Ini Faktor Banyak Calon Tunggal di Pilkada Versi PKS
A
A
A
JAKARTA - Banyaknya calon pasangan tunggal yang mendaftar untuk ikut pilkada serentak 2015 di beberapa daerah membuktikan peminat pilkada menurun.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini menilai, terdapat empat faktor yang menyebabkan hal tersebut. Pertama, kata dia, lemahnya komunikasi politik sehingga sulit mencari perahu partai yang mencukupi untuk maju.
"Kedua, prosedural teknis yang diatur dalam undang-undang (UU) dan peraturan yang berat. Seperti buat calon perorangan," ujar Jazuli saat dihubungi wartawan, Kamis (30/7/2015).
Kemudian, lanjut Jazuli, faktor ketiga adalah kuatnya incumbent yang masih maju untuk yang kedua kali membuat kompetitor menjadi pesimis. Ditambah, kata dia, putusan Makamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan caleg mundur.
"Ketika tokoh lokal enggak ada yang berani, tokoh pusat pun enggan maju karena harus mundur. Karena harus mengorbankan posisi DPR yang dia raih dengan susah payah," jelasnya.
"Sementara di pilkada belum tentu menang. Jadi dia harus berpikir berkali-kali," ucap Jazuli.
Kemudian faktor ke empat, pilkada sangat high cost dengan terlalu tingginya biaya karena prinsip demokrasi belum tegak seutuhnya. Ditambah praktik money politic yang selalu terjadi.
"Bahkan ada daerah yang terang-terangan menerima serangan fajar dan lain-lain. Ini juga membuat terjadinya pergeseran kontestasi demokrasi menjadi kontestasi uang dan pragmatisme," tandas Jazuli.
PILIHAN:
Cegah Penggunaan Ijazah Palsu, KPU Gandeng Kemenristek Dikti
Formappi Tolak Koruptor Maju di Pilkada
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini menilai, terdapat empat faktor yang menyebabkan hal tersebut. Pertama, kata dia, lemahnya komunikasi politik sehingga sulit mencari perahu partai yang mencukupi untuk maju.
"Kedua, prosedural teknis yang diatur dalam undang-undang (UU) dan peraturan yang berat. Seperti buat calon perorangan," ujar Jazuli saat dihubungi wartawan, Kamis (30/7/2015).
Kemudian, lanjut Jazuli, faktor ketiga adalah kuatnya incumbent yang masih maju untuk yang kedua kali membuat kompetitor menjadi pesimis. Ditambah, kata dia, putusan Makamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan caleg mundur.
"Ketika tokoh lokal enggak ada yang berani, tokoh pusat pun enggan maju karena harus mundur. Karena harus mengorbankan posisi DPR yang dia raih dengan susah payah," jelasnya.
"Sementara di pilkada belum tentu menang. Jadi dia harus berpikir berkali-kali," ucap Jazuli.
Kemudian faktor ke empat, pilkada sangat high cost dengan terlalu tingginya biaya karena prinsip demokrasi belum tegak seutuhnya. Ditambah praktik money politic yang selalu terjadi.
"Bahkan ada daerah yang terang-terangan menerima serangan fajar dan lain-lain. Ini juga membuat terjadinya pergeseran kontestasi demokrasi menjadi kontestasi uang dan pragmatisme," tandas Jazuli.
PILIHAN:
Cegah Penggunaan Ijazah Palsu, KPU Gandeng Kemenristek Dikti
Formappi Tolak Koruptor Maju di Pilkada
(kri)