Penyerapan Anggaran DKI Sangat Minim

Jum'at, 31 Juli 2015 - 08:19 WIB
Penyerapan Anggaran...
Penyerapan Anggaran DKI Sangat Minim
A A A
JAKARTA - Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015 hingga saat ini di bawah 20%. Pemprov DKI Jakarta akan menggenjot penyerapan anggaran pada APBD Perubahan.

Diketahui berbeda dari tahun sebelumnya, APBD DKI Jakarta kali ini menggunakan peraturan gubernur (pergub) lantaran adanya polemik antara DPRD dan Pemprov DKI Jakarta mengenai anggaran. APBD 2014 sebesar Rp69,2 triliun yang terbagi dua antara belanja daerah Rp63,65 triliun dan penyertaan modal pemerintah (PMP) Rp5,63 triliun pun baru dapat dicairkan Juni lalu.

Sayangnya hingga saat ini, penyerapan anggaran hanya baru mencapai Rp12,22 triliun atau 19,21%. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengakui penyerapan anggaran masih di bawah 20% meski saat ini sudah masuk semester II. Rencananya Pemprov DKI Jakarta akan menggenjot segala kegiatan agar penyerapan berjalan maksimal pada APBD Perubahan nanti.

”Saat ini segala kegiatan masih dalam proses lelang. Kegiatan yang tidak terserap akan dialokasikan pada perubahan, termasuk kegiatan fisik. APBD Perubahan tahun ini tetap menggunakan pergub dengan total anggaran sekitar Rp69 triliun,” kata Heru Budi Hartono di Balai Kota kemarin. Heru menjelaskan, saat ini Kebijakan Umum APBD Perubahan dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS) tengah dimatangkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk dikirim ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pekan ini.

KUAPPAS APBD Perubahan yang nilainya sekitar Rp69 triliun tersebut berisi kegiatan yang tidak terserap pada APBD murni dan kegiatan lanjutan sesuai aspirasi masyarakat. Hanya, ada sejumlah kegiatan fisik yang akan dikerjakan badan usaha milik daerah (BUMD). Salah satunya pembangunan 21.000 unit rumah susun sewa (rusunawa) dan proyek pembangunan light rail transit (LRT) oleh BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro).

”PT Jakpro akan kami berikan PMP sebesar Rp7,2 triliun, PT Transjakarta Rp1,3 triliun. Semua BUMD dapat, tapi saya lupa angkanya,” ungkapnya. Meski memakai Pergub yang tidak dapat melakukan kegiatan fisik baru, Heru yakin pada perubahan nanti kegiatan fisik dapat berjalan dan tidak terhenti meski batas waktu penggunaan anggaran sudah habis. Misalnya dalam pembangunan jalan berlangsung. Namun, Oktober nanti harus dihentikan dan dihitung perkembangannya.

”Kalau yang seharusnya terserap Rp5 miliar dan Oktober baru Rp3 miliar, akan kami ambil sisanya dan masukkan ke dalam APBD 2016 dengan SK multiyears . Jadi kegiatan tetap berlangsung. Kami akan berkoordinasi dengan dewan untuk SK multiyears tersebut,” jelasnya. Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat menuturkan, penyebab masih rendahnya serapan anggaran yakni banyaknya pejabat selaku pengguna anggaran takut menggunakan anggaran. Mereka takut terlibat dalam tindak pidana korupsi dan takut terancam dicopot dari jabatannya.

”Mereka takut anggaran tidak terserap sesuai target dan dicopot. Saya sudah mengunjungi lima pemkot yang ada di Jakarta dan memberikan motivasi kepada seluruh wali kota beserta jajarannya agar berani melaksanakan suatu program pembangunan di wilayahnya,” tegasnya. Anggota DPRD DKI Jakarta M Sanusi menilai rendahnya penyerapan sebagai bukti buruknya kinerja Pemprov DKI Jakarta. Dia pun meminta Pemprov DKI Jakarta tidak mengakali penyerapan anggaran di APBD Perubahan melalui pemberian PMP secara besar-besaran.

”Saya melihat ada strategi memperbesar penyerapan dengan mengalokasikan anggaran PMP ke BUMD. Kalau kegiatan fisiknya banyak kenapa PMP? Perlu diketahui, APBD itu hampir semua belanja publik, sementara PMP itu profit, keuntungan,” ujarnya. Ketua Fraksi Partai Gerindra itu menjelaskan, satuan atau unit perangkat kerja daerah itu ditugaskan melayani masyarakat melalui belanja publik dan tidak boleh memungut uang.

Unit pengelola teknis (UPT) boleh belanja publik dan boleh memungut uang, tetapi tidak boleh digunakan. Sementara badan layanan unit daerah (BLUD) diperbolehkan memungut uang dan memakainya namun harus izin kepada gubernur. Untuk BUMD bukan belanja publik dan harus menghasilkan uang lebih besar dari modal yang diberikan. ”Jadi jelas BUMD harus mendapatkan keuntungan Jakarta karena dia diinjek . Harus mengapitalisasi modalnya menjadi besar dan tidak boleh diberikan setiap tahun. Apa bedanya sama unit kalau diberikan setiap tahun?

Kalau mau kasih PMP ke BUMD, lihat dulu penggunaannya. Kalau dikasih lagi sama saja buang anggaran ke laut,” jelasnya. Selain itu, Sanusi juga khawatir jika PMP besar-besaran yang diberikan ke BUMD menjadi pembajakan uang secara ilegal. Menurutnya, di wilayah manapun perusahaan daerah kerap dijadikan tempat membajak uanguang daerah.

”Pengawasan BUMD hanya dilakukan oleh jajaran perusahaan dan gubernur. Ini yang ditakutkan, pengawasannya agak sulit dan lebih mudah dibajak,” ujarnya.

Bima setiyadi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5694 seconds (0.1#10.140)