. Keputusan ini merupakan ittiba’ (mengikuti) Nabi Muhammad SAW. Namun dalam perkembangannya, fatwa ini kurang bergema. Di sisi lain, koruptor masih bermunculan dengan beragam modus dan motif. Bahkan, ada upaya dari sekelompok pihak yang ingin melemahkan KPK.

Sidang Tatib Hujan Interupsi

Sementara itu, rapat pleno I yang membahas tentang tata tertib (tatib) muktamar diwarnai interupsi. Sidang dipimpin langsung oleh Ketua Steering Committee (SC) Slamet Effendi Yusuf. Pembahasan tatib yang sempat tertunda dua kali akhirnya dimulai sekitar pukul 14.30 WIB. Dalam memimpin sidang, Slamet didampingi lima pimpinan lainnya, Said Aqil Siradj, Abdul Malik Madani, Yahya Staquf, Maidir Harun, dan Machasin.

Ketika sidang dibuka, muktamirin langsung menghujani pimpinan sidang soal ketersediaan mikrofon yang tidak merata. Pimpinan sidang kemudian menskors sidang dan meminta panitia menambah mikrofon. Meski tidak terpenuhi, sidang kembali digelar. Namun baru beberapa saat dimulai, muktamirin kembali menghujani pemimpin sidang dengan interupsi. Mereka mempermasalahkan keabsahan pimpinan sidang dan draf tata tertib yang terdiri atas 8 bab dan 23 pasal.

Pembahasan kembali alot saat memasuki Bab V menyangkut pimpinan sidang, khususnya Pasal 14 yang berbunyi, pimpinan sidang ditetapkan oleh PBNU. Beberapa muktamirin meminta agar pimpinan sidang ditentukan oleh muktamirin. Karena tidak menemukan kata sepakat, pimpinan sidang bahkan muktamirin bersamasama membaca salawat. Karena situasi memanas, pada pukul 17.00 WIB pimpinan sidang akhirnya memutuskan untuk menskors.

Namun sidang lanjutan tadi malam tetap berlangsung panas dan kembali diskors. “Ini hal yang wajar. Tidak apa-apa, bagus-bagus,” ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) menegaskan tetap maju sebagai calon ketua PBNU. Penegasan ini disampaikan menyusul kabar bahwa dirinya mundur dari pencalonan. Gus Solah mengungkapkan dirinya akan maju satu paket dengan KH Hasyim Muzadi yang menjadi calon rais aam.

Dia menduga isu dirinya mundur dari pencalonan sengaja diembuskan pihak-pihak yang menginginkan pemilihan rais aam dengan sistem ahlul halli wal aqdi (AHWA). Sebab, sampai hari ini, Gus Sholah mengaku tidak sepakat dengan sistem AHWA.

Ihya ulumuddin/sucipto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5952 seconds (0.1#10.140)