11 WNI Diperiksa Polisi Arab Saudi
A
A
A
JEDDAH - Sebelas jamaah umrah asal Indonesia diperiksa kepolisian Masjidilharam, Mekkah, Arab Saudi, setelah ditangkap pada 28 Juli lalu karena dituduh menganut paham yang menyimpang dari ajaran Islam.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah sudah bertemu tim penyelidik dan berusaha membebaskan ke-11 warga negara Indonesia (WNI) anggota Himpunan Pemuda Sinar Syahid (Himpass ) itu.
”Pihak terkait Arab Saudi mengatakan akan mencoba membantu mendeportasi 10 jamaah. Namun, mereka menunggu arahan dari pemimpin yang lebih tinggi,” kata Iqbal kemarin, di Jakarta. Sementara itu, pemimpin jamaah Zuber Amir Abdullah akan mendapatkan ruangan dan sesi penyelidikan yang terpisah dari 10 pengikutnya.
Selain menjadi pemimpin yang membawa jamaah melakukan ritual yang mengganggu kenyamanan jamaah lain, dia juga menobatkan dirinya sebagai pemimpin akhir zaman Imam Mahdi. ”Kami akan memisahkan proses penyelidikan antara Zuber Amir Abdullah dan 10 orang pengikutnya,” kata kepolisian Arab Saudi, seperti dilaporkan KJRI Jeddah kemarin.
”Terkait dengan Zuber Amir Abdullah, kami akan melakukan pendalaman karena yang bersangkutan masih meyakini dirinya sebagai Imam Mahdi,” tambah mereka. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia Arramantha Nassir menjelaskan, laporan mengenai penangkapan ke-11 WNI itu didapat KJRI Jeddah dari masyarakat lokal pada 28 Juli.
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, Kepolisian Masjidilharam menyatakan ke-11 WNI itu melakukan salat Idul Fitri di kompleks Kakbah, Maqam Ibrahim pada Sabtu, 18 Juli. Padahal, Arab Saudi menetapkan 1 Syawal 1436 Hijriah pada Jumat, 17 Juli. ”Ada 11 orang, dua perempuan, sisanya sembilan laki-laki. Mereka berkumpul di depan Kakbah dan melakukan salat Id setelah Idul Fitri berlangsung,” jelasnya.
”KJRI menyampaikan bahwa ini hanyalah masalah perbedaan ijtihadiyah mengenai 1 Syawal yang juga sering terjadi di banyak negara yang penduduknya mayoritas Islam,” tegas KJRI kepada penyelidik. ”Karena itu, kami meminta jamaah tersebut dapat dibebaskan sehingga pemerintah Indonesia dapat melakukan pembinaan,” tambah KJRI.
Otoritas terkait Arab Saudi memahami adanya perbedaan ijtihadiyah. Namun, mereka belum bisa memutuskan. Meski demikian, ke-10 jamaah Himpass tersebut memiliki peluang cukup besar untuk terbebas dari jerat hukum, kendati menurut kepolisian Arab Saudi, ke-10 jamaah itu juga tetap meyakini jika Amir adalah Imam Mahdi.
Rombongan 11 jamaah itu, dua di antaranya perempuan, ditahan di dua tempat berbeda. Delapan orang anggota rombongan ditahan di kantor tahanan sementara Mekkah, sedangkan dua perempuan ditahan di Penjara Umum Perempuan. Sementara itu, Amir dibawa ke rumah sakit (RS) jiwa terlebih dahulu.
Menilik kronologi kasus penangkapan, pelaksanaan salat Idul Fitri yang didahului penyampaian khotbah pada 18 Juli itu menarik perhatian jamaah lain. Sebagian jamaah yang sedang melakukan tawaf merasa terganggu ketika pengikut Amir membentuk formasi lingkaran dengan berporos pada Amir yang berdiri di tengah. Polisi Masjidilharam akhirnya datang ke tempat kejadian perkara (TKP).
Otoritas keamanan dalam negeri Arab Saudi itu meminta ke-11 jamaah untuk membubarkan diri. Namun, ke-11 jamaah itu menentang. Alhasil, polisi menyingkapkan kaus lengan dan memaksa jamaah itu membubarkan diri hingga akhirnya mereka ditangkap dan ditahan. ”Saat itu KJRI tidak mendapatkan pemberitahuan resmi.
Namun, kami mencoba mendatangi kepala kepolisian Masjidilharam guna meminta klarifikasi. Kami lalu meminta akses untuk mengumpulkan info dan sekaligus menenangkan para WNI bahwa mereka mendapatkan pendampingan dari KJRI,” bunyi pernyataan KJRI. Rahmat Syawal Lubis, 34, anggota jamaah yang ditangkap, membenarkan kronologi kejadian sebagaimana yang disampaikan kepolisian Arab Saudi.
Dia sadar Arab Saudi menerapkan hukum Islam. Pelanggaran syariah yang bertentangan dengan hukumnegara akanmasukdalam pelanggaranberat. Terdakwa bisa terjerat hukum syirik. Amir kemungkinan akan terkena pasal riddah (keluar atau putusdari Islamakibatperbuatan yang dilakukan).
”KJRI akan berusaha mengimbau kelompok itu agar tidak bersikeras dengan keyakinan mereka setidaknya di depanpolisiataupenyelidikkasus ini mengingat kasus ini masih pada tahap penyelidikan dan belum masuk mahkamah. Jadi, KJRI dapat berpeluang membebaskan mereka,” tutup KJRI.
