Janjikan Hidup Lebih Praktis

Minggu, 02 Agustus 2015 - 09:38 WIB
Janjikan Hidup Lebih...
Janjikan Hidup Lebih Praktis
A A A
Tingginya aktivitas online di Indonesia menjadi pendorong maraknya bisnis berbasis teknologi informasi (TI) di negara dengan populasi terbesar keempat di dunia ini.

Kejelian melihat kebutuhan manusia akan hidup yang lebih praktis plus kecerdasan beradaptasi dengan perkembangan TI membuat banyak technopreneur sukses mengelola bisnis rintisan digital (start up ) mereka.

Nilai transaksi e-commerce pun tumbuh pesat beberapa tahun terakhir melebihi jumlah pengguna uang elektronik (e-money ). Penggagas gerakan wirausaha nasional Oneintwenty Movement Budi Isman memandang tingginya potensi bisnis start up juga bisa dilihat dari besarnya jumlah pengguna smartphone .

Terlebih masyarakat perkotaan di Indonesia sudah biasa memiliki dua ponsel. ”Jumlah mobile phone justru lebih besar dari jumlah penduduk. Ini peluang besar yang sangat menjanjikan untuk mengembangkan bisnis start up, baik aplikasi, e-commerce, games, hiburan, messaging maupun lainnya,” kata pendiri dan pembina Pro Indonesia, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Mandiri ini.

Potensi pasar yang begitu menggiurkan, lanjut Budi, juga membuat investasi global mengucur deras ke Indonesia. Banyak investor asing, baik institusi maupun individu, yang mendanai bisnis ini baik dengan orientasi pasar lokal, regional maupun global. Namun dia mengingatkan, di balik peluang yang besar, ada tantangan yang tak kalah besar, yaitu mental pebisnis itu sendiri.

”Banyak anak muda yang memulai bisnis start up tidak sabar. Jadi tantangan itu datang dari bagaimana mereka bisa konsisten dalam mengembangkan bisnis ini. Tidak banyak bisnis start up yang cepat menghasilkan uang. Tunggu saatnya,” ujar CEO dan owner PT Mikro Investindo Utama ini. Budi mencontohkan bisnis start up media sosial bisa membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun sebelum memperoleh keuntungan. Kuncinya, bagaimana bisa mengembangkan dan bertahan lama.

Tantangan lainnya adalah soal pendanaan. Semakin besar bisnis start up , akan semakin banyak pula yang mengujungi site atau menggunakan aplikasinya. Dengan begitu, akan dibutuhkan server yang lebih besar, infrastruktur yang lebih besar, dan administrator yang lebih banyak. Jika belum ada pemasukan, operasionalnya penuh pengeluaran.

”Setelah mendapatkan pengunjung, member, traction, pebisnis start up harus bisa mencari sumber dana yang berbeda seperti angel investor dan crowdfunding ,” urai Budi. Budi menekankan, kunci sukses dengan bisnis start up adalah ide dan validasi. Banyak anak muda yang memiliki ide, tetapi tidak melakukan validasi. Misalnya apakah bisnisnya yang unik sudah dibuat oleh orang lain atau belum? Hal lainnya, perlu dilakukan survei apakah aplikasi ini akan berguna dan dibutuhkan pasar.

Faktor selanjutnya adalah kekuatan mental, daya tahan juang, dan tim kerja. Dia menambahkan, andil pemerintah adalah dukungan infrastruktur information and communicationstechnology (ICT) seperti broadband dankebijakan misalnya dalam hal pajak. Budi meyakini bisnis start up akan mampu mendorong perekonomian negara sehingga pemerintah diharapkan memberikan kebijakan yang mendukung.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan bisnis start up mulai berkembang di Indonesia sejak awal 2000-an. Dia memperkirakan hingga saat ini sudah ada lebih dari 1.500 start up lokal. Jumlah ini akan terus meningkat seiring kemajuan teknologi dan tuntutan masyarakat akan hidup yang lebih praktis. Terlebih, penerapan TI telah menjadi hal lumrah yang harus dilaksanakan pelaku usaha untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar.

Pemanfaatan e-commerce memberi peluang bagi perusahaan kecil-menengah untuk bersaing lebih baik dengan perusahaan besar karena akses pasar menjadi setara. ”Nanti semua hal cukup dilakukan lewat satu genggaman. Tinggal klik. E-commerce akan kian berkembang dan perlahan bakal menyalip perdagangan tradisional. Apalagi Indonesia adalah negara konsumtif. Apa pun laku dijual,” kata Heru.

Dia mengingatkan, yang perlu menjadi perhatian semua pihak adalah aspek keamanan agar pelaku bisnis maupun konsumen terhindar dari penipuan dan berbagai ancaman digital. Hal lain yang perlu dibenahi adalah teledensitas, yakni tingkat kepadatan penggunaan TI dan sebaran pengguna internetnya. Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa memperkirakan penjualan e-commerce akan tumbuh di kisaran 200- 300% per tahun, tergantung dari satuan pengukurannya.

”Kami menyarankan pelaku e-commerce di Indonesia menggunakan domain .id agar mengurangi biaya bandwidth yang dibayarkan kepada pihak asing,” katanya. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan fasilitas .id . Namun hingga saat ini para pelaku e-commerce di Indonesia masih banyak yang menggunakan domain .com .

”Sebenarnya penggunaan domain .id itu ada plus dan minusnya. Domain .id disesuaikan dengan lokasi dominasi transaksi. Jika transaksi yang dilakukan internasional, bisa menggunakan domain .com . Tapi jika mayoritas transaksi di Indonesia, diharapkan menggunakan .id ,” sebut Rudi. Wakil Ketua Kebijakan Publik idEA Budi Gandasoebrata mengungkapkan, pengunjung situs belanja online ramai pada jam kerja, terutama Rabu hingga Jumat.

”Mendekati waktu makan siang jumlah pengunjung toko online semakin meningkat,” sebutnya. Pengunjung toko online ramai kembali pada pukul 15.00 WIB dan 18.00 WIB. Setelah pukul 21.00 WIB grafiknya mulai turun. ”Jam-jam seperti ini perlu dicermati para pelaku bisnis online ,” katanya.

Dina angelina/ hermansah/robi ardianto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0613 seconds (0.1#10.140)