Muh shamil
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah sudah bertemu tim penyelidik dan berusaha membebaskan ke-11 warga negara Indonesia (WNI) anggota Himpunan Pemuda Sinar Syahid (Himpass ) itu.
”Pihak terkait Arab Saudi mengatakan akan mencoba membantu mendeportasi 10 jamaah. Namun, mereka menunggu arahan dari pemimpin yang lebih tinggi,” kata Iqbal kemarin, di Jakarta. Sementara itu, pemimpin jamaah Zuber Amir Abdullah akan mendapatkan ruangan dan sesi penyelidikan yang terpisah dari 10 pengikutnya.
Selain menjadi pemimpin yang membawa jamaah melakukan ritual yang mengganggu kenyamanan jamaah lain, dia juga menobatkan dirinya sebagai pemimpin akhir zaman Imam Mahdi. ”Kami akan memisahkan proses penyelidikan antara Zuber Amir Abdullah dan 10 orang pengikutnya,” kata kepolisian Arab Saudi, seperti dilaporkan KJRI Jeddah kemarin.
”Terkait dengan Zuber Amir Abdullah, kami akan melakukan pendalaman karena yang bersangkutan masih meyakini dirinya sebagai Imam Mahdi,” tambah mereka. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia Arramantha Nassir menjelaskan, laporan mengenai penangkapan ke-11 WNI itu didapat KJRI Jeddah dari masyarakat lokal pada 28 Juli.
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, Kepolisian Masjidilharam menyatakan ke-11 WNI itu melakukan salat Idul Fitri di kompleks Kakbah, Maqam Ibrahim pada Sabtu, 18 Juli. Padahal, Arab Saudi menetapkan 1 Syawal 1436 Hijriah pada Jumat, 17 Juli. ”Ada 11 orang, dua perempuan, sisanya sembilan laki-laki. Mereka berkumpul di depan Kakbah dan melakukan salat Id setelah Idul Fitri berlangsung,” jelasnya.
”KJRI menyampaikan bahwa ini hanyalah masalah perbedaan ijtihadiyah mengenai 1 Syawal yang juga sering terjadi di banyak negara yang penduduknya mayoritas Islam,” tegas KJRI kepada penyelidik. ”Karena itu, kami meminta jamaah tersebut dapat dibebaskan sehingga pemerintah Indonesia dapat melakukan pembinaan,” tambah KJRI.
Otoritas terkait Arab Saudi memahami adanya perbedaan ijtihadiyah. Namun, mereka belum bisa memutuskan. Meski demikian, ke-10 jamaah Himpass tersebut memiliki peluang cukup besar untuk terbebas dari jerat hukum, kendati menurut kepolisian Arab Saudi, ke-10 jamaah itu juga tetap meyakini jika Amir adalah Imam Mahdi.
Rombongan 11 jamaah itu, dua di antaranya perempuan, ditahan di dua tempat berbeda. Delapan orang anggota rombongan ditahan di kantor tahanan sementara Mekkah, sedangkan dua perempuan ditahan di Penjara Umum Perempuan. Sementara itu, Amir dibawa ke rumah sakit (RS) jiwa terlebih dahulu.
Menilik kronologi kasus penangkapan, pelaksanaan salat Idul Fitri yang didahului penyampaian khotbah pada 18 Juli itu menarik perhatian jamaah lain. Sebagian jamaah yang sedang melakukan tawaf merasa terganggu ketika pengikut Amir membentuk formasi lingkaran dengan berporos pada Amir yang berdiri di tengah. Polisi Masjidilharam akhirnya datang ke tempat kejadian perkara (TKP).
Otoritas keamanan dalam negeri Arab Saudi itu meminta ke-11 jamaah untuk membubarkan diri. Namun, ke-11 jamaah itu menentang. Alhasil, polisi menyingkapkan kaus lengan dan memaksa jamaah itu membubarkan diri hingga akhirnya mereka ditangkap dan ditahan. ”Saat itu KJRI tidak mendapatkan pemberitahuan resmi.
Namun, kami mencoba mendatangi kepala kepolisian Masjidilharam guna meminta klarifikasi. Kami lalu meminta akses untuk mengumpulkan info dan sekaligus menenangkan para WNI bahwa mereka mendapatkan pendampingan dari KJRI,” bunyi pernyataan KJRI. Rahmat Syawal Lubis, 34, anggota jamaah yang ditangkap, membenarkan kronologi kejadian sebagaimana yang disampaikan kepolisian Arab Saudi.
Dia sadar Arab Saudi menerapkan hukum Islam. Pelanggaran syariah yang bertentangan dengan hukumnegara akanmasukdalam pelanggaranberat. Terdakwa bisa terjerat hukum syirik. Amir kemungkinan akan terkena pasal riddah (keluar atau putusdari Islamakibatperbuatan yang dilakukan).
”KJRI akan berusaha mengimbau kelompok itu agar tidak bersikeras dengan keyakinan mereka setidaknya di depanpolisiataupenyelidikkasus ini mengingat kasus ini masih pada tahap penyelidikan dan belum masuk mahkamah. Jadi, KJRI dapat berpeluang membebaskan mereka,” tutup KJRI.
Muh shamil
(bbg